nurcahyo
New member
Hasil tangkapan nelayan pantai utara Tangerang, Banten turun hingga 70 persen
Hasil tangkapan ratusan nelayan di sepanjang pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten terus berkurang setiap hari hingga 50-70 persen. Ikan, Udang, dan Rajungan yang setiap hari mereka tangkap, kini jumlahnya menurun drastis dalam dua tahun terakhir. Akibatnya tingkat kehidupan nelayan di wilayah Ketapang, Margamulya, Tanjung Kait, dan Karang Serang tersebut mulai serba kekurangan.
Menurut warga sekitar, menurunnya jumlah Ikan disebabkan adanya penambangan pasir pantai oleh masyarakat dengan menggunakan tongkang-tongkang kecil. Kemudian diperparah oleh hilangnya hutan Bakau untuk pembukaan tambak Udang di wilayah itu.
"Dulu banyak Kepiting yang hidup di sini. Tapi sekarang hampir tidak ada lagi. Kalaupun ada, jumlahnya hanya sedikit," ujar Jabar, seorang nelayan dari Desa Ketapang, kepada beritabumi pada Minggu (12/11).
Hal yang sama terjadi di Kecamatan Keronjo dan beberapa kecamatan lain di Kabupaten Tangerang. Di Kecamatan Mauk, Tangerang misalnya, hilangnya hutan Bakau yang diakibatkan oleh pembuatan tambak oleh oknum masyarakat setempat serta pengambilan pasir yang secara terus menerus, membuat populasi Ikan, Kepiting, Rajungan mulai meghilang. Bahkan sejumlah usaha rumahan yang bekerjasama dengan perusahaan pengekspor Rajungan sudah berhenti berproduksi.
Hal yang sama diakui oleh Mayung (40 tahun), nelayan asal Desa Ketapang. Menurutnya, penghasilan dari melaut kini turun drastis setelah adanya pengerukan pasir pantai dan hilangnya hutan Mangrove di sepanjang pantai.
"Sebelum pasir dikeruk, dan hutan masih ada, kami leluasa mencari Udang, Rajungan, Kepiting. Sehari bisa menghasilkan Udang, Kepiting, dan Rajungan sekitar 30-40 kg. Sekarang paling-paling 5 sampai 10 kg. Sehari," katanya dibenarkan beberapa nelayan lain.
Akibat penambangan pasir laut
Mereka menduga ikan-ikan menghilang karena air laut bertambah keruh akibat penambangan pasir laut. Ditambah lagi, alat penangkap ikan seperti jaring dan bumbung seringkali hilang, dicuri antar nelayan itu sendiri. Oleh karena itu para nelayan menolak penambangan pasir di lepas pantai.
Namun Pemerintah Daerah tidak pernah mengabulkan keinginan nelayan untuk menghentikan penambangan pasir itu. Bahkan Kepala Desa/Lurah Ketapang, juga tidak mampu berbuat banyak dan membiarkan praktik penambangan pasir di lepas pantai terus berlanjut.
Ketika dimintai keterangan, Tajib, Ketua RT 05 Rw 01 Ketapang, mengatakan bahwa warga sudah sering mengingatkan masyarakat yang menambang pasir, tapi tidak pernah ditanggapi. Dalam praktiknya mereka main kucing-kucingan dengan petugas. Bahkan untuk menghindar dari petugas, seringkali mereka menambang pada malam hari, dari pukul 7 sampai 20 tengah malam.
"Kayaknya mereka masih sembunyi-sembunyi karena belum ada ijin," ujar Tajib yang rumahnya tepat di bibir pantai.
Masyarakat sekitar terutama nelayan menolak penambangan pasir di lepas pantai ini. Selain kerusakan lingkungan dan hasil tangkapan yang menurun, nelayan juga tidak pernah mendapatkan kompensasi apapun atas dampak yang mereka terima itu.
Karena berbagai alasan inilah, para nelayan berharap, Pemerintah Daerah Tangerang bisa bekerjasama dengan masyarakat pesisir Tangerang untuk melarang pengerukan pasir pantai dan menggalakkan kembali penanaman hutan bakau. Sebab jika hutan bakau masih banyak seperti dulu, maka jenis ikan seperti kepeting, ikan, dan udang yang dapat ditangkap juga melimpah.
