cerpen: Hidup Bertabur Pilu

izma

New member
By…Izma Ayyundha Kirany
Deny sudah merampas kebahagiaanku, merampas bahkan mencuri aku dari diriku, dan aku…aku sudah kehilangan diriku yang sebenarnya. Aku hanya seperti mayat hidup yang berjalan, sudah tak punya tiang untuk berpegang, sudah tak punya tempat untuk berpijak. Yang aku punya hanyalah cinta dan cinta itu sepenuhnya adalah milik Deny. Yah hanya untuk Deny dan aku sudah memastikan itu, siapapun tak kan bisa merubahnya. Bagiku Deny adalah segala-galanya, tanpa dia hidupku akan hampa. Entah apa jadinya diriku bila tak bersamanya, karena aku…aku telah menyerahkan semua apa yang dia inginkan atas diriku. Aku tahu aku bodoh melakukan hal ini tapi entah setan apa yang telah merasukiku. Aku hanya bisa menurutinya tanpa berfikir lebih jauh, tanpa memikirkan nasibku dan keluargaku. Cintalah yang membuatku berani melakukan semuanya. Aku hanya bisa menunggu mukjizat dari Nya, semoga Ia bisa mendengarkan jeritan hatiku.
Tiba-tiba hpku berdering ternyata sms dari Deny, cowok yang membuatku tak bisa berpaling ke yang lain.
“Yank…kamu siap-siap yah, aku mau ngajak kamu ketempat yang paling indah”
Aku tersenyum membacanya. Deny memang selalu memberiku kejutan-kejutan diluar dugaanku.
Kulirik jam di dinding kamarku, sudah pukul 7.00 malam tapi Deny belum juga datang, padahal sedari tadi aku sudah berdandan rapi untuknya. Kucoba tenangkan diri dari fikiran-fikiran negative yang menghantuiku. Walau semua teman-temanku menilai Deny dari keburukannya tapi bagiku Deny tak seburuk yang mereka fikirkan.
Kunyalakan tv agar bisa mengusir rasa bosanku menunggu Deny, tapi si cerewet Melda datang menggangguku.
“Ri, buku catatan aku mana?”
“Ada di meja, ambil aja sendiri” jawabku sekenanya.
“Hei!!! kamu cantik amat sih, mau kencan sama Deny?”
“Nah itu dah tau napa masih nanya”
“G’usah kesel gitu dong Ri, aku kan cuma nanya, yah udah, hati-hati yah.”
Sebel juga dengar celotehan Melda yang itu-itu melulu, emang dia fikir aku mau ketemu perampok apa.
Tiiit…hpku berbunyi, kulihat sms dari Deny, cepet-cepat aku buka, “Yank, sowry yah malam ini aku ga jadi jemput kamu, teman aku sakit g’ enak ninggalin dia sendiri”. Akh…Deny gimana sih, udah sebel gara-gara Melda eh malah ditambah dia ga jadi datang. Melda pasti bakal ngetawain aku lagi dan pasti kuliah tujuh menit bakal aku dengar lagi dari dia. Sebel…sebel…sebel…!!!
Aku menguap menahan kantuk, padahal sekarang sudah pukul 7.00 pagi. Kulihat Melda bergegas mandi, aku berfikir emang hari ini ada kuliah pagi. Terdengar melda memanggilku...
“Riana…cepeten mandi, mau telat lagi kamu!”
“Emang hari ini kita ada kuliah pagi yah Mel” balasku
“Ampun dhe…soal kuliah kamu g tau tapi soal Deny kamu tau banget.”
Aku hanya bisa mengumpat dalam hati, bagiku Melda udah keterlaluan mencampuri urusan pribadiku. Aku benar-benar bosan dibuatnya.
