Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi batal ??

irfabsael

New member
Setujukah anda Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi batal ??

bisakah memberi penjelasan ttg persoalan d atas.............
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

pertanyaan anda seperti umat yang tidak mengerti ajarannya sendiri,bahkan pake istilah setuju tidak setuju lagi,agama bukan poling mas??tolong jangan bikin biddah
kalo ingin bertanya silahkan bertanya karena ketidak mampuan ilmu tapi jangan membawa opini pengrusak ibadah.
 
Last edited:
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

Betul...
bukan setuju atau gak setuju kang..
kalo bener bener nanya sih gak masalah..
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

haha..
kritis jg bro devson 'n bro popoi.
kirain TS nya nanya.. nggak taunya minta polling.. wkwkwwkw..
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

Enggak kan yang batal kalo megang yang bukan muhrim.
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

Enggak kan yang batal kalo megang yang bukan muhrim

mas tolong anda jelaskan enggak ini,apa enggak setuju ato enggak batal?

tolong sekalian jabarkan apa itu muhrim?runutannya?tolong yang lain jangan bales dulu, @ihh_harokah dulu yang bales kemudian baru memberi komentar yang lain.
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

dia gak bakal bales bos..
dia terlalu jenius untuk kita semua bisa mengerti jalan pikirannya....
hwekekekek
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

@popoi
bersabar mungkin dia lupa dan tidak liat pernyataannya

sebenarnya jawabannya ada dan mungkin beberapa orang disini mampu menjawabnya,tapi saya ingin buat sodara @ ihh harokah bertanggung jawab atas peryataannya,sehingga kita paham maksud pernyataannya.

jadi buat yang lain bersabarnya kita tunggu pernyataan sodara ihh harokah
semoga jodoh qadar masih ada bersama kita, mununggu pernyataannya.(1-2 minggu deh kalo g juga berniat bagi yang mampu dan bisa,tolong memberi jawaban jangan sampe umat islam tidak memahaminya)
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

kan muhrim(orang yg dilarang dinikahi) bro, ga batal
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

kan muhrim(orang yg dilarang dinikahi) bro, ga batal

Maafkanlah atas keterbatasan pengetahuan agama saya, cuma soal ini mirip dengan "duluan mana ayam sama telur ?"

kata bro coura muhrim = orang yang yang dilarang dinikahi = dilarang di"kumpuli" ya.

istri kita sebelum kita nikahi memang bukan muhrim kita, tapi setelah menikah jadi muhrim kita. jadi nggak boleh dong di "kumpuli" ?
apa khusus istri adalah muhrim yang boleh di "kumpuli"
kan istilah muhrim berlaku general bagi yang masuk dalam kategorinya.

kalau istri kita bukan muhrim, berarti kalau menyentuh, ya batal wudlu kita

seingat saya (entah yang mana) ada bbrp tarekat di indonesia yang menyaratkan wudlu lg kalau kita tersentuh istri kita.

sekali lagi maafkanlah keterbatasan pengetahuan agama saya, bukan maksud hati untuk mencela, apalagi menguji bapak2 sekalian, biar ini menjadi pahala bagi bapak2 semua amin.
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

@popoi
bersabar mungkin dia lupa dan tidak liat pernyataannya

sebenarnya jawabannya ada dan mungkin beberapa orang disini mampu menjawabnya,tapi saya ingin buat sodara @ ihh harokah bertanggung jawab atas peryataannya,sehingga kita paham maksud pernyataannya.

jadi buat yang lain bersabarnya kita tunggu pernyataan sodara ihh harokah
semoga jodoh qadar masih ada bersama kita, mununggu pernyataannya.(1-2 minggu deh kalo g juga berniat bagi yang mampu dan bisa,tolong memberi jawaban jangan sampe umat islam tidak memahaminya)

orang ini cem moderatornya aja....
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

sebenarnya mungkin bukan tarekat tetapi pemahaman terhadap 1 ayat yang berbeda gitu,but kita mesti menunggu pertanggung jawaban sodara Iih harokah dan coura agar kita paham maksud pernyataannya.
sabar ya.
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

orang ini cem moderatornya aja....