Hasil tangkapan ratusan nelayan di sepanjang pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten terus berkurang setiap hari hingga 50-70 persen. Ikan, Udang, dan Rajungan yang setiap hari mereka tangkap, kini jumlahnya menurun drastis dalam dua tahun terakhir. Akibatnya tingkat kehidupan nelayan di wilayah Ketapang, Margamulya, Tanjung Kait, dan Karang Serang tersebut mulai serba kekurangan.
Menurut warga sekitar, menurunnya jumlah Ikan disebabkan adanya penambangan pasir pantai oleh masyarakat dengan menggunakan tongkang-tongkang kecil. Kemudian diperparah oleh hilangnya hutan Bakau untuk pembukaan tambak Udang di wilayah itu.
"Dulu banyak Kepiting yang hidup di sini. Tapi sekarang hampir tidak ada lagi. Kalaupun ada, jumlahnya hanya sedikit," ujar Jabar, seorang nelayan dari Desa Ketapang, kepada beritabumi pada Minggu (12/11).
Hal yang sama terjadi di Kecamatan Keronjo dan beberapa kecamatan lain di Kabupaten Tangerang. Di Kecamatan Mauk, Tangerang misalnya, hilangnya hutan Bakau yang diakibatkan oleh pembuatan tambak oleh oknum masyarakat setempat serta pengambilan pasir yang secara terus menerus, membuat populasi Ikan, Kepiting, Rajungan mulai meghilang. Bahkan sejumlah usaha rumahan yang bekerjasama dengan perusahaan pengekspor Rajungan sudah berhenti berproduksi.
Hal yang sama diakui oleh Mayung (40 tahun), nelayan asal Desa Ketapang. Menurutnya, penghasilan dari melaut kini turun drastis setelah adanya pengerukan pasir pantai dan hilangnya hutan Mangrove di sepanjang pantai.
"Sebelum pasir dikeruk, dan hutan masih ada, kami leluasa mencari Udang, Rajungan, Kepiting. Sehari bisa menghasilkan Udang, Kepiting, dan Rajungan sekitar 30-40 kg. Sekarang paling-paling 5 sampai 10 kg. Sehari," katanya dibenarkan beberapa nelayan lain.
Akibat penambangan pasir laut
Mereka menduga ikan-ikan menghilang karena air laut bertambah keruh akibat penambangan pasir laut. Ditambah lagi, alat penangkap ikan seperti jaring dan bumbung seringkali hilang, dicuri antar nelayan itu sendiri. Oleh karena itu para nelayan menolak penambangan pasir di lepas pantai.
Namun Pemerintah Daerah tidak pernah mengabulkan keinginan nelayan untuk menghentikan penambangan pasir itu. Bahkan Kepala Desa/Lurah Ketapang, juga tidak mampu berbuat banyak dan membiarkan praktik penambangan pasir di lepas pantai terus berlanjut.
Ketika dimintai keterangan, Tajib, Ketua RT 05 Rw 01 Ketapang, mengatakan bahwa warga sudah sering mengingatkan masyarakat yang menambang pasir, tapi tidak pernah ditanggapi. Dalam praktiknya mereka main kucing-kucingan dengan petugas. Bahkan untuk menghindar dari petugas, seringkali mereka menambang pada malam hari, dari pukul 7 sampai 20 tengah malam.
"Kayaknya mereka masih sembunyi-sembunyi karena belum ada ijin," ujar Tajib yang rumahnya tepat di bibir pantai.
Masyarakat sekitar terutama nelayan menolak penambangan pasir di lepas pantai ini. Selain kerusakan lingkungan dan hasil tangkapan yang menurun, nelayan juga tidak pernah mendapatkan kompensasi apapun atas dampak yang mereka terima itu.
Karena berbagai alasan inilah, para nelayan berharap, Pemerintah Daerah Tangerang bisa bekerjasama dengan masyarakat pesisir Tangerang untuk melarang pengerukan pasir pantai dan menggalakkan kembali penanaman hutan bakau. Sebab jika hutan bakau masih banyak seperti dulu, maka jenis ikan seperti kepeting, ikan, dan udang yang dapat ditangkap juga melimpah.