Diplomasi Setengah Hati
Indonesia Ini Ramah atau Bodoh?
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Sabtu, 28 Agustus 2010 | 10:59 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai diplomasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik dengan Malaysia dilakukan "setengah hati". Pemerintah terkesan ragu dalam mengambil langkah diplomasi yang lebih tegas.
"Diplomasi sangat setengah hati. Kita jadi sulit membedakan apakah kita ini terlalu ramah atau bodoh," kata Hikmahanto dalam diskusi "Nasib TKI dan Diplomasi Setengah Hati", di Jakarta, Sabtu (28/8/2010). Dipaparkan Hikmahanto, Pemerintah tampaknya mulai goyah atas posisi Indonesia saat ini.
Pada tanggal 18 Agustus lalu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan bahwa penangkapan yang dilakukan oleh Polis Marin Diraja Malaysia terhadap petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan terjadi di wilayah Indonesia. Namun, keyakinan ini dinilainya mulai melemah setelah kesaksian tiga pegawai KKP menyatakan bahwa GPS-nya mati. "Sehingga, ketika ditengah laut itu, mereka menggunakan peta. Setelah keterangan ini, Pemerintah mulai ragu apakah ini terjadi di wilayah kita," ujar Hikmahanto.
Seharusnya Pemerintah Indonesia dan Malaysia duduk satu meja untuk membicarakan insiden tersebut untuk memastikan di mana penangkapan terjadi. Jika memang terjadi di wilayah Indonesia, maka Malaysia harus meminta maaf.
"Sebaliknya, kalau memang di wilayah Malaysia, kita yang minta maaf. Kalau terjadi di wilayah overlapping perbatasan, yang masih diklaim kedua negara, maka Pemerintah menjelaskan kepada masyarakat bahwa kita tidak bisa mengklaim itu terjadi di Indonesia," ujarnya. Akan tetapi, Hikmahanto menyayangkan lemahnya koordinasi antara Kementerian Luar Negeri dan instansi-instansi terkait.
"Pemerintah harus bisa menganalisis di mana posisi kuat Indonesia. Kalau bisa memosisikan kuat, maka diplomasi tidak akan setengah hati," kata Hikmahanto.
Ia juga menyarankan, pertemuan antara Indonesia dan Malaysia yang akan berlangsung pada 6 September mendatang agar tak hanya membahas soal perbatasan, tetapi juga membahas isu-isu yang mencuat akibat perluasan insiden tersebut. Anggota Komisi I asal Fraksi Partai Demokrat, Roy Suryo, menilai langkah yang dilakukan Pemerintah sudah jelas dan tepat untuk menjaga situasi tidak semakin meruncing.