Format grup musik lokal yang terdiri dari pasangan suami istri ternyata bukan hanya Endah N Rhesa, ada juga nama yang sebenarnya sudah sejak lama malang melintang di dunia musik, yakni Suarasama, grup folk asal Sumatera Utara yang sebenarnya telah memulai bermusik sejak 1995 namun namanya memang kurang terekspos, mungkin dikarenakan format musik yang kurang 'menjual,' dilihat dari sisi format musik yang mereka buat adalah terdiri dari 'world music' yang lebih cenderung mengangkat musik tradisional berbagai budaya dunia dan memiliki durasi lagu yang 'terlalu panjang' untuk standar musik populer. Namun meskipun di sini Suarasama kurang dikenal, mereka telah banyak mendapat perhatian dari 'dunia luar,' salah satunya adalah pada tahun 2008 album Suarasama yang berjudul "Fajar Di Atas Awan" masuk ke dalam Album of the Year kategori Best World Music Album oleh San Fransisco Chronicle. Suarasama terdiri dari Irwansyah Harahap dan Rithaony Hutajulu yang keduanya adalah peneliti dan juga dosen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara. Irwansyah Harahap juga adalah seorang lulusan University of Wellington Seattle saat ia meneruskan studi Masternya dalam bidang Etnomusikologi. Dalam mengenyam pendidikannya di University of Wellington Seattle ia telah bertemu banyak orang yang mempengaruhinya dalam membuat komposisi yang ia mainkan dalam Suarasama. Suarasama telah merilis 4 album, album pertamanya berjudul "Fajar Di Atas Awan" yang dirilis pada tahun 1998, lalu "Rites of Passage" pada tahun 2002, kemudian "Lebah" pada tahun 2008, dan yang terbaru dirilis pada tahun 2013 bertajuk "Timeline" yang dirilis label Space Records asal Jakarta. Menimbang dari latar belakang Suarasama yang adalah peneliti, penggemar, pengajar, dan pemusik itu sendiri, kita dapat memandang mereka seperti ensiklopedi "world music" hidup. Pada "Timeline" konsep yang mereka bawakan masih tetap sama, yakni world music, akan tetapi dilihat dari banyaknya jam terbang mereka di dunia musik selama 13 tahun, membuat album "Timeline" dalam segi konsep lebih berkembang dari album-album sebelumnya.
Lagu pembuka pada album "Timeline" berjudul "Padamu Perang" yang mengadaptasi lagu "Chedo" bangsa Fula di Afrika Barat. Istilah "Chedo" adalah sebutan bangsa Fula atas bangsa Mandinka yang kerap kali menyerang dan suka berperang, sehingga lagu ini pun dibuat sebagai bentuk perenungan dan juga nasihat bagi para pelaku perang bahwa perang hanyalah mendatangkan penderitaan. Kemudian "Dukkha" yang menggunakan alat musik petik yang terdengar seperti instrumen petik bangsa Viking, sehingga suasana yang terbangun dalam lagu ini cukup kental dengan musik Eropa Timur.
Sedangkan pada lagu "Timeline" atmosfirnya sangat ke-Timur Tengah-an, layaknya musik yang digunakan untuk menuju tahap spiritual tertentu dalam tradisi Sufi. Ada yang terdengar berbeda dalam "Sea Fish," yaitu absennya alat musik petik 'asing' yang biasanya hadir dalam lagu-lagu Suarasama, di sini mereka terdengar menggunakan gitar klasik namun dengan pembawaan melodi yang tidak biasa dibawakan dengan gitar klasik, ditambah dengan harmoni vokal yang bernuansa Timur Tengah. Lagu "Awesome" memiliki dasar melodi musik Barat yang pada beberapa bagian terdengar bluesy.
"Journey" membawa alam pikiran menjelajah spiritual ala romantisme Sufi dengan iringan beat-beat perkusi yang perlahan bertambah cepat hingga akhir lagu. Lirik berbahasa Indonesia pada album ini terdapat pada pembuka dan juga penutup album, sebelumnya pada "Padamu Perang" dan juga pada lagu terakhir di album ini yang berjudul "Kita Berbagi (We Share)". Lagu penutup album ini memakai gitar akustik dalam membentuk pola dasar melodi dan memiliki pesan harapan positif dalam menjalani kehidupan yaitu dengan saling berbagi. Kini The Suarasama juga mendistribusikan katalog albumnya dalam bentuk digital streaming melalui Digibeat, dimana aplikasi ini bisa didownload secara gratis di Google Play Store.