xstarlogic
New member
Seperti yang tertulis diatas sudah saatnya hukuman mati dihapuskan dari bumi negeri yang amat kita cintai. Banyak hal yang mengharuskan hukuman mati SEGERA dihapuskan. Kenapa? Saya akan berusaha membahas hukuman mati dari berbagai perspektif:
HUKUM
1. Hukuman mati TIDAK sesuai dengan HAM
Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia terdapat 2 pasal yang menentang hukuman mati
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
Dalam pasal 2 sudah sangat jelas menyatakan setiap manusia berhak untuk Hidup. Bahkan para nara pidanapun memiliki hak untuk hidup tanpa perkecualian.
Dalam pasal 5 sudah sangat jelas bahwa manusia tidak boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam.
Dalam Pasal 30 dengan sangat jelas, tegas dan lugas dinyatakan:
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu beriringan.
Dengan melakukan hukuman mati, berarti kita sudah mengambil hak hidup orang lain. Selain itu hukuman mati adalah hukuman yang sangat keji, sebuah penyiksaan terhadap sesama manusia dan sangat merendahkan martabat manusia. Dan tidak ada kata apapun yang dapat menjelaskan ketidakmanusiawian dalam pelaksanaan eksekusi. Eksekutorpun sangat rentan terhadap pelanggaran kode etik, kepercayaan yang dimilikinya.
2. Hukuman mati sangat bertentangan dengan Pancasila
Sila pertama - Ketuhanan yang Maha Esa
Perlu dipahami tidak semua ajaran agama menghendaki hukuman mati. Dalam ajaran Katolik, Kristen dan Budha TIDAK ada hukuman mati. Karena topik ini bersifat agamis, maka saya tidak akan membahas disini. DAN TIDAK ADA YANG BOLEH MEMBAHAS INI DISINI!!!
Yang perlu diketahui Ajaran Kristen, Katolik dan Budha justru bertentangan dengan Hukuman mati. SEKALI LAGI SAYA INGATKAN TIDAK ADA YANG BOLEH MEMBAHAS MASALAH INI DISINI!!! SILAKAN BAHAS INI DI FORUM ROHANI!!!
Sila kedua - Kemanusian yang adil dan beradab
Perlu diketahui tidak ada sistem ataupun tataran di dunia ini yang mampu menghasilkan justifikasi yang setepat-tepatnya dan seadil-adilnya. Hukuman mati sangat rentan terhadap kesalahan. Dan karena sifatnya yang irreversible, maka sekali kesalahan vonis, maka tidak dapat diulang. Bagaimana hukum dapat ditegakan dipertanggung jawabkan terhadap rasa keadilan bila hukum melakukan kesalahan yang tidak dapat dikoreksi?
Ada dua point yang harus anda pahami:
- Tindakan menghilangkan nyawa baik sengaja maupun tidak sengaja, dengan atau tanpa tujuan adalah tindakan yang tidak beradab.
- Hukuman mati adalah tindakan menghilangkan nyawa yang dilakukan oleh negara dengan mengatas namakan hukum dan dengan tujuan menegakan hukum.
Pembunuhan sudah biadab, dan apabila negara mengambil nyawa seorang pembunuh walaupun atas nama hukum, apa bedanya dengan membunuh, dan apakah ini masih dapat disebut sebagai tindakan beradab? Dari sisi manapun jelas TIDAK.
MORAL DAN ETIKA
1. Hukuman mati adalah proses hukum yang TIDAK dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara manusiawi dipandang dari sisi apapun dan manapun.
Seperti yang sudah saya jelaskan dengan sangat jelas dalam hukum. Hukuman mati tidak dapat disebut sebagai hukuman, karena tujuan dari hukuman adalah memberikan efek jera (Lihat no.2 bawah). Hukuman mati adalah tindakan menghilangkan nyawa. Tindakan menghilangkan nyawa TIDAK dapat disebut sebagai tindakan manusiawi dari sisi moral maupun etika. Hukumpun dibentuk karena suatu tataran moral dan etika yang dimiliki oelh suatu suatu masyarakat. Dengan demikian hukuman mati tidak dapat dipertanggung jawabkan dari sisi manapun. Atau dalam kata lain hukum diciptakan dan kemudian dilanggar serta dihancurkan oleh dirinya sendiri.