bukan moderator maaf kalo menyakiti hati dan perasaan jadug,tetapi saya ingin agar umat islam mampu bertanggung jawab atas kalam yang dia ucapkan,tulis dan posting,karena tiap kalam akan kita pertanggung jawabkan kelak dihari pengisaban.
jika kalam itu benar berarti 1 ilmu lagi yang kita peroleh dan dititipkan Allah kepada kita.
tapi jika kalam itu kurang tepat maka,instropeksi,istigfar dan meluruskan itu menjadi tanggung jawab kita.
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

menyentuh istri yang memang sudah termasuk mahram maka tidak membatalkan wudhu, kecuali klo membangkitkan syahwat maka hendaknya berwudhu lagi. mazhab syafi'i, hanafi dan maliki sepakat tentang hal ini. yg termasuk mahram baca aja surah an-Nisaa 22 dan 23, repot amat.

klopun ada tarekat mensyaratkan untuk berwudhu lagi ketika menyentuh istri, itu adalah sebuah penekanan dlm disiplin ritual ibadah kpd si murid supaya tidak timbul keragu2an ketika menghadap Allah, menyentuh istri tidak membatalkan wudhu tetapi juga tidak dianjurkan, itu saja.

muhrim = orang yg memakai pakaian ihram :D
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

wah akhirnya keluar juga karena ketidak sabaran,but kayaknya ada yang kurang tepat tuh,
yang menyetujui kalo menyentuh istri tidak perlu wudhu kecuali klo membangkit kan syahwat maka hendaknya berwudhu lagi.ini mahzab hambali,hanafi dan maliki.
tetapi syafii berpendapat bahwa sentuhan antara lelaki dan perempuan yang halal berkahwin membatalkan wudhu’ secara mutlak.
jadi intinya jika berpegang pada hambali,hanafi dan maliki maka berpengang teguhlah jangan ganti-ganti imam(kasian tanggung jawab mereka)
begitu juga dengan imam syafii.tetapi kita mesti tetap 1 masjid 1 imam sholat dan sebagainya walau berbeda.

ini secara lengkap isi bahasan diatas yang di peroleh dari blog:bicara muslim
Assalamualaikum,

Segala puji bagi Allah tuhan sekalian alam. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang menciptakan alam ini tanpa sedikit kecacatan. Yang menjadikan manusia dengan penuh sifatnya. Maha Besar Allah, Tuhan semesta alam. Selawat dan salam semoga terlimpah pada Rasul mulia, junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan para penerusnya yang mengikuti mereka sehingga kiamat. Wahai orang Islam sekalian, takutlah akan Allah. Bertawakallah kepadaNya. Bersama-samalah kita saling ingat-mengingati ke arah kebenaran. Semoga tergolong di dalam golongan yang telah dijanjikan Allah kemualiaan di sisiNya. Insya Allah.

Pendahuluan

Salah satu perkara khilaf dalam perkara yg membatalkan wudhu’ adalah sentuhan dengan bukan mahram. Setiap antara kita berhak memilih pendapat yg dirasakan kuat pada pandangan kita. Melalui artikel ini, insya Allah kita akan dapat mengetahui bagaimana hukum batal wudhu’ melalui sentuhan diistinbatkan oleh setiap mazhab dan ulama’. Secara tidak langsung kita akan menjauhi taqlid buta dalam isu ini. Sebelum itu suka saya utarakan beberapa isu dalam perbahasan perkara khilafiah ini dengan menukilkan usul ke-7 dan 8 dari usul 20 Al-Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna

7. Setiap muslim yang tidak sampai ke peringkat meneliti (nadzar) dalil-dalil hukum cabang (furu’) boleh mengikuti mana-mana Imam. Elok sekiranya seseorang itu cuba berijtihad sekadar yang beliau mampu bagi mengetahui dalil-dalilnya. Beliau juga hendaklah menerima setiap petunjuk yang disertai dengan dalil apabila beliau yakin dengan kebaikan dan kepada orang yang memberi petunjuk kepadanya. Jika sekiranya beliau terdiri dari kalangan orang yang berilmu, beliau hendaklah mencukupkan kekurangannya dari segi ilmu sehingga sampai ke peringkat meneliti dalil-dalil hukum.

