nurcahyo
New member
IBNU SHAYYAD ITU HAKIKI BUKAN FIKSI
Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA
Abu 'Ubayyah beranggapan bahwa sosok Ibnu Shayyad itu adalah fiktif dan khurafat yang kisah ceritanya dimuat dalam beberapa buku dan dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam, sedang Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam tidak akan mengucapkan perkataan dan melakukan perbuatan kecuali yang berisi kebenaran. Maka telah tiba waktunya bagi kita untuk mengambil ruh, makna, dan petunjuk hadits tersebut dengan jeli dan teliti, sebagaimana yang kita lakukan terhadap sanad dan jalan periwayatannya agar pengetahuan keislaman kita selamat dari kebohongan dan kekeliruan. [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 104]
.
Itulah perkataan Syekh Abu 'Ubayyah dalam mengomentari hadits-hadits tentang Ibnu Shayyad. Perkataan beliau ini tertolak karena hadits-hadits mengenai Ibnu Shayyad itu adalah shahih sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab Sunnah seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta lainnya. Dan dalam hadits-hadits mengenai Ibnu Shayyad itu tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ruh hadits dan kebenaran. Maka Ibnu Shayyad sebagaimana telah disebutkan di muka masalahnya memang samar bagi kaum Muslimin. Dia adalah salah satu dajjal dari dajjal-dajjal (pembohong-pembohong) yang kebohongan dan kebatilannya dinampakkan oleh Allah kepada Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam dan kaum Muslimin. Sebaliknya perkataan-perkataan Abu 'Ubayyah sendiri tampak kontradiktif. Dalam komentarnya terhadap hadits-hadits Ibnu Shayyad antara lain beliau pernah mengatakan, "Sebenarnya Ibnu Shayyad hanya mengucapkan perkataan yang tidak ada artinya sama sekali sebagaimana kebiasaan para dukun (tukang tenung), dan dengan perkataannya itu dia tidak bermaksud apa-apa. Maka dia adalah seorang tukang sulap dan pembohong." [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 88)]
Perkataan beliau ini berisi pengakuan bahwa Ibnu Shayyad itu tukang sulap dan pembohong. Maka bagaimana cara mencerna dan menerima perkataan beliau yang pada suatu waktu mengatakan bahwa Ibnu Shayyad itu hanyalah fiksi dan khurafat, sedang pada waktu yang lain beliau mengatakan bahwa dia adalah tukang sulap? Maka tidak diragukan lagi bahwa perkataan Abu 'Ubayyah itu kontradiktif, saling bertentangan dengan sendirinya.
Orang yang mengikuti komentar atau catatan kaki Syekh Abu 'Ubayyah terhadap kitab An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim karya Al-Hafizh Ibnu Katsir, niscaya ia akan merasa heran terhadap sikap Syekh Abu 'Ubayyah terhadap hadits-hadits yang dibawakan oleh Ibnu Katsir. Apa yang sesuai dengan pemikiran beliau, beliau terima sebagai kebenaran; dan yang tidak sesuai dengan pemikiran beliau, beliau takwilkan dengan takwil yang menyalahi zhahir hadits atau beliau hukumi hadits yang shahih itu sebagai hadits maudhu', tanpa mengemukakan dalil dan keterangan serta bukti-bukti yang benar.
Mengenai hadits Ibnu Shayyad, Abu 'Ubayyah berkata, "Apakah anak kecil itu sudah mukallaf? Apakah sedemikian serius perhatian Rasul terhadap anggapan semacam ini sehingga beliau perlu menemuinya dan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya? Apakah masuk akal beliau menunggunya sehingga mendapatkan jawaban? Apakah dapat diterima oleh akal sehat bahwa beliau demikian toleran terhadap jawaban si kafir yang mengaku sebagai Nabi dan Rasul? Apakah Allah mengutus anak-anak? Itulah beberapa pertanyaan yang kami ajukan kepada orang-orang yang tidak mau mempergunakan akalnya untuk berpikir yang lurus." [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 104]
Perkataan Ibnu 'Ubayyah itu dijawab bahwa tidak seorang pun yang berpendapat bahwa anak kecil itu sudah mukallaf, juga tidak ada yang berpendapat bahwa Allah mengutus anak-anak sebagai Rasul-Nya. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam ingin mengetahui apakah Ibnu Shayyad itu Dajjal yang sebenarnya atau bukan. Karena tersiar kabar di Madinah bahwa dia adalah Dajjal yang diidentifikasikan oleh Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam dan beliau peringatkan umat beliau terhadapnya, sedangkan beliau sendiri tidak pernah memperoleh wahyu tentang Ibnu Shayyad. Maka Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam melihat bahwa yang menyingkap kebohongannya ialah dia sudah mumayyiz dan memahami perkataan ketika Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam menanyakan, "Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah Rasul Allah?" hingga perkataan beliau, "Sesungguhnya aku menyembunyikan sesuatu terhadapmu" dan lain-lain pertanyaan yang beliau ajukan kepadanya.