Tidak ada kata yang mampu menjelaskan ketidakmanusiawian dalam proses eksekusi hukuman mati itu sendiri.
Coba bayangkan seorang pembunuh sadis.
Keuangan X kian menipis kerjaan yang kian langka, menumbuhkan niatnya untuk merampok. Kiatnya untuk merampok menjadi-jadi setelah mempelajari lingkungan apartemen yang tidak ada security dan sepi. Setelah menunggu berjam-jam sambil menghisap rokok, akhirnya dilihatlah seseorang pegawai salon yang hendak pulang ke apartemennya. Menunggu kesempatan yang tepat, akhirnya dilihatnya celah untuk melakukan aksinya. Berpura-pura bertanya orang yang bernama Y, dia langsung membekap mulut korban seraya mendorongnya kedalam apartemen. Pada saat Melihat korban berbadan molek, naiklah birahinya dan terjadilah tidakan nekat yang tidak bermoral. Tapi karena korban terus meronta-ronta perasaan takut mulai menghantui dirinya. Bayangan tertangkap yang mengincar dia, akhirnya dengan 10 sabetan pisau dibunuhlah si korban. Melihat tubuh korban yang sudah tidak bernyawa dan darah yang tercecer kemana-mana, semakin takut dan gelisah perasannya. Dengan perasaan campur aduk dia memotong-motong tubuhnya menjadi 6 bagian dan dan membuang bagian tubuhnya ditempat terpisah, supaya polisi tidak dapat mencarinya. Uang yang ditangannya sudah menjadi uang darah.
Bila anda membayangkan cerita diatas, perbuatan X sungguh biadab luar biasa dan pantas untuk mati. Perlu diingat pikiran ini akan timbul dari pikiran siapa saja, karena kita tidak lepas dari sisi manusia yang memiliki perasaan atau dalam kata lain emosi spontan akan inginnya keadilan untuk korban X.
Coba mari kita akan meninjau dari latar belakang kriminalnya. Karena sifat hukum selalu berusaha untuk bersikap obyektif dan tidak dapat serta merta lepas dari hubungan sebab-akibat.
a. Tujuan utamanya adalah merampok karena tidak punya uang
b. Dia memperkosa korban - tindakan ini sangat spontan, bila ditinjau secara psikologis dia sudah menginjak batas psiko patologi. (Kesadaran terbatas)
c. Dia membunuh korban karena korban meronta-ronta. Tindakan frustasi karena tidak mendapatkan apa yang dia mau, selain itu juga ada rasa takut dan was-was karena korban pasti melaporkan tindankanya.
d. Dia melakukan tindakan multilasi. Tindakan protektif karena rasa takut ketahuan, karena bisa jadi keluarga korban akan membunuhnya secara langsung. Atau dia kena hukuman mati bila tertangkap.
Bila kita melihat dari point b hingga point d. Semuanya adalah spontan secara psikis. Manusia tidak dapat menjustifikasi tindakan dia secara tepat karena tidak ada manusia yang sempurna untuk memahami sebab dan akibat dari suatu individu ke individu yang lain.
Akhirnya tertangkap dan mendapatkan hukuman mati. Pada hari eksekusinya, dia hanya bisa duduk, sambil menyesalinya perbuatan yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan. Makan siang yang diantarkan tidak dimakan karena buat apa dia memakannya kalau toh akhirnya dia juga akan mati. Keluarganya yang datang juga tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat nyawanya akan dicabut oleh tim eksekutor. Waktu eksekusipun tiba dengan tangan terborgol, matanya ditutup, tidak berdaya, kemudian diseret ke lapangan yang dimana sudah berjejer tim eksekutor, yang mungkin dengan hati iba harus menanamkan satu peluru ke jantungnya. Keluarganya sudah berdiri disepan tempat eksekusi sambil menangis-nagis. Ibu yang telah membesarkan dengan keringat hanya untuk berakhir di tangan eksekutor karena ulahnya. Suara tempakan akhirnya terlepas dia merasakan sebutir benda asing masuk ke dadanya, terasa panas dan sakit yang tidak dapat dilukiskan kata-kata. Setelah beberapa saat menahan rasa sakit akhirnya dia mulai melihat kegelapan badannya terasa mati.
