gerimis
New member
Bls: Gratis.. Materi pelajaran Sekolah...
1) Sejarah sebagai Ilmu
Sebagai ilmu, sejarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Empiris
Empiris berasal dari kata empeiria dari bahasa Yunani yang berarti pengalaman. Sejarah sangat bergantung pada pengalaman manusia. Pengalaman tersebut direkam dalam dokumen dan peninggalan peninggalan sejarah lainnya. Sumber-sumber sejarah tersebut, kemudian diteliti oleh sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta tersebut diinterpretasikan, kemudian dilakukan penulisan sejarah.
b) Memiliki Objek
Kata objek berasal dari Latin objectus artinya yang di hadapan, sasaran, tujuan. Setiap ilmu harus memiliki tujuan dan objek material atau sasaran yang jelas yang membedakan dengan ilmu yang lain. Sebagaimana banyak ilmu lainnya, objek yang dipelajari oleh sejarah sebagai ilmu adalah manusia dan masyarakat. Akan tetapi, sejarah lebih menekankan sasarannya kepada manusia dalam sudut pandang waktu.
c) Memiliki Teori
Dalam bahasa Yunani theoria berarti renungan. Sama seperti ilmu sosial lainnya, sejarah mempunyai teori yang berisi kumpulan Kaidah-kaidah pokok suatu ilmu seperti: teori tentang nasionalisme, teori geopolitik, teori struktur fungsional, teori Challenge and Response oleh Arnold Toynbee, teori konflik sosial dan Karl Marx, dan teoni Future Shock oleh Alfin Tofler.
d) Memiliki Metode
Dalam bahasa Yunani methodos berarti cara. Dalam rangka penelitian, sejarah mempunyai metode tersendiri. Oleh karena itu, dalam memahami suatu realitas, sejarawan memiliki patokan-patokan teoritas dan metodologis tersendiri. Patokan-patokan tersebut menjadi tradisi ilmiah yang senantiasa dihayati.
2) Sejarah sebagai Seni
Sejarah dikatakan sebagai seni sebab dalam rangka penulisan sejarah, seorang sejarawan memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan
gaya bahasa.
a) Intuisi
Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Sering kali dalam rangka memilih suatu penjelasan sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini, cara kerja sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman, Walaupun demikian, dalam menuliskan hasil karyanya seorang sejarawan harus tetap berpijak kepada data yang telah diperolehnya.
b) Imajinasi
Dalam melakukan pekerjaannya seorang sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang terjadi sesudah itu. Misalnya, dalam rangka menggambarkan Perang Aceh, Ia harus mampu berimajinasi mengenai pantai, hutan, desa, meunasah, istana, masjid, dan bukit-bukit. Ia mungkin akan bisa memahami Teuku Umar melalui pemahaman imajinernya tentang pantai, perlawanan Tjoet Nyak Dhien melalui hutannya dan cita-cita perang sabil lewat imajinasinya tentang desa, meunasah, dan masjid.
c) Emosi
Pada masa penulisan sejarah zaman Romantik, yaitu pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, sejarah dianggap sebagai abang sastra. Akibatnya, dalam penulisan sejarah disamakan dengan menulis sastra. Oleh karena itu, dalam penulisan sejarah harus dengan keterlibatan emosional. Seorang yang membaca sejarah penaklukan Meksiko, jatuhnya Romawi, pelayaran orang Inggris ke Amerika, harus dibuat seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu. Dalam hal ini penulis sejarah harus punya empati yang tinggi (dalam bahasa Yunani empatheia berarti perasaan) untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sejarawan diharapkan dapat menghadirkan peristiwa sejarah, seolah-olah mengalami sendiri peristiwa itu. Untuk sejarah kebudayaan hal ini sangatlah penting.
Sejarah sebagai Ilmu dan Seni
1) Sejarah sebagai Ilmu
Sebagai ilmu, sejarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Empiris
Empiris berasal dari kata empeiria dari bahasa Yunani yang berarti pengalaman. Sejarah sangat bergantung pada pengalaman manusia. Pengalaman tersebut direkam dalam dokumen dan peninggalan peninggalan sejarah lainnya. Sumber-sumber sejarah tersebut, kemudian diteliti oleh sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta tersebut diinterpretasikan, kemudian dilakukan penulisan sejarah.
b) Memiliki Objek
Kata objek berasal dari Latin objectus artinya yang di hadapan, sasaran, tujuan. Setiap ilmu harus memiliki tujuan dan objek material atau sasaran yang jelas yang membedakan dengan ilmu yang lain. Sebagaimana banyak ilmu lainnya, objek yang dipelajari oleh sejarah sebagai ilmu adalah manusia dan masyarakat. Akan tetapi, sejarah lebih menekankan sasarannya kepada manusia dalam sudut pandang waktu.
c) Memiliki Teori
Dalam bahasa Yunani theoria berarti renungan. Sama seperti ilmu sosial lainnya, sejarah mempunyai teori yang berisi kumpulan Kaidah-kaidah pokok suatu ilmu seperti: teori tentang nasionalisme, teori geopolitik, teori struktur fungsional, teori Challenge and Response oleh Arnold Toynbee, teori konflik sosial dan Karl Marx, dan teoni Future Shock oleh Alfin Tofler.
d) Memiliki Metode
Dalam bahasa Yunani methodos berarti cara. Dalam rangka penelitian, sejarah mempunyai metode tersendiri. Oleh karena itu, dalam memahami suatu realitas, sejarawan memiliki patokan-patokan teoritas dan metodologis tersendiri. Patokan-patokan tersebut menjadi tradisi ilmiah yang senantiasa dihayati.
2) Sejarah sebagai Seni
Sejarah dikatakan sebagai seni sebab dalam rangka penulisan sejarah, seorang sejarawan memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan
gaya bahasa.
a) Intuisi
Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama masa penelitian berlangsung. Sering kali dalam rangka memilih suatu penjelasan sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini, cara kerja sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman, Walaupun demikian, dalam menuliskan hasil karyanya seorang sejarawan harus tetap berpijak kepada data yang telah diperolehnya.
b) Imajinasi
Dalam melakukan pekerjaannya seorang sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang terjadi sesudah itu. Misalnya, dalam rangka menggambarkan Perang Aceh, Ia harus mampu berimajinasi mengenai pantai, hutan, desa, meunasah, istana, masjid, dan bukit-bukit. Ia mungkin akan bisa memahami Teuku Umar melalui pemahaman imajinernya tentang pantai, perlawanan Tjoet Nyak Dhien melalui hutannya dan cita-cita perang sabil lewat imajinasinya tentang desa, meunasah, dan masjid.
c) Emosi
Pada masa penulisan sejarah zaman Romantik, yaitu pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, sejarah dianggap sebagai abang sastra. Akibatnya, dalam penulisan sejarah disamakan dengan menulis sastra. Oleh karena itu, dalam penulisan sejarah harus dengan keterlibatan emosional. Seorang yang membaca sejarah penaklukan Meksiko, jatuhnya Romawi, pelayaran orang Inggris ke Amerika, harus dibuat seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu. Dalam hal ini penulis sejarah harus punya empati yang tinggi (dalam bahasa Yunani empatheia berarti perasaan) untuk menyatukan perasaan dengan objeknya. Sejarawan diharapkan dapat menghadirkan peristiwa sejarah, seolah-olah mengalami sendiri peristiwa itu. Untuk sejarah kebudayaan hal ini sangatlah penting.