Cerpen : SILVIA BERJALAN KE KAMARNYA

niens

New member
SILVIA BERJALAN KE KAMARNYA

Silvia berjalan kekamarnya, segera ia melemparkan tas dan menghempaskan tubuhnya dikasur yang empuk.Ia mendesah pelan, pikirannya terus bertanya-tanya mengapa ia sampai diberhentikan dari pekerjaanya. Padahal menurut Silvia. Ia sudah maksimal dalam melakukan pekerjaannya dikantor. Tetapi nasib berkata lain, mau tidak mau Silvia harus meninggalkan pekerjaan yang selama sekian tahun menjadi tumpuan hidupny. Ia memejamkan mata, pikirannya berkecamuk berbagai hal, terutama ketakutannya untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Ia berpikir darimana Ia harus membayar rumah kontrakan yang kini didiaminya, belum lagi untuk kebutuhan yang lainnya. Ingin rasanya Ia pulang kerumah orang tuanya, toh mereka tak akan keberatan karena orang tua Silvia tergolong orang yang berkecukupan. Tapi rasa malunya mengurungkan niatnya untuk pulang kerumah orang tuanya. Disaat-saat seperti ini Silvia sangat membutuhkan teman untuk berbagi. Silvia baru tersadar kalau sudah dua tahun Ia sendiri. Mengapa baru sekarang Ia tersadar bukannya dulu-dulu. Rupanya beban pekerjaan yang telah membuat Silvia lupa akan satu hal penting ini. Silvia sangat disibukkan dengan pekerjaan dan sekartang balasan dari perusahaan itu adalah adalah PHK.
Dering telepon membuat Silvia terhenyak dari lamunannya, segera Ia bangkit dan mengangkat gagang teleponnya.
“Halo…!”
“Bisa bicara dengan Ibu Silvia ?”
“Ia saya sendiri, ini dengan siapa ya ?”
“Ini dari PT.XXX, apa betul pada tanggal 30 Agustus Ibui mengajukan surat lamaran?”
“Ia betul…”
“Kalau begitu besok pukul 08.00 WIB Ibu segera datang untuk diinterview, apa kira-kira Ibu bisa ?”
“Oh…sangat bisa pak, terimakasih besok saya aka dating tepat waktu”
Betapa gembiranya Silvia akibat dari telepon itu, Ia merasakan didadanya ada yang meledak-ledak, Ia melompat-lompat sampai kakinya terkilir hingga Ia jatuh terjerembab, dan hup…lalu Silvia terbangun. Ah rupanya hanya mimpi, ia menoleh kearah telepon. Teleponnya masih rapi pada tempatnya dan tentunya tidak berdering. Ditangan kanannya masih menggenggam surat PHK nya. Ia sangat kesal lalu berteriak Aaaaarg…!!!
***
Pagi yang cerah, sangat berlawanan dengan hati Silvia yang mendung. Ia membeli Koran berharap akan mendapatkan berita lowongan pekerjaan dari Koran tersebut. Ia membolak-balik koran itu dan membubuhkan spidol merah pada target perusahaan yang akan diincarnya. Setelah itu Ia membeli bahan untuk membuat surat lowongan pekerjaan. Ia menghitung sisa uang yang ada didompetnya. Dalam hati Ia berkata “Aku harus mencari kontrakan baru, atau setidaknya kos untuk menghemat biaya”. Ia sangat sedih harus meninggalkan kontrakannya yang nyaman yang sudah sekian tahun menjadi tempatnya untuk berlindung. “Oh Tuhan…tapi aku harus kuat” gumamnya