Dari sisi manakah hukuman mati dapat dinilai manusiawi? Hukum diciptakan untuk memanusiakan manusia, tapi disini yang ada membunuh manusia yang sudah tidak berdaya, putus asa bak binatang. Bayangkan bila anda menjadi terpidana, ataupun keluarganya, yang menunggu kematian?
Seorang eksekutorpun juga manusia yang punya perasaan, yang mungkin punya pertentangan batin untuk membunuh secara sengaja, apalagi terhadap terpidana yang sudah tidak berdaya disertai putus asa. Tidak ada manusia waras yang tega melihat orang lain tersiksa hingga nyawanya tercabut.
Di Indonesia, hukuman mati oleh eksekutor regu tembak. Hanya satu orang yang senapannya terdapat peluru hidup. Sisanya hanya berupa peluru kosong. Mengapa demikian? Supaya para eksekutor tidak tahu peluru yang mana telah membunuh terpidana mati, sehingga tidak ada yang merasa bersalah. Dengan demikian dapat dilihat bahwa hukuman mati adalah paksaan. Belum lagi bila sang eksekutor gagal menembak dengan tepat, dan yang jelas hanya akan memperpanjang jam siksa badi terpidana mati.
Masihkah anda merasa hukuman mati itu manusiawi? Keadilan yang beradab TIDAK dapat membalas kebiadaban dengan kebiadaban.
Demikian juga berlaku untuk semua hukuman mati. TIDAK ada hukuman mati yang manusiawi. Selain itu semua eksekutor sangat rentan terhadap pelanggaran terhadap kode etik dan kepercayaan yang dianut dirinya.
2. Hukuman mati TIDAK memberikan efek jera
Banyak pakar hukum setuju bahwa hukuman mati memberikan efek jera (Kapok) kepada pelaku pidana. Tapi dalam kenyataanya TIDAK. Mengapa?
Bagaimana timbul rasa jera bila seorang pidana sudah mati? Sangat tidak logis bila hukuman mati memberikan efek jera. Hukuman mati hanya menimbulkan rasa ketidakberdayaan, frustasi dan keputusasaan, serta menimbulkan rasa duka yang amat mendalam bagi keluarga pidana.
Yang menjalani hukuman mati sudah mati dan tidak merasakan apapun selain maut, tapi perasaan keluarga yang ditinggalkan, yang kadang tidak paham dengan persoalan tenang kehidupan anggota keluarganya, pasti sangat hancur dan kehilangan. Dengan kata lain tujuan hukum sudah salah sasaran. Hukuman mati TIDAK dapat dikatakan keadilan yang seadil-adilnya, karena pada dasarnya keadilan sendiri perpegang pada konteks kemanusiaan.
Bagaimana untuk para teroris? Hukuman mati TIDAK menghentikan teroris! Jangan bangga bila seorang teroris tertangkap dan mendapatkan hukuman mati. Karena hukuman mati bagi seorang teroris adalah awal menjadi martir dan suatu kehormatan bagi mereka yang menerimanya, serta dasar untuk melanjutkan lingkaran kekerasan.
Para pakar hukum juga berpendapat bahwa, hukuman mati adalah untuk mengamankan sosial dari kebrutalan dan kebiadaban. Saya berani mengatakan bahwa ini adalah kesalahan terbesar yang pernah diungkapkan oleh pakar hukum, sosial dan politik. Kenapa?
Dengan penangkapan seorang pembunuh tersadis didunia dan memasukan dia ke penjara bukankah ini sudah cukup mengamankan sosial? Masih Perlukah kita mencabut nyawanya demi kemanan. Dengan mencabut nyawa seseorang kita TIDAK mengamankan sosial dari ketidakmanusiawian melainkan menambah daftar ketidakmanusiawian kedalam selubung hukum. Karena pada dasarnya hukuman mati tidak ada yang manusiawi.
