singthung
New member
BUDDHA ADALAH PEKERJA SOSIAL YANG SERING MENGALAMI PELECEHAN

Tak ada seorang pun yang tak melakukan kesalahan ketika memberikan pelayanan pada negara, bangsa, agama, masyarakat, dan pada dunia. Di semua negara, bangsa, masyarakat, terdapat kelompok- kelompok yang menentang pekerja sosial. Ada yang salah mengartikan pelayanan, juga ada yang menderita karena ingin melayani orang lain, sehingga wajar saja jika orang-orang menentang pelayanan sosial.
Di seluruh negara, seseorang yang melayani cara-cara tradisioanal dengan membabi-buta dapat merusak keyakinan sebuah negara, bentuk-bentuk pemujaan yang kuat dan pemikiran-pemikiran yang ketinggalan zaman adalah masalah besar. Pekerja sosial yang berpikiran maju akan menentang kekuatan-kekuatan yang merusak semacam itu. Sementara yang lainnya mencoba berbagai cara untuk melenyapkan pekerja-pekerja sosial demikian. Kita telah sering mendengar banyak pekerja sosial yang disingkirkan dari negaranya.
Buddha memulai mengubah revolusi sosial dan bangsa di India kuno. Beliau melakukannya dengan tanpa kekerasan, melalui cinta kasih dan kasih sayang, disertai kesabaran dan pengendalian diri, sehingga kehidupan beliau senantiasa selamat.
Setelah Beliau semakin populer, jumlah orang yang menghormatinya semakin bertambah, di saat yang sama jumlah orang yang menentangnya juga bertambah. Akan tetapi, Buddha berkeliling ke desa-desa dan kota-kota, hanya bersama sama dengan pengikutnya. Beliau tidak mendapat perlindungan dari polisi. Kualitas Buddhalah yang melindungiNya.
Di antara dinasti-dinasti kerajaan di India kuno, keturunan sakya adalah yang paling terhormat. Ketika pangeran yang lahir dari garis keturunan terhormat tersebut menjadi seorang petapa yang pindapata, berkeliling ke jalan untuk memperoleh dana makanan, meninggalkan kehormatan dan kemewahan istana, cara-cara beliau sangat bertolak belakang dengan sistim kapitalis pada saat itu, kediktatoran, kehormatan, cara hidup mewah, dan kekuasaan raja-raja. Ada raja dan anggota keluarga kerajaan merasa terhina dengan cara Pangeran Siddhattha itu. Beberapa orang tidak senang dengan melepaskan semua kemewahan pada saat berada di puncak, turun menjadi orang biasa, dan akhirnya tidak memiliki apa-apa.
Mereka para pemimpin spiritual lainnya yang lebih awal terkenal, beserta pengikut-pengikutnya, juga menentang Buddha. Banyak brahmana merasa dendam dengan sikap berlawanan Buddha mengenai konsep kasta dari para brahmana yang menjauh dari kehidupan suci, senang menikmati kemewahan. Devadatta dan pemujanya Asattha juga menentang Buddha.
Sang Buddha harus membimbing umat manusia di saat banyak orang yang memiliki kekuasaan menentang Nya. Mereka menggulingkan batu untuk membunuhnya, mengirimkan panah, menyebarkan racun pada gajah untuk menghancurkan Beliau. Mereka memfitnah dengan keji melalui petapa wanita Sundari dan Cinca Manavika. Mereka menyewa pembunuh. Beliau menanggung siksaan dan tuduhan dari musuh-musuhnya. Seorang brahmana menghina Beliau secara langsung, dengan menyebutnya Vasala (gembel) dan mundaga (kepala botak). Tetapi Buddha tetap tak tergoyahkan akan semua itu. Ia menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang sama yang ia berikan kepada putranya, Rahula, serta tanpa pamrih.
Buddha tak pernah menyimpan dendam sedikitpun walau sekali saja terhadap bekas akibat kekerasan, hinaan dan caci maki. Beliau tak pernah berpikir untuk meninggalkan kerajaannya. Ia tidak pernah berpikir untuk mengurangi pelayanan yang telah ia lakukan. Ia tidak ingin balas dendam, ia tak sedikitpun merasa takut, ia tak tergoyahkan. Beliau menunjukkan kasih yang sama pada semua orang. Karena berkat kekuatan cinta kasih, ia dapat mengatasi penghalangnya. Merekalah yang dikendalikan, dengan rintangan-rintangan tersebut kebesaran beliau semakin meningkat. Lain halnya dengan devadatta, kebesaran namanya tidak dikenal luas. Devadatta terlahir sebagai manusia dengan akar dendam. Buddha menjadi orang yang termulia karena mengembangkan cinta kasih tanpa tujuan balas dendam. Devadatta adalah contoh yang terburuk dari sifat dendam. Contoh yang terbaik adalah Buddha, Beliau tak memiliki dendam sedikitpun
Buddha adalah sosok terbaik seorang pekerja sosial, pengatur dan pemimpin yang tetap terkendali ketika mengalami pelecehan, dan bagi mereka yang tidak menyukai jalan kekerasan. Mereka yang tak sanggup menerima penderitaan tak akan dapat melakukan pekerjaan sosial. Orang hendaknya terlibat dalam pelayanan sosial dengan harapan menemui tekanan-tekanan. Mereka yang senantiasa aman tak melakukan apa-apa tetapi mereka tak sebesar orang yang mengalami siksaan dan hinaan. Penderitaan di kala membimbingi orang lain adalah ukuran seberapa besar bimbingan yang diberikan.
Jika ia tak berani atau menghindari siksaan, ia bukanlah pekerja sosial sejati. Ketika anda membimbing orang lain dan mengalami pelecehan atau usaha pembunuhan, berusahalah mengikuti jalan Buddha. Sebagai umat Buddha, kapan saja kita mengalami penderitaan harus selalu mengingat bagaimana Buddha juga pernah mengalaminya dan tetap tidak terganggu sama sekali dan Beliau menghadapi segala kesukaran dengan penuh kesabaran.