***
Tempat tinggal Silvia yang baru ini, fisiknya jauh dari sebelumnya. Agak kumuh sangat jauh dari jalan raya. Tidak ada trayek angkutanpun kesana. Bahkan angkutan sekecil mikroletpun, yang ada hanya dua buah becak yang ada di gang. Jalannyapun belum diaspal dan masih banyak lubang besar, berlumpur. Silvia membayangkan kalau musim hujan pasti becek sekali.
Ceritanya, Silvia mendapatkan tempat kos yang begitu jauh ini karena kebetulan saja ketika pada suatu hari Ia berjalan-jalan menyusuri pinggiran kota dan singgah disebuah warung. Kemudian berbincang-bincang dengan pemilik warung. Tampak dari raut mukanya Ia masih muda. Ia menanyakan dimana tempat tinggal Silvia, Silviapun memberitahu bahwa Ia bertempat tinggal didalam kota dan berkehendak untuk mencari tempat-tempat yang agak pinggir. Pemilik warung itupun bercerita bahwa temannya punya satu kamar kosong, rata-rata yang menghuni kosan itu adalah orang yang sudah bekerja. Ah…tepat sekali, Iapun meminta lamat tempat kost itu kepada si pemilik warung.
***

Pagi yang cerah dan lagi-lagi bertolah belakang dengan hati Silvia yang mendung. Ia harus menyusuri gang yang sempit lalu naik becak untuk menuju kejalan raya. Ia tidak naik taxi untuk menghemat uang, Ia naik bus kota. Berkelilinglah Ia menyusuri kota untuk melamar pekerjaan. Beberapa perusahaan hanya memberikan janji untuk segera menghubunginya.
Siang begitu terik, Silvia sangat lapar perutnya berbunyi. Ia lupa kalau tadi pagi belum sarapan, segera saja Ia mencari warung nasi terdekat. Ia memesan satu porsi nasi campur dan the. Sambil menunggu pesanan Ia melamun, tiba-tiba Ia sangat rindu Ayah Ibu lalu Ia meraih handphone dan menghubungi mereka. Silvia menceritakan apa yang baru saja dialaminya kepada Ibunya, terdengar isak tangis dari seberang sana dan meminta Silvia untuk pulang. Tetapi Silvia tidak mau, Ia tetap kekeh dengan kemauannya untuk hidup mandiri.
Setelah menghabiskan nasi campurnya Silvia segera pulang ditempat kostnya. Lagi-lahi Ia harus melewati gang sempit itu, lalu brug…! Ia bertubrukan dengan seseorang yang mengakibatkan seluruh buku yang ada ditangannya terjatuh. Ia ingin sekali marah tetapi Ia segera mengurungkan niatnya setelah melihat wajah seseorang itu, rupanaya orang yang menubruknya itu adalah laki-laki yang lumayan tampan.
“Eh maaf…aku terburu-buru” kata laki-laki itu sambil membantu mengambil buku Silvia yang terjatuh.
“Ah…gapapa, tapi lain kali hati-hati ” jawab Silvia sambil tersenyum.
Kemudian laki-laki itu berjalan dengan tergesa-gesa setelah mengucapkan maaf sekali lagi kepada Silvia.
***