Dan yang paling krusial, bahwa rata-rata pelaku pembunuhan sadis disertai multilasi memiliki kecenderungan gangguan jiwa. Seorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan merasa jera walaupun mau dihukum beberapa kali, ataupun takut akan hukuman mati. Perlu diketahui TIDAK ada manusia yang dengan akal dan jiwa yang sehat mampu melakukan perbuatan yang biadab dan tidak berperikemanusiaan.
3. Hukuman mati sangat bertentangan dengan prinsip rekonsiliasi
Seperti yang saya tulis sebelumnya. Tidak ada sistem hukum manpun yang sempurna, yang mampu memutuskan kehidupan seseorang, kapan ia harus mati.
Dengan menghukum mati seseorang berarti kita sudah mengingkari prinsip rekonsiliasi, yang merupakan tujuan dari hukum itu sendiri. Tujuan hukum sendiri adalah menciptakan efek jera supaya manusia tidak mengulangi kesalahan lagi. Dengan hukuman mati, hukum menjadi alat yang tidak berguna untuk siapapun, selain menjadi alat kontrol yang menabaikan sisi kemanusiaan dan mengingkari tujuan hukum itu sendiri.
4. Hukuman mati yang keadilan yang TIDAK adil.
Sangat disadari bahwa hukuman mati adalah keputusan yang final dan mengandung banyak justifikasi sebelum vonis. Tapi tetap saja hukuman mati bagi sekelompok orang yang memiliki strata sosial yang lemah adalah proses yang sangat cepat dan mudah. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kekuatan politik, dan ekonomi adalah proses yang panjang dan sering berakhir dengan kebebasan. Hukum sendiri mengikat semua dan tidak mengenal diskriminatif. Tapi dalam kenyataan sangat diskriminatif. Hukuman mati adalah hukuman yang rentan terhadap tindakan diskriminatif. Hal ini dapat kita lihat pada pemain orde baru, yang hingga kini tidak ada yang sanggup bertanggung jawab terhadap hilangnya puluhan hingga ratusan manusia tak berdosa yang ingin bicara keadilan. Sedangkan pembunuhan terhadap pasutri yang hanya menelan 2 korban langsung dijatuhi hukuman mati.
Selain itu Hukuman mati sering dijadikan alat politik untuk membungkap seseorang dalam suatu kebenaran. Kebenaran dan keadilan dalam hukum kerap dicemari oleh tujuan politik, dimanakah supremasi hukum bila ia digunakan untuk tujuan tertentu. Hal ini dapat kita lihat pada kasus Tibo. Dengan terpidana matinya Tibo otak kerusuhan poso hingga kini tidak dapat ditanggkap.
5. Dengan menghapuskan hukuman mati TIDAK berarti bahwa keadilan bagi korban ketidakmanusiawian diabaikan
Keadilan sering disalah tafsirkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai mata-ganti-mata dan gigi-ganti-gigi. Yang sering kali masyarakat Indonesia tidak mengerti bahwa keadilan tidak lepas dari konteks kemanusiaan dan Hukum ada supaya keadilan ditegakan. Hukum pada intinya adalah untuk menegakan kemanusiaan. Keadilan BUKAN dilaksanakan dengan prinsip balas-dendam. Dan hukum BUKAN sarana untuk balas dendam.
Semakin majunya peradaban, semakin maju pula konteks pemikiran terhadap kemanusiaan. Dengan mengambil nyawa seorang pembunuh tidak ada keadilan yang dapat ditegakan. Dengan mengambil nyawa seorang pembunuh sering kali hanya membawa penderitaan bagi kelurga terpidana mati. Hukuman mati TIDAK dapat menyelesaikan masalah dan justru menambah penderitaan. Bila keadilan menjadikan manusia semakin menderita, dimana lagi keadilan akan berbicara tentang kemanusiaan yang selalu dikumandangkan utuk ditegakkan?
---
Saya TIDAK mau berdebat panjang lebar. Apapun yang saya tulis disini adalah gerakan moral. Bila anda paham dan setuju mohon dukungan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara abolinist terhadap hukuman mati pada Tahun 2011. Bila anda tidak setuju, silakan merenungkan apa yang telah saya tulis. Terima kasih.