8. Perselisihan fiqh dalam perkara cabang tidak sepatutnya menjadi sebab kepada perpecahan dalam agama dan tidak seharusnya membawa kepada perbalahan atau permusuhan. Setiap orang yang berijtihad ada pahalanya. Walau bagaimanapun tidak ada penghalang bagi melakukan tahqiq ilmu / penjelasan ilmiah dalam masalah-masalah yang diperselisihkan dalam suasana kasih sayang kerana Allah SWT. Serta kerjasama dalam menyampaikan kebenaran tanpa terbawa-bawa kepada pertengkaran yang dicela serta taksub

Secara ringkasnya, pendapat berkaitan batal wudhu’ melalui sentuhan boleh dibahagikan kepada 3 kategori iaitu:
1. Wudhu’ hanya batal apabila berjimak(bersetubuh)
2. Wudhu’ batal apabila sentuhan dgn ajnabi itu disusuli dgn syahwat.
3. Wudhu’ batal secara mutlak apabila sentuhan berlaku.

Mazhab Hanafi

Kategori yang pertama iaitu batal melalui jimak merupakan pendapat dari mazhab Hanafi. Berjimak di sini bermaksud bertemu dua kemaluan lelaki dan perempuan tanpa lapik yang menghalang kepanasan badan ketika berjimak atau seorang lelaki menyentuh perempuan dgn penuh syahwat yang menegangkan kemaluannya tanpa terdapat antara mereka sebrang kain dan tidak terdapat apa2 yg basah. Dalil mereka adalah dari firman Allah surah An-Nisaa’ ayat 43 yang bermaksud:

"Dan jika kamu sakit atau dalam keadaan musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang bersih atau suci, sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."

Dan juga surah al-Maidah, ayat 6 yang bermaksud:

"Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan lalu kamu tidak memperolehi air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik"

Berdasarkan ayat di atas, Ulama’ mazhab Hanafi berpegang kepda pendapat Ibn Abbas, seorang ahli tafsir yang mengatakan sentuhan yang dimaksudkan adalah jimak. Mereka juga memegang pendapat Ibnu al-Sikit yang mengatakan apabila digabungkan kalimah sentuhan dgn org perempuan, maka ia bermaksud jimak. Ini kerana orang Arab apabila mengatakan “saya telah menyentuhnya”, ia membawa maksud “saya telah berjimak dengannya.” Dengan kata lain perkataan al-Lams dalam ayat tersebut diertikan dengan makna majazi(figurative).

Ini dikuatkan lagi dgn melihat ayat lain yg mengandungi Lafal al-lams, al-mulaamasah, dan al-mass seperti ayat2 berikut:

"Betapa mungkin aku akan mempunyai anak padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun ..." (Ali Imran: 47)

"Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu menyentuh mereka..." (al-Baqarah: 237)

Mereka juga mengemukan dalil dari hadis berikut,

1. Hadith riwayat Aishah bahawa Nabi Muhammad saw pernah mengucup sebahagian drpd isterinya, kemudian baginda terus menunaikan sembahyang tanpa wudhu’ semula. [Hadis riwayat Abu Daud, An-Nasa’I, Ahmad dan Tirmidzi]

Komentar terhadap hadis di atas:
Hadith ini Mursal dan dianggap dhaif oleh Imam Bukhari. Ibn Hazm mengatakan hadis ini tidak benar sama sekali.

2. Aisyah ra berkata, “Ketika Rasulullah saw hendak menunaikan sembahyang, pernah saya duduk di hadapannya umpama jenazah inggakan apabila hendak witir lalu baginda menyentuh saya dgn kakinya.”[Hadis riwayat al-Nasa’I dan dikatakan sahih oleh Ibn Hajar]

