nurcahyo
New member
Grebeg Bonsai 2006
Berkah Malam Satu Suro untuk Santigi
Oleh trubus
Klik untuk melihat foto lainnya...
Penampilan bonsai jawara itu memang indah. Tata letak cabang di batang amat pas. Susunan batang ke ranting “mengalir” wajar. Kulit batang yang sedikit mengkerut dengan daun kecil mengesankan pohon amat tua. Penampilannya pun sangat alami karena tidak terlihat bekas lilitan kawat dan pemangkasan.
Perakaran bonsai setinggi 40 cm itu juga sangat baik. Akar seakan membelit pohon utama dengan komposisi letak seimbang. “Sosoknya tampak serasi meski ukurannya tidak terlalu besar,” ujar Suprianto, salah satu juri. Tak heran bila santigi mampu mengalahkan sejumlah saingan yang beberapa kali masuk nominasi terbaik nasional, seperti beringin korea dan zelkova, keduanya milik Harja Haruman dari Bandung.
Phusu milik Soeroso Soemaprawiro dari Jakarta sebenarnya berpeluang juara. Jenis itu dibentuk secara terprogram sehingga sosoknya nyaris sempurna. Komposisi letak serasi dengan ‘aliran’ batang ke ranting. Apalagi ditunjang pertumbuhan yang cepat, sehingga lebih berkesan kokoh. “Dari sudut kematangan masih sedikit kalah dari juara,” ujar Hermanto, ketua cabang Perkumpulan Bonsai Ponorogo.
Madya membludak
Di kelas utama hanya santigi, bonsai lokal, yang mampu menahan laju kemenangan bonsai impor seperti zelkova, phusu, dan kimeng. Dari ten of the best, 4 santigi berhasil masuk. Mereka rata-rata berukuran medium dengan tinggi 40 - 54 cm. “Kualitas bonsai lokal yang turun memang rata-rata sangat bagus,” papar Suprianto.
Di kategori madya, bonsai impor merajalela. Dari ten of the best, hanya 2 bonsai lokal masuk nominasi, yakni gulo kumantung milik Edi Suryanto dari Malang dan cemara udang milik Noo Hongliat dari Sidoarjo. Phusu menjadi "raja" di kelas madya dengan menyabet peringkat pertama dan kedua. Masing-masing koleksi Honggo Jiwo S asal Ponorogo dan Toni Sutrisno asal Jakarta.
Kontes berskala nasional itu terbilang ramai. Menurut catatan panitia, peserta terbanyak turun di kategori madya dan regional. Masing-masing berjumlah 140 dan 60 peserta. Kategori utama hanya dikuti 40 peserta. Dari jumlah itu di kategori utama terpilih 9 pot mendapat bendera merah karena poin lebih dari 320.
Tidak seperti kontes-kontes sebelumnya, pemenang didominasi peserta asal Bandung. Lomba kali ini penyebaran juara lebih merata. Selain Bandung, peserta dari Sidoarjo tampil menggigit. Buktinya dari ten of the best di kelas utama, 4 pemenang di antaranya berasal dari Sidoarjo. Sisanya terbang ke Tulungagung, Ponorogo, dan Jakarta.
Berkah Malam Satu Suro untuk Santigi
Oleh trubus
Klik untuk melihat foto lainnya...
Penampilan bonsai jawara itu memang indah. Tata letak cabang di batang amat pas. Susunan batang ke ranting “mengalir” wajar. Kulit batang yang sedikit mengkerut dengan daun kecil mengesankan pohon amat tua. Penampilannya pun sangat alami karena tidak terlihat bekas lilitan kawat dan pemangkasan.
Perakaran bonsai setinggi 40 cm itu juga sangat baik. Akar seakan membelit pohon utama dengan komposisi letak seimbang. “Sosoknya tampak serasi meski ukurannya tidak terlalu besar,” ujar Suprianto, salah satu juri. Tak heran bila santigi mampu mengalahkan sejumlah saingan yang beberapa kali masuk nominasi terbaik nasional, seperti beringin korea dan zelkova, keduanya milik Harja Haruman dari Bandung.
Phusu milik Soeroso Soemaprawiro dari Jakarta sebenarnya berpeluang juara. Jenis itu dibentuk secara terprogram sehingga sosoknya nyaris sempurna. Komposisi letak serasi dengan ‘aliran’ batang ke ranting. Apalagi ditunjang pertumbuhan yang cepat, sehingga lebih berkesan kokoh. “Dari sudut kematangan masih sedikit kalah dari juara,” ujar Hermanto, ketua cabang Perkumpulan Bonsai Ponorogo.
Madya membludak
Di kelas utama hanya santigi, bonsai lokal, yang mampu menahan laju kemenangan bonsai impor seperti zelkova, phusu, dan kimeng. Dari ten of the best, 4 santigi berhasil masuk. Mereka rata-rata berukuran medium dengan tinggi 40 - 54 cm. “Kualitas bonsai lokal yang turun memang rata-rata sangat bagus,” papar Suprianto.
Di kategori madya, bonsai impor merajalela. Dari ten of the best, hanya 2 bonsai lokal masuk nominasi, yakni gulo kumantung milik Edi Suryanto dari Malang dan cemara udang milik Noo Hongliat dari Sidoarjo. Phusu menjadi "raja" di kelas madya dengan menyabet peringkat pertama dan kedua. Masing-masing koleksi Honggo Jiwo S asal Ponorogo dan Toni Sutrisno asal Jakarta.
Kontes berskala nasional itu terbilang ramai. Menurut catatan panitia, peserta terbanyak turun di kategori madya dan regional. Masing-masing berjumlah 140 dan 60 peserta. Kategori utama hanya dikuti 40 peserta. Dari jumlah itu di kategori utama terpilih 9 pot mendapat bendera merah karena poin lebih dari 320.
Tidak seperti kontes-kontes sebelumnya, pemenang didominasi peserta asal Bandung. Lomba kali ini penyebaran juara lebih merata. Selain Bandung, peserta dari Sidoarjo tampil menggigit. Buktinya dari ten of the best di kelas utama, 4 pemenang di antaranya berasal dari Sidoarjo. Sisanya terbang ke Tulungagung, Ponorogo, dan Jakarta.