SAYA MOHON SETIAP ORANG MEMBACA DENGAN CERMAT TULISAN SAYA. JANGAN BERKOMENTAR SEBELUM ANDA MEMBACA SEMUANYA.
HUKUM
1. Hukuman mati TIDAK sesuai dengan HAM
Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia terdapat 2 pasal yang menentang hukuman mati
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
Dalam pasal 2 sudah sangat jelas menyatakan setiap manusia berhak untuk Hidup. Bahkan para nara pidanapun memiliki hak untuk hidup tanpa perkecualian.
Dalam pasal 5 sudah sangat jelas bahwa manusia tidak boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam.
Dalam Pasal 30 dengan sangat jelas, tegas dan lugas dinyatakan:
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu beriringan.
Dengan melakukan hukuman mati, berarti kita sudah mengambil hak hidup orang lain. Selain itu hukuman mati adalah hukuman yang sangat keji, sebuah penyiksaan terhadap sesama manusia dan sangat merendahkan martabat manusia. Dan tidak ada kata apapun yang dapat menjelaskan ketidakmanusiawian dalam pelaksanaan eksekusi. Eksekutorpun sangat rentan terhadap pelanggaran kode etik, kepercayaan yang dimilikinya.
2. Hukuman mati sangat bertentangan dengan Pancasila
Sila pertama - Ketuhanan yang Maha Esa
Perlu dipahami tidak semua ajaran agama menghendaki hukuman mati. Dalam ajaran Katolik, Kristen dan Budha TIDAK ada hukuman mati. Karena topik ini bersifat agamis, maka saya tidak akan membahas disini. DAN TIDAK ADA YANG BOLEH MEMBAHAS INI DISINI!!!
Yang perlu diketahui Ajaran Kristen, Katolik dan Budha justru bertentangan dengan Hukuman mati. SEKALI LAGI SAYA INGATKAN TIDAK ADA YANG BOLEH MEMBAHAS MASALAH INI DISINI!!! SILAKAN BAHAS INI DI FORUM ROHANI!!!
Sila kedua - Kemanusian yang adil dan beradab
Perlu diketahui tidak ada sistem ataupun tataran di dunia ini yang mampu menghasilkan justifikasi yang setepat-tepatnya dan seadil-adilnya. Hukuman mati sangat rentan terhadap kesalahan. Dan karena sifatnya yang irreversible, maka sekali kesalahan vonis, maka tidak dapat diulang. Bagaimana hukum dapat ditegakan dipertanggung jawabkan terhadap rasa keadilan bila hukum melakukan kesalahan yang tidak dapat dikoreksi?
Ada dua point yang harus anda pahami:
- Tindakan menghilangkan nyawa baik sengaja maupun tidak sengaja, dengan atau tanpa tujuan adalah tindakan yang tidak beradab.
- Hukuman mati adalah tindakan menghilangkan nyawa yang dilakukan oleh negara dengan mengatas namakan hukum dan dengan tujuan menegakan hukum.
Pembunuhan sudah biadab, dan apabila negara mengambil nyawa seorang pembunuh walaupun atas nama hukum, apa bedanya dengan membunuh, dan apakah ini masih dapat disebut sebagai tindakan beradab? Dari sisi manapun jelas TIDAK.
MORAL DAN ETIKA
1. Hukuman mati adalah proses hukum yang TIDAK dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara manusiawi dipandang dari sisi apapun dan manapun.
Seperti yang sudah saya jelaskan dengan sangat jelas dalam hukum. Hukuman mati tidak dapat disebut sebagai hukuman, karena tujuan dari hukuman adalah memberikan efek jera (Lihat no.2 bawah). Hukuman mati adalah tindakan menghilangkan nyawa. Tindakan menghilangkan nyawa TIDAK dapat disebut sebagai tindakan manusiawi dari sisi moral maupun etika. Hukumpun dibentuk karena suatu tataran moral dan etika yang dimiliki oelh suatu suatu masyarakat. Dengan demikian hukuman mati tidak dapat dipertanggung jawabkan dari sisi manapun. Atau dalam kata lain hukum diciptakan dan kemudian dilanggar serta dihancurkan oleh dirinya sendiri.