3. Aisyah ra juga berkata, “Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw. dari tempat tidur, kebetulan tanganku meraba telapak kakinya yang tertegak karena ia sedang sujud dan membaca: “A Ilahumnma inni a ‘udzu biridlaka min sukhthika wa a ‘udzu bimu ‘afatika min ‘uqubatika, wa a ‘udzu bika minka, la uhshitsanaan ‘alaika, anta kama atsnaita ‘ala nafsik.” ( Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu, berlindung di bawah naungan-Mu dari siksa-Mu, pendeknya aku berlindung denganMu daripada-Mu, tiada terbilang puji-pujianku kepada-Mu, keadaan-Mu adalah sebagaimana Engkau pujianku sendiri.)[Hadis riwayat Imam Muslim, Tirmidzi dan al-Baihaqi dan disahihkan oleh Imam Tirmidzi]

4. Dari 'Aishah RA bahawa Rasulullah SAW menciumnya sedangkan baginda berpuasa dan baginda berkata, "Ciuman tidak membatalkan wudhu' dan tidak pula membatalkan puasa seseorang yang berpuasa" [Hadis riwayat Ishaq ibn Rahawih dan al-Bazzar]

Berdasarkan dalil2 di atas, ulama mazhab Hanafi membuat kesimpulan bahawa wudhu’ tidak batal kecuali melalui jimak.

Mazhab Maliki

Ulama’ mazhab Maliki mengatakan wudhu’ akan terbatal apabila sentuhan berlaku antara lelaki dan perempuan yang pada kebiasaanya menimbulkan rasa nikmat kepada diri orang yang menyentuhnya. Dengan kata lain sentuhan bernafsu akan membatalkan wudhu’. Walaupun begitu, kucupan mulut juga akan membatalkan wudhu’ biarpun tidak disusuli dgn syahwat krn mulut itu merupakan tpt bangkit nafsu. Secara ringkasnya terdapat tiga syarat pembatalan wudhu’ melalui sentuhan ini pada pendapat mazhab Maliki iaitu:

1. Org yg menyentuh sudah baligh
2. Org yg disentuh seorang yg memberahikan penyentuh menyentuh dgn nafsu

Kesimpulannya, mazhab Maliki mengatakan wudhu’ akan terbatal melalui sentuhan hanya sekiranya ia diiringi dgn nafsu(termasuk kucupan pada tpt yg membangkit nafsu sepeti mulut)

Mazhab Hanbali

Dalam mazhab Hanbali, pendapat yg masyhur adalah tidak batal wudhu’ sekiranya sentuhan tidak diiringi dgn nafsu. Mereka tidak menghadkan umur sepertimana mazhab Maliki. Selagi tidak terdapat perasaan syahwat, wudhu’ tidak batal. Walaupun begitu sunat memperbaharui wudhu’ itu.

Ulama’2 mazhab Hanbali dan Maliki kedua2nya menggunakan dalil yang sama sepertimana mazhab Hanafi. Apa yg membezakan mereka adalah pendapat mereka berkaitan definisi ‘sentuhan’ di dlm ayat An-Nisaa’ di atas itu. Walaupun mereka berpegang pada ahli tafsir yang sama, mereka berpendapat, yang dimaksudkan dengan jimak di sini bukan jimak pada erti kata yang sebenar iaitu memasukkan kemaluan lelaki ke dalam kemaluan isteri yang sudah pasti mengundang mandi wajib. Akan tetapi jimak dimaksudkan di sini adalah dari segi umum seperti muqaddimah jimak atau foreplay dengan bermesra-mesra antara suami dan isteri di awal-awal permulaan persetubuhan. Bila ini berlaku, maka ia akan merangsang shawat kedua-dua pihak lantas akan mengeluarkan air najis atau mazi hasil dari kelazatan yang timbul. Bila air ini keluar, maka hendaklah disucikan dengan mengambil wudhu' atau tayammum, jika ketiadaan air. Melalui keterangan ini, hadis2 di atas menyelaraskan maksud ayat al-Quran itu.

Ditambah pula dgn penggunaan kalimah tersebut di dalam hadis2. Imam Bukhari dan Muslim telah sepakat mengeluarkan hadits-hadits yang berserakan dalam dua musnad yang sahih yang menunjukkan bahwa al-mass itu berarti sesuatu (tindakan) dibawah jima' seperti:

Hadits Abu Hurairah: “Tangan, zinanya ialah menyentuh...”