Aku mengikuti kuliah dengan suntuk, tak ada satu pun penjelesan pak. Tamrin yang masuk di otakku, semuanya terasa mengambang, apalagi mata kuliah yang paling membosankan, statistik dengan r square, Y= a+b (x), membuatku gerah ngeliatnya. Aku benci perhitungan, kenapa harus belajar statistik di ekonomi. Daripada bosan nunggu pak. Tamrin selesai dengan penjelesannya, mending aku buka inbox aja. “Yank…hari ini kamu kuliah kan, tunggu aku dikampus yah, sejam lagi aku kesana.” Kulirik Melda, kulihat ia serius menghitung analisis korelasinya. Syukurlah ia tak melihatku, ia emang paling doyan sama mata kuliah yang satu ini.
“Hai sayank!!! Dah lama yah, sowry yah.”
“G’pa2 cayank.” Jawab Deny mengacak rambutku.
“Aduh…Deny, jadi berantakan nih” rajutku manja. Deny hanya tersenyum melihat ulahku.
“Yank..makan yuuk!”
“Ayo…aku emang laper banget nih, tapi sengaja nungguin kamu supaya bisa sama-sama kamu.” Jawabku sambil menggandeng tangannya.
“Yank, aku ke toilet dulu yah, kamu pesan aja dulu makanannya”
“Oh…ia yank, jangan lama-lama yah!” tapi sepertinya Deny sudah tak mendengarnya lagi, udah keburu menghilang. Kebelet kale…!!! Tiba-tiba hpnya berdering, yah aku iseng aja angkat, lagian aku yakin Deny g’ bakal marah.
“Halo…!!!” jawabku
“Halo…kamu siapa???”
“Lho kamu yang siapa?” balasku.
“Aku Ina…pacarnya Deny, Denynya mana yah, koq yang angkat cewek”
Darahku berdesir hebat, jantungku terasa berhenti berdetak, kupingku begitu panas mendengar ucapannya. Hatiku perih. Untungnya aku masih bisa menahan agar air mataku tidak tumpah. Ini udah yang ke-5 kalinya Deny ketahuan selingkuh. Aku menenguk air putih didepanku, sekedar untuk mengusir rasa galau dihatiku.
“Lho yank, kamu kenapa? Sakit?” Tanya Deny sambil memegang keningku.
Yah aku sakit…sakit gara-gara kamu, teriakku dalam hati.
“Yank, kamu panas yah?” Tanya Deny lagi.
Tapi aku hanya diam mendengarnya. Ia begitu pintar berpura-pura didepanku, tapi ia tidak pernah mau mengerti perasaanku. Aku heran mengapa Deny belum berubah juga, tidakkah ia bisa melihat pengorbananku selama ini untuknya. Terbuat dari batukah hatinya Deny, mengapa ia begitu doyan menyakiti perasaanku. Mengapa aku belum juga bisa menguasai hati jiwa dan fikiranmu Deny? Mengapa kau selalu membagi hatimu untuk orang lain? Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.
“Deny!!! antar aku pulang.”
“Lho koq pulang yank, bukannya mau makan.”
“G’ jadi, aku udah kenyang liat muka kamu.”
Deny heran mendengar ucapan aku barusan, tapi sepertinya ia tetap mengikuti langkahku.
“Yank…koq ngelamun sih, kita udah sampai rumah kamu nih.”
“Oh…!!!” jawabku datar.
“Ri…tunggu dulu!” cegah Deny saat aku hendak turun dari mobilnya. “Kamu kenapa?” aku diam saja, tidak menanggapi pertanyaannya. “Yah, sayang tadi itu mubassir lho, kita pesan tapi g’ dimakan, kan kasian.”
Kupingku begitu panas mendengarnya. Deny malah lebih mementingkan makanan dibanding perasaanku. Jangan-jangan semalam dia g’ jadi datang juga karena cewek yang bernama Ina itu. Deny benar-benar keterlaluan.
“kamu laper Den?” sahutku kemudian.
“Yah laper banget sayang.”
“Kalo’ gitu kamu makan aku aja, sekalian telen aku bulat-bulat, biar kamu langsung ngerasain kenyangnya.”
“Lho…kamu kenapa sih Ri, koq ngomongnya jadi ngawur gitu.”