Tidak ada kata yang mampu menjelaskan ketidakmanusiawian dalam proses eksekusi hukuman mati itu sendiri.
Coba bayangkan seorang pembunuh sadis.
Keuangan X kian menipis kerjaan yang kian langka, menumbuhkan niatnya untuk merampok. Kiatnya untuk merampok menjadi-jadi setelah mempelajari lingkungan apartemen yang tidak ada security dan sepi. Setelah menunggu berjam-jam sambil menghisap rokok, akhirnya dilihatlah seseorang pegawai salon yang hendak pulang ke apartemennya. Menunggu kesempatan yang tepat, akhirnya dilihatnya celah untuk melakukan aksinya. Berpura-pura bertanya orang yang bernama Y, dia langsung membekap mulut korban seraya mendorongnya kedalam apartemen. Pada saat Melihat korban berbadan molek, naiklah birahinya dan terjadilah tidakan nekat yang tidak bermoral. Tapi karena korban terus meronta-ronta perasaan takut mulai menghantui dirinya. Bayangan tertangkap yang mengincar dia, akhirnya dengan 10 sabetan pisau dibunuhlah si korban. Melihat tubuh korban yang sudah tidak bernyawa dan darah yang tercecer kemana-mana, semakin takut dan gelisah perasannya. Dengan perasaan campur aduk dia memotong-motong tubuhnya menjadi 6 bagian dan dan membuang bagian tubuhnya ditempat terpisah, supaya polisi tidak dapat mencarinya. Uang yang ditangannya sudah menjadi uang darah.
Bila anda membayangkan cerita diatas, perbuatan X sungguh biadab luar biasa dan pantas untuk mati. Perlu diingat pikiran ini akan timbul dari pikiran siapa saja, karena kita tidak lepas dari sisi manusia yang memiliki perasaan atau dalam kata lain emosi spontan akan inginnya keadilan untuk korban X.
Coba mari kita akan meninjau dari latar belakang kriminalnya. Karena sifat hukum selalu berusaha untuk bersikap obyektif dan tidak dapat serta merta lepas dari hubungan sebab-akibat.
a. Tujuan utamanya adalah merampok karena tidak punya uang
b. Dia memperkosa korban - tindakan ini sangat spontan, bila ditinjau secara psikologis dia sudah menginjak batas psiko patologi. (Kesadaran terbatas)
c. Dia membunuh korban karena korban meronta-ronta. Tindakan frustasi karena tidak mendapatkan apa yang dia mau, selain itu juga ada rasa takut dan was-was karena korban pasti melaporkan tindankanya.
d. Dia melakukan tindakan multilasi. Tindakan protektif karena rasa takut ketahuan, karena bisa jadi keluarga korban akan membunuhnya secara langsung. Atau dia kena hukuman mati bila tertangkap.
Bila kita melihat dari point b hingga point d. Semuanya adalah spontan secara psikis. Manusia tidak dapat menjustifikasi tindakan dia secara tepat karena tidak ada manusia yang sempurna untuk memahami sebab dan akibat dari suatu individu ke individu yang lain.
Akhirnya tertangkap dan mendapatkan hukuman mati. Pada hari eksekusinya, dia hanya bisa duduk, sambil menyesalinya perbuatan yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan. Makan siang yang diantarkan tidak dimakan karena buat apa dia memakannya kalau toh akhirnya dia juga akan mati. Keluarganya yang datang juga tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat nyawanya akan dicabut oleh tim eksekutor. Waktu eksekusipun tiba dengan tangan terborgol, matanya ditutup, tidak berdaya, kemudian diseret ke lapangan yang dimana sudah berjejer tim eksekutor, yang mungkin dengan hati iba harus menanamkan satu peluru ke jantungnya. Keluarganya sudah berdiri disepan tempat eksekusi sambil menangis-nagis. Ibu yang telah membesarkan dengan keringat hanya untuk berakhir di tangan eksekutor karena ulahnya. Suara tempakan akhirnya terlepas dia merasakan sebutir benda asing masuk ke dadanya, terasa panas dan sakit yang tidak dapat dilukiskan kata-kata. Setelah beberapa saat menahan rasa sakit akhirnya dia mulai melihat kegelapan badannya terasa mati.