Hadits Ibnu Abbas: “Barangkali engkau menyentuhnya...?”

Hadits Ibnu Mas'ud: “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)...”

Dari Aisyah, ia berkata: “Sedikit sekali hari (berlalu) kecuali Rasulullah saw.
mengelilingi kami semua - yakni isteri-isterinya - lalu beliau mencium dan menyentuh yang derajatnya dibawah jima'. Maka apabila beliau tiba di rumah isteri yang waktu giliran beliau di situ, beliau menetap di situ.”

Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, “Au laamastum an-nisa” (atau kamu menyentuh wanita) ialah tindakan dibawah jima', dan untuk ini wajib wudhu.”

Dari Umar, ia berkata, “Sesungguhnya mencium itu termasuk al-lams, oleh sebab itu berwudhulah karenanya.”

Pendapat ini disokong oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah.

Mazhab Syafi’I

Batalnya wudhu’ secara mutlak melalui sentuhan adalah pendapat mazhab Syafi’i. Mereka menggunakan dalil dari ayat al-Quran yang sama tetapi mengambil maksud ayat ‘menyentuh perempuan’ dgn maksud hakiki bukan membawa maksud majaz(Lihat penerangan tambahan di bawah). Ulama Syafi’iyah menolak hadis pertama di atas kera kedhaifannya. Manakala hadis2 lain yg sahih di atas, Dr. Wahbah al-Zuhailli mengatakan bahawa mereka(ulama’ syafi’iyah) mengandaikan terdapat alas ataupun ianya khas utk Nabi Muhammad saw sahaja(Lihat penerangan tambahan di bawah). Mereka juga berpegang kepada beberapa hadis berikut:

Dari Imam Malik dari Ibn Syihab dari Salim bin Abdillah dari ayahnya, "Sesiapa yg mencium isterinya atau menyentuh (isterinya) dengan tangannya, hendaklah ia berwudhu'." [Hadis riwayat Imam Syafi’I]

Dari Ibn Mas'ud ra dengan lafaz,"mencium (isteri) itu termasuk 'Lams' (menyentuh) dan hendaklah ia berwudhu'. Lamsu itu bukan jima'." [Hadis riwayat Imam al-Baihaqi]

Dengan itu mereka berpendapat bahawa sentuhan antara lelaki dan perempuan yang halal berkahwin membatalkan wudhu’ secara mutlak.


Keterangan Tambahan

Di dalam Ilmu Usul Fiqh pemakaian sesuatu perkataan atau bahasa, kekal pada maknanya yang Haqiqi selama mana yang mampu. Tiada takwilan padanya melainkan ada nas yang menerangkan bahawa ianya memberi makna Majaz. Akan tetapi, jika penggunaan makna yang Haqiqi terhalang (disebabkan oleh adanya nas2 yang menyanggahi penggunaan atas makna yang Haqiqi), maka mestilah menggunakan Majaz.

Al-Qadhi 'Iyadh berkata bahawa sesuautu pengkhususan hukum terhadap Rasulullah saw tidak dapat ditetapkan dengan sesuatu yang bersifat kemungkinan. Tetapnya kemaksuman beliau memang dapat diterima, tetapi pada dasarnya tidak ada kekhususan dan boleh meneladani beliau dalam semua tindakan beliau, sehingga ada dalil yang menunjukkan kekhususannya.

Kesimpulan

Setelah melihat hujah-hujah di atas, saya berpendapat bahawa pendapat Mazhab Hanbali adalah pendapat yang rajih(wudhu tidak batal kecuali diiringi dengan syahwat). Ini kerana mereka berkompromi antara dua hadis yang seakan2 saling bertentangan. Yang mana hadis yang menerangkan tidak batal wudhu’ menjadi dalil hukum manakala hadis yang dikemukan oleh ulama’ mazhab syafi’I menerangkan bahawa sunat memperbaharui wudhu’ itu. WA.