Perkataan atau pertanyaan yang diajukan Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam tidak dimaksudkan untuk memberi taklif Ibnu Shayyad (yang masih kecil itu) dengan Islam (mengakui kerasulan beliau). melainkan untuk mengunakap hakikat masalahnya. Kalau begitu maksudnya. maka tidaklah aneh jika Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam berhenti (menunggu) untuk mengetahui jawabannya. Dan dari jawabannya itulah nampak bahwa dia adalah salah seorang dajjal (pembohong) dari para pembohong besar (dajjal-dajjal).
Dan lagi, tidak ada hal yang dapat menghalangi Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam untuk menawarkan Islam kepada anak kecil. Bahkan Imam Bukhari meriwayatkan kisah Ibnu Shayyad itu dan membuat bab dengan judul Bab Kaifa Yu'radhul Islam 'alaAsh-Shabiyyi (Bab Bagaimana Islam ditawarkan kepada Anak Kecil). [Shahih Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Kaifa Yu'radhu Al-islam 'ala Ash-Shabiyyi 6: 171]
Adapun. Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam tidak menghukum Ibnu Shayyad yang mengaku sebagai nabi ini maka hal ini merupakan kesamaran yang disebabkan oleh ketidaktahuan Abu 'Ubayyah terhadap perkataan para ulama mengenai masalah tersebut yaitu:
[1]. Bahwa Ibnu Shayyad adalah orang Yahudi Madinah atau termasuk sekutu mereka, sedangkan antara mereka dan Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam pada waktu itu terdapat perjanjian damai dan saling melindungi. Yaitu ketika Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam tiba di Madinah beliau mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi untuk berdamai dan tidak saling menyerang. serta membiarkan mereka melaksanakan agamanya. Hal ini diperkuat oleh riwayat Imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ?anhu mengenai kisah kepergian, Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam kepada Ibnu Shayyad beserta pertanyaan yang beliau ajukan dan perkatan Umar kepada beliau. "Izinkanlah saya untuk membunuhnya. wahai Rasulullah." Kemudian beliau menjawab. "Jika Ibnu Shayyad itu dajjal maka bukan engkau yang. membunuhnya. tetapi Isa bin Mar'yam ?Alaihis sallam. Dan jika dia itu bukan Dajjal. maka engkau tidak boleh membunuh seseorang yang termasuk golongan orang-orang yang terikat janji damai denganku." [Al-Faihur Rabbani 24: 64-65. Al-Haitsami berkata. "Perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih." Vide: Majma 'uz Zawaid 8:3-4]
Yang berpendapat demikian antara lain adalah Al-Khaththabi (Ma'alamu sunnah 6: 182) dan Al-Baghawi (Syarhus Sunnah 15: 80 dengan tahqiq Syu?aib Al-Arnuth). Ibnu Hajar berkata, "Inilah pendapat yang jelas." [Faihul-Bari 6: 174]
[2]. Ibnu Shayyad pada waktu itu masih kecil, belum dewasa. Jawaban ini diperkuat dengan riwayat Bukhari dari Ibnu Umar Radhiyallahu ?anhu mengenai kisah kepergian Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam kepada Ibnu Shayyad yang dalam riwayat ini Ibnu Umar mengatakan, ".. .sehingga beliau (Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam) menjumpainya sedang bermain-main dengan anak-anak kecil di suatu lembah Bani Mughalali, dan ketika itu Ibnu Shayyad sudah hampir dewasa." [Shahih Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Kaifa Yu 'rodhu Al- Islam 'ala Ash-Shabiyyi 6: 172]
Jawaban kedua ini dipilih oleh Al-Qadhi 'iyadh. [Syarah Muslim oleh An-Nawawi 18: 48]
[3]. Jawaban ketiga yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa Ibnu Shayyad tidak mendakwakan kenabian secara terang-terangan, ia hanya mendakwakan risalah (kerasulan / keterutusan), sedangkan mendakwakan kerasulan tidak mesti mendakwakan kenabian.
Allah berfirman:
"Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Kami telah mengutus (irsal) syetan-syetan kepada orang-orang kafir?" (Maryam: 83). [Fathul-Bari 6: 174]
[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]
Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA
Abu 'Ubayyah beranggapan bahwa sosok Ibnu Shayyad itu adalah fiktif dan khurafat yang kisah ceritanya dimuat dalam beberapa buku dan dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam, sedang Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam tidak akan mengucapkan perkataan dan melakukan perbuatan kecuali yang berisi kebenaran. Maka telah tiba waktunya bagi kita untuk mengambil ruh, makna, dan petunjuk hadits tersebut dengan jeli dan teliti, sebagaimana yang kita lakukan terhadap sanad dan jalan periwayatannya agar pengetahuan keislaman kita selamat dari kebohongan dan kekeliruan. [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 104]
.
Itulah perkataan Syekh Abu 'Ubayyah dalam mengomentari hadits-hadits tentang Ibnu Shayyad. Perkataan beliau ini tertolak karena hadits-hadits mengenai Ibnu