Dari sisi manakah hukuman mati dapat dinilai manusiawi? Hukum diciptakan untuk memanusiakan manusia, tapi disini yang ada membunuh manusia yang sudah tidak berdaya, putus asa bak binatang. Bayangkan bila anda menjadi terpidana, ataupun keluarganya, yang menunggu kematian?
Seorang eksekutorpun juga manusia yang punya perasaan, yang mungkin punya pertentangan batin untuk membunuh secara sengaja, apalagi terhadap terpidana yang sudah tidak berdaya disertai putus asa. Tidak ada manusia waras yang tega melihat orang lain tersiksa hingga nyawanya tercabut.
Di Indonesia, hukuman mati oleh eksekutor regu tembak. Hanya satu orang yang senapannya terdapat peluru hidup. Sisanya hanya berupa peluru kosong. Mengapa demikian? Supaya para eksekutor tidak tahu peluru yang mana telah membunuh terpidana mati, sehingga tidak ada yang merasa bersalah. Dengan demikian dapat dilihat bahwa hukuman mati adalah paksaan. Belum lagi bila sang eksekutor gagal menembak dengan tepat, dan yang jelas hanya akan memperpanjang jam siksa badi terpidana mati.
Masihkah anda merasa hukuman mati itu manusiawi? Keadilan yang beradab TIDAK dapat membalas kebiadaban dengan kebiadaban.
Demikian juga berlaku untuk semua hukuman mati. TIDAK ada hukuman mati yang manusiawi. Selain itu semua eksekutor sangat rentan terhadap pelanggaran terhadap kode etik dan kepercayaan yang dianut dirinya.
2. Hukuman mati TIDAK memberikan efek jera
Banyak pakar hukum setuju bahwa hukuman mati memberikan efek jera (Kapok) kepada pelaku pidana. Tapi dalam kenyataanya TIDAK. Mengapa?
Bagaimana timbul rasa jera bila seorang pidana sudah mati? Sangat tidak logis bila hukuman mati memberikan efek jera. Hukuman mati hanya menimbulkan rasa ketidakberdayaan, frustasi dan keputusasaan, serta menimbulkan rasa duka yang amat mendalam bagi keluarga pidana.
Yang menjalani hukuman mati sudah mati dan tidak merasakan apapun selain maut, tapi perasaan keluarga yang ditinggalkan, yang kadang tidak paham dengan persoalan tenang kehidupan anggota keluarganya, pasti sangat hancur dan kehilangan. Dengan kata lain tujuan hukum sudah salah sasaran. Hukuman mati TIDAK dapat dikatakan keadilan yang seadil-adilnya, karena pada dasarnya keadilan sendiri perpegang pada konteks kemanusiaan.
Bagaimana untuk para teroris? Hukuman mati TIDAK menghentikan teroris! Jangan bangga bila seorang teroris tertangkap dan mendapatkan hukuman mati. Karena hukuman mati bagi seorang teroris adalah awal menjadi martir dan suatu kehormatan bagi mereka yang menerimanya, serta dasar untuk melanjutkan lingkaran kekerasan.
Para pakar hukum juga berpendapat bahwa, hukuman mati adalah untuk mengamankan sosial dari kebrutalan dan kebiadaban. Saya berani mengatakan bahwa ini adalah kesalahan terbesar yang pernah diungkapkan oleh pakar hukum, sosial dan politik. Kenapa?
Dengan penangkapan seorang pembunuh tersadis didunia dan memasukan dia ke penjara bukankah ini sudah cukup mengamankan sosial? Masih Perlukah kita mencabut nyawanya demi kemanan. Dengan mencabut nyawa seseorang kita TIDAK mengamankan sosial dari ketidakmanusiawian melainkan menambah daftar ketidakmanusiawian kedalam selubung hukum. Karena pada dasarnya hukuman mati tidak ada yang manusiawi.
Dan yang paling krusial, bahwa rata-rata pelaku pembunuhan sadis disertai multilasi memiliki kecenderungan gangguan jiwa. Seorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan merasa jera walaupun mau dihukum beberapa kali, ataupun takut akan hukuman mati. Perlu diketahui TIDAK ada manusia yang dengan akal dan jiwa yang sehat mampu melakukan perbuatan yang biadab dan tidak berperikemanusiaan.