“Kalo’ kamu belum puas, kamu makan juga itu Ina sekalian.” Sahutku berapi-api.
“Riana…!!!” sahut Deny setengah membentak, tapi ia tidak meneruskan ucapannya. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan, aku hanya bisa menunduk sementara Kristal-kristal bening berjatuhan terurai dipipiku.
“Dari mana kamu tau tentang Ina?” sahutnya kemudian.
“kenapa? Kamu takut aku mengetahuinya, kamu takut aku tau kalau dia pacar kamu.” Tapi Deny hanya diam, kulihat dia menarik nafas panjang.
“Ina itu…”
“Pacar kamu kan.” Aku tiba-tiba memotong pembicaraannya.
“Dia itu cuma teman aku Ri.”
“Kamu g’ usah pura-pura lagi Den, aku udah tau semuanya, semalam kamu g’ jadi datang juga karena cewek itu kan. Kenapa sih Den, kamu g’ pernah puas dengan satu cewek.”
“Ri…Ina itu Cuma teman aku, g’ lebih, kenapa sih kamu g’ percaya banget ma aku.”
“Percaya!!! Den, aku udah berusaha percaya ma kamu tapi apa, kamu selalu saja menghancurkan kepercayaan yang aku berikan ke kamu, dan kamu bilang Ina Cuma teman kamu! Sampai kapan kamu mau menyimpan semua kebohongan ini Den? Kasian, kalau kamu tidak mengakuinya atau jangan-jangan kamu juga nda mengakui aku.”
“Koq kamu jadi berfikir kaya’ gitu sih! Ok, kalau itu emang mau kamu, Ina emang pacar aku. Puas!!!”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, sementara Kristal-kristal bening itu semakin deras membanjiri pipiku.
“Den…kamu sayang g’ sama aku.”
“Ia Ri, aku sayang banget sama kamu.”
“Kalau kamu sayang sama aku, kamu pilih aku atau Ina?”
Kulihat Deny terdiam, mulutnya seperti terkunci. Aku tahu aku telah memberinya pilihan yang sulit. Tapi aku juga tidak bisa melakukan apa-apa, aku tidak mau terus-terusan bersamanya, sedang hatinya terbagi dengan cewek lain. Aku benar-benar tidak sanggup.
“Kamu ngomong apa sih Ri…?”
“Den, aku hanya butuh jawaban kamu sekarang. Aku sudah capek berdebat dengan kamu. Jadi aku harap kamu bisa nentuin pilihan sekarang, aku atau Ina?”
“Tapi Ri…!!! Aku sama sekali g’ bisa milih diantara kalian, aku sayang kalian berdua, dan aku g’ ingin kehilangan kalian berdua, sekarang kamu menyuruhku untuk memilih, mana mungkin aku bisa melakukannya Ri, tolong dong kamu jangan seperti ini.”
Mendengar semua ucapan Deny, aku seperti kehilangan kendali, aku bingung! Benar-benar bingung, tapi aku g’ tau meski melakukan apa. Yang aku tahu, aku tidak akan pernah rela membiarkan Deny bersama orang lain. Disisi lain, cewek itu pasti juga g’ rela kalo’ harus melepas Deny, itu beralasan karena nyata-nyata Deny juga menyanyanginya.
Sekarang kebahagiaan yang kuharapkan sepertinya tak berpihak lagi padaku, aku sudah kehilangan semuanya. Tapi sampai kapan pun aku tak pernah bisa melupakannya, dan aku juga tidak akan pernah menyesal karena telah mencintainya.
 
Bls: Hidup Bertabur Pilu

singkat dan menarik, tapi terlalu campur aduk, gimana kalo diberi jarak?
tulisannya bagus, tapi klo gak ada jarak, ntaran yang baca jadi minder.
keep typing!

rename
 
Bls: cerpen: Hidup Bertabur Pilu

makasih...
tipsnya, insyaAllah akan dicoba...!!!
 
Back
Top