Rujukan

Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu al-Juz’ al-Awwal Jilid 1
Oleh Dr Wahbah al-Zuhaili
Terjemahan Dewan Bahasa dan Pustaka

Fiqh us-sunnah Jilid 1
Oleh Sheikh Sayyid Sabiq

Kaedah Memahami Hadis-Hadis Yang Saling Bercanggah
Oleh Hafiz Firdaus

Fatwa Muasirah Jilid 2
Oleh Dr Yusuf al-Qaradawi

www.Al-Ahkam.com.my

http://pasbakri.tripod.com/Agama/Wudhu_ ... isteri.htm


Saranan rujukan lain

Al-Quran

Tafsir al-Qurtubi

Al-Fiqh al-Wadhih minal Kitab was Sunnah; Oleh Dr Muhamad Bakar Ismail

Usul Feqh al-Islami; Oleh Dr Wahbah al-Zuhaili

Usul Feqh; Oleh Muhamad Abu Zahrah

Usul Feqh; Oleh Abdul Wahab Khalaf

Usul Feqh; Oleh Muhamad Khdari Bek

Subulus Salam; Oleh Al-Shon’ani

Usul; Oleh Sarakhsi

Minhaj al-Wusul ila 'Ilm al'Usul; Oleh Baidhawi

Al-Wajiz fi al-Usul al-Fiqh; Oleh 'Abdul Karim Zaidan

Al-Umm; Oleh Imam syafi’I rh

Nailul Author
ditulis oleh g@y@t
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

dan membicarkan apa itu muhrim dan mahram
ini penjelasan secara lengkapnya dari tausyiah275.blogsome

Antara Mahram Dan Muhrim

Kaum muslim(ah) seringkali dibingungkan (salah kaprah) dengan istilah muhrim dan mahram. Aku sendiri, pada awalnya, termasuk yg golongan ini.

Muhrim, bagi kebanyakan kaum muslim, berarti pihak2 yg DILARANG DINIKAHI. Sementara istilah mahram sendiri, mungkin tidak banyak yg tahu.

Jika ditinjau dari bahasa, muhrim dalam bahasa Arab adalah muhrimun (huruf mimnya di-dhammah) yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul. Sedangkan mahram bahasa Arabnya adalah mahramun (huruf mimnya di-fathah) artinya orang yang diharamkan nikah dengannya selama2nya (baik lelaki atau perempuan lain).

Dengan info ini, seharusnya kita terhindar dari salah kaprah ini. Berikutnya, aku akan bahas mengenai mahram.

Dari sebuah referensi, aku dapatkan keterangan sebagai berikut…

Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.

Mahram sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, yakni mahram karena nasab (keturunan), mahram karena penyusuan, dan mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan).

Mahram karena nasab:
Ayah kandung, kakek dari jalur ayah maupun dari jalur ibu dan seterusnya keatas (kalo ada buyut), saudara kandung laki-laki, anak kandung, cucu dan seterusnya kebawah (kalo ada cicit), saudara laki2 kandung ayah (yaitu paman dari jalur ayah), saudara laki-laki kandung ibu(paman dari jalur ibu), saudara laki-laki kandung kakek, saudara kandung laki-laki nenek, anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki/perempuan (yaitu keponakan laki-laki), cucu saudara kandung dan seterusnya kebawah.

Mahram karena pernikahan:
Suami, ayah suami (mertua), kakek dari suami, anak laki-laki dari suami (anak tiri), suami dari anak (menantu), suami ibu (ayah tiri), suami nenek (kakek tiri).

Mahram karena susuan:
Anak susuan, anak dari anak susuan (cucu susuan) dan seterusnya ke bawah, Ayah susuan, Ayah dari ayah/ibu susuan, saudara laki-laki dari ayah susuan, saudara laki-laki dari ibu susuan, saudara laki-laki sesusuan, anak laki-laki dari saudara sesusuan, cucu laki-laki dari saudara sesusuan dan seterusnya ke bawah.
(note: urutan mahram susuan sama dgn urutan mahram karena nasab berdasarkan hadits “Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah nasab”[HR. Al Bukhari dan Muslim])

Kelompok pertama, yakni mahram karena keturunan, ada tujuh golongan:
1. Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun wanita
2. Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
3. Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu
4. Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
5. Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
6. Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
7. Putri saudara laki-laki sekandung, seayah atau seibu (keponakan), cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita

Dalilnya adalah,“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan…” An-Nisa(4): 23

Kelompok kedua, juga berjumlah tujuh golongan, sama dengan mahram yang telah disebutkan pada nasab, hanya saja di sini sebabnya adalah penyusuan. Dua di antaranya telah disebutkan ALLOH SWT,“Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian dari penyusuan.” An-Nisa(4):23.