3. Hukuman mati sangat bertentangan dengan prinsip rekonsiliasi
Seperti yang saya tulis sebelumnya. Tidak ada sistem hukum manpun yang sempurna, yang mampu memutuskan kehidupan seseorang, kapan ia harus mati.
Dengan menghukum mati seseorang berarti kita sudah mengingkari prinsip rekonsiliasi, yang merupakan tujuan dari hukum itu sendiri. Tujuan hukum sendiri adalah menciptakan efek jera supaya manusia tidak mengulangi kesalahan lagi. Dengan hukuman mati, hukum menjadi alat yang tidak berguna untuk siapapun, selain menjadi alat kontrol yang menabaikan sisi kemanusiaan dan mengingkari tujuan hukum itu sendiri.
4. Hukuman mati yang keadilan yang TIDAK adil.
Sangat disadari bahwa hukuman mati adalah keputusan yang final dan mengandung banyak justifikasi sebelum vonis. Tapi tetap saja hukuman mati bagi sekelompok orang yang memiliki strata sosial yang lemah adalah proses yang sangat cepat dan mudah. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kekuatan politik, dan ekonomi adalah proses yang panjang dan sering berakhir dengan kebebasan. Hukum sendiri mengikat semua dan tidak mengenal diskriminatif. Tapi dalam kenyataan sangat diskriminatif. Hukuman mati adalah hukuman yang rentan terhadap tindakan diskriminatif. Hal ini dapat kita lihat pada pemain orde baru, yang hingga kini tidak ada yang sanggup bertanggung jawab terhadap hilangnya puluhan hingga ratusan manusia tak berdosa yang ingin bicara keadilan. Sedangkan pembunuhan terhadap pasutri yang hanya menelan 2 korban langsung dijatuhi hukuman mati.
Selain itu Hukuman mati sering dijadikan alat politik untuk membungkap seseorang dalam suatu kebenaran. Kebenaran dan keadilan dalam hukum kerap dicemari oleh tujuan politik, dimanakah supremasi hukum bila ia digunakan untuk tujuan tertentu. Hal ini dapat kita lihat pada kasus Tibo. Dengan terpidana matinya Tibo otak kerusuhan poso hingga kini tidak dapat ditanggkap.
5. Dengan menghapuskan hukuman mati TIDAK berarti bahwa keadilan bagi korban ketidakmanusiawian diabaikan
Keadilan sering disalah tafsirkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai mata-ganti-mata dan gigi-ganti-gigi. Yang sering kali masyarakat Indonesia tidak mengerti bahwa keadilan tidak lepas dari konteks kemanusiaan dan Hukum ada supaya keadilan ditegakan. Hukum pada intinya adalah untuk menegakan kemanusiaan. Keadilan BUKAN dilaksanakan dengan prinsip balas-dendam. Dan hukum BUKAN sarana untuk balas dendam.
Semakin majunya peradaban, semakin maju pula konteks pemikiran terhadap kemanusiaan. Dengan mengambil nyawa seorang pembunuh tidak ada keadilan yang dapat ditegakan. Dengan mengambil nyawa seorang pembunuh sering kali hanya membawa penderitaan bagi kelurga terpidana mati. Hukuman mati TIDAK dapat menyelesaikan masalah dan justru menambah penderitaan. Bila keadilan menjadikan manusia semakin menderita, dimana lagi keadilan akan berbicara tentang kemanusiaan yang selalu dikumandangkan utuk ditegakkan?
---
Saya TIDAK mau berdebat panjang lebar. Apapun yang saya tulis disini adalah gerakan moral. Bila anda paham dan setuju mohon dukungan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara abolinist terhadap hukuman mati pada Tahun 2011. Bila anda tidak setuju, silakan merenungkan apa yang telah saya tulis. Terima kasih.
SAYA MOHON SETIAP ORANG MEMBACA DENGAN CERMAT TULISAN SAYA. JANGAN BERKOMENTAR SEBELUM ANDA MEMBACA SEMUANYA.