Silvia terkejut ketika menemukan sebuah buku kecil yang terselip diantara buku-buku yang Ia bawa siang tadi. “pasti milik pemuda itu” pikirnya. Ah kasian sekali, pasti sekarang Ia sedang mencari-cari bukunya. Kata Silvia dalam hati.
Malam ini udara sangat panas, Silvia menuju keberanda sekedar menyegarkan diri. Tangannya menggenggam satu gelas susu yang sudah tinggal setengah. Lalu ditatapnya langit sambil melamun Silvia berpegangan pada sebuah pagar yang sudah lapuk. Dia meminum lagi susunya, sudah hamper satu minggu Ia menjadi pengangguran. Sisa uangnya sudah semakin menipis. “Ah…ini gara-gara perusahaan yang memecatku tiba-tiba” kata Silvia sambil mencengkeram kuat pagar kayu yang sudah lapuk itu, dan krak…! Kayu itu patah dan Siviapun terjauh. Beruntung Ia masih menggelantung dipagar kayu itu. Kamar Silvia berada dilantai dua, jadi sendainya tubuhnya jatuh bisa-bisa bahaya.
“Aduh…!” terdengar teriakan dari bawah.
Kaki Silvia menyenggol sesuatu, ketika Ia melirik kebawah ternyata ada orang yang sekarang kepalanya dibuat pijakan oleh Silvia.
“Maaf…tolong saya…!” teriak Silvia.
Tiba-tiba tangan Silvia tidak cukup kuat terlalu lama berpegangan pada kayu itu, lalu Iapun terjatuh dan Hup…! Beruntung Silvia ditangkap dari bawah oleh seseorang yang tadi kepalanya dibuat pijakan olehnya.
“Aduh..terimakasih terimakasih saya tidak tahu kalau tidak ada Anda entah bagaimana nasib saya sekarang” kata Silvia sambil terengah-engah.
“Sama-sama, tapi ngomong-ngomong tubuh kamu berat juga ya!”
Mendengar kata itu Silvia jadi malu, wajahnya memerah. Hei..dia kan laki-laki yang bertabrakan dengannya siang tadi.
“loh..kamu kam orang yang menabrakku siang tadi!”
“Oh iya-ya?” kata laki-laki itu sambil menggaruk-garuk kepala
“Kok kamu bisa ada disini?” lanjut Silvia
“Aku kan kost disini tepat dibawah kamarmu”
“Oh…jadi kita satu kosan?”
“Iya…eh nama kamu siapa?”
“Silvia”
“Wisnu”
Begitulah awal perkenalan mereka, kemudian acara perkenalanpun berlanjut dengan obrolan panjang. Tiba-tiba Silvia teringat sesuatu tentang buku.
“Ngomong-ngomong kamu kehilangan buku ngga’?”
“Loh kok kamu tahu? Iya dari tadi aku nyariin bukuku bentuknya kecil”
“Iya aku sudah tahu, bukumu aku temukan terselip diantra buku-bukuku mungkin terbawa saat bertabrakan tadi”
Obrolan merekapun semakin akrab dan Silvia menceritakan semua yang terjadi pada dirinya. Ia merasa beban kesedihannya berkurang.
***

Pagi yang cerah, kali ini sama dengan hati Silvia yang juga cerah. Ia beranjak dari tempat kostnya. Hari ini Ia memutuskan untuk mencari pekerjaan lagi. Tampak Wisnu berjalan tergesa-gesa dari tempat kostnya. Sebenarnya Silvia ingin memanggil tetapi diurungkan niat itu karena kelihatannya Wisnu sedang terburu-buru.
Silvia memutuskan naik bus kota, Ia memilih tempat dibelakang sopir. Ketika bus berhenti dihalte berikutnya bus itu mulai sesak. Terlihat ada seorang Ibu lanjut usia yang tidak kebagian tempat duduk dan terpaksa harus berdiri. Silvia tidak sampai hati , maka disuruhlah Ibu itu duduk ditempatnya sedang Silvia sendiri berdiri denga berpegangan pada tiang bus. Tiba-tiba ada orang yang menepuknya dari belakang, seorang laki-laki paru baya. Ia langsung berkenalan dengan Silvia dan menawari Silvia menjadi model ditempatnya. Silvia sangat senang dengan tawaran itu. Pria itupun memberikan alamat kantornya kepada Silvia.
Keesokan harinya Silvia langsung datang kekantor pria itu. Disana sudah nampak dua orang wanita seusia dirinya. Lalu Silvia mendekatinya dan mengajak berkenalan. Ternyata dua orang wanita itu juga calon model seperti Silvia. Kemudian dating pria yang mengaku bernama bapak Agus yang tidak lain seseorang yang menawari mereka untuk menjadi model. Bapak Agus berbicara panjang lebar kepada mereka bertiga, terutama masalah gaji yang akan diperoleh para model. Lima juta perbulan adalah gaji yang sangat menggiurkan. Pembicaraan berlanjut dengan pada surat penandatanganan kontrak. Bapak Agus mengakhiri pembicaraannya dan kemudia menyuruh mereka termasuk Silvia untuk dating lagi keesokan harinya dialamat yang berbeda.
“Besok kalian sudah mulai pemotretan” lanjut pak Agus
Silvia sangat senang bagai kejatuhan durian runtuh. Lalu Ia menceritakan ihwal itu kepada Wisnu. Tetapi Wisnu lebih banyak diam daripada menimpali omongan Silvia. Silvia merasa ada yang aneh dalam diri Wisnu, tetapi perasaan itu Ia tepis jauh-jauh karena Ia sedang merayakan kegembiraannya.
***