Ayat di atas menunjukkan dan menjelaskan bahwa seorang wanita yang menyusui seorang anak menjadi mahram bagi anak susuannya, padahal air susu itu bukan miliknya melainkan milik suami yang telah menggaulinya sehingga memproduksi air susu. Ini menunjukkan secara tanbih bahwa suaminya menjadi mahram bagi anak susuan tersebut . Kemudian penyebutan saudara susuan secara mutlak, berarti termasuk anak kandung dari ibu susu, anak kandung dari ayah susu, serta dua anak yang disusui oleh wanita yang sama.

Dengan demikian, anak si ibu tidak diperbolehkan menikah dg anak sepersusuan, karena keduanya (berdasar ayat di atas) sudah menjadi mahram. Kemudian cucu dari orang tua susu adalah mahram sebagai anak saudara (keponakan) karena susuan, dan seterusnya ke bawah. Saudara dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi karena susuan, saudara ayah/ ibu dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi orang tua susu dan seterusnya ke atas.

Adapun kelompok ketiga, jumlahnya 4 golongan, sebagai berikut:
1. Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas berdasarkan surat An-Nisa ayat 23.
2. Istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah berdasarkan An-Nisa: 23.
3. Ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas berdasarkan An-Nisa: 23.
4. Anak perempuan istri dari suami lain (rabibah) , cucu perempuan istri baik dari keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib, dan seterusnya ke bawah berdasarkan An-Nisa: 23.

Dari referensi lain, ada hal yg masih ‘diperdebatkan’…yakni masalah definisi sepersusuan. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikhuna (Muqbil) rahimahumullahu, bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah yang berlangsung pada masa kecil sebelum melewati usia 2 tahun, berdasarkan firman ALLOH SWT,“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuannya.” Al-Baqarah(2): 233

Dan Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha muttafaqun ‘alaihi bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah penyusuan yang berlangsung karena rasa lapar dan hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa (no. hadits 2150) bahwa tidak mengharamkan suatu penyusuan kecuali yang membelah (mengisi) usus dan berlangsung sebelum penyapihan.

Selain itu, yang diperhitungkan adalah minimal 5 kali penyusuan. Setiap penyusuan bentuknya adalah: bayi menyusu sampai kenyang (puas) lalu berhenti dan tidak mau lagi untuk disusukan meskipun diselingi dengan tarikan nafas bayi atau dia mencopot puting susu sesaat lalu dihisap kembali.

Kesimpulan:
- Istilah yg ‘benar’ untuk laki-laki/perempuan yg dilarang dinikahi adalah MAHRAM. Muhrim = orang yg berihram.
- Seorang perempuan yg hendak bepergian hendaknya dilindungi lelaki yg menjadi mahramnya, agar terhindar dari kejahatan yg mungkin muncul selama perjalanan.
- Seseoang dinyatakan menjadi mahram apabila dia menyusu sebelum umur 2 tahun, dan tindakan menyusu dilakukan (sedikitnya) 5 kali penyusuan.
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

Bkn sabar tidak sabar bang devson, hny saja, lebih cepat lebih baik wkwkwkwk..

Hehehe salah ya.. maaf, saya kan ndak copy paste.. :D tp saya tetap ikut yg menyentuh istri tanpa disertai syahwat maka tidak membatalkan wudhu :D
 
Bls: Bila suami yg telah wudhu jk d sentuh istrinya,wudhu nya jadi bat

Bkn sabar tidak sabar bang devson, hny saja, lebih cepat lebih baik wkwkwkwk..

Hehehe salah ya.. maaf, saya kan ndak copy paste.. :D tp saya tetap ikut yg menyentuh istri tanpa disertai syahwat maka tidak membatalkan wudhu :D
yups, selama ga ada syahwat, ga membatalkan wudhu....
 
Back
Top