Panas yang terik, Silvia sedang mencari-cari alamat yang diberikan oleh Bapak Agus kepada dirinya. Ia tidak merasakan panas yang menyengat itu karena Ia naik taxi.
Jalan cendrawasih Blok D no 4, alamat itu sudah Silvia temukan. Tampak rumah megah berdiri dengan kokohnya dengan berpagar besi. Silvia memencet bel yang ada diluar pagar. Lalu satpam membukakannya dan mengantar Silvia didepan pintu rumah. Didepan pintu rumah Silvia memencet bel lagi, lalu pintupun terbuka, nampak seorang pria berbadan tegap dan besar segera menyilahkan Silvia masuk . Kemudian disusul dengan dua orang wanita yang juga calon model sepertyi Silvia, rupanya dua orang wanita itu juga baru dating.
Kemudian datang pelayan yang lumayan cantik menyuguhkan minuman dengan biskuit. Karena haus Silvia langsung saja meneguknya. Begitupun kedua temannya. Lima menit berlangsung, Silvia merasakan pusing dan matanya diserang kantuk hebat. Tubuhnya lemas. Ia segera menyandarkan diri dikursi. Kemudian Ia merasakan tubuhnya diangkat oleh seseorang. Tapi Silvia tetap memejamkan matanya, karena sulit untuk membukanya setelah itu semua hitam.
***

Silvia terbangun dan mendapati ruangan berwarna putih, rupanya ini sebuah rumah sakit. Dan disamping Silvia duduk Wisnu dengan muka cemas.
“Eh…kamu sudah sadar?”
“Kenapa aku bias dirumah sakit?”
“Ceritanya panjang..”
Lalu Wisnu menceritakan semua yang dialami Silvia dirumah besar itu. Tawaran model itu hanya tipuan, rumah megah itu ternyata tempat sindikat pelacuran. Wisnu mengetahui hal itu karena Ia seorang detektif yang kebetulan sekarang juga menangani kasus yang sama.
“Oh Tuhan…” Silvia memekik dan hampir menangis, seandainya tidak ada Wisnu entahlah apa yang akan terjadi sekarang. Lalu tiba-tiba Wisnu berkata, “makanya jangan gampang percaya, body lurus gitu mau jadi model” kata Wisnu sambil mengacak-acak rambut Silvia. Silvia jadi sebal dan tidak jadi menangis, lalu Ia mencubit tangan Wisnu sekeras-kerasnya. Rupanya semua cobaan yang diberikan oleh Tuhan berbuah hiikmah, Silvia sudah menemukan teman. Teman yang menurut Silvia bias menjadi tempat bersandar dan melindungi dirinya.
Tiba-tiba handphone Silvia berbunyi, lalu dengan bantuan Wisnu Silvia meraih handphonenya. Terlihat dilayar handphone nomor yang tidak dikenal Silvia.
“Halo…”
“Halo selamat malam…apa ini benar dengan Ibu Silvia?” terdengar suara perempuan
“Ia benar…dengan siapa ya?”
“Ini dari PT. Anugrah, sekedar mengabarkan besok jam delapan pagi Ibu dimohon datang dikantor kami untuh interview”
Setengah percaya setengah tidak Silvia mendengar kabar itu, tetapi Silvia sangat senang matanya berbinar-binar ternyata PT Anugrah itu adalah perusahaan yang didatanginya dua hari yang lalu. “Kali ini pasti benar” ucap Silvia dalam hati.
***

Pagi yang cerah, tetapi jauh lebih cerah hati Silvia, Ia dengan begitu semangat bersiap-siap untuk berangkat interview, dan tentunya Ia tidak sendiri. Disampingnya sudah ada Wisnu yang akan selalu menemaninya.
By Niens.
 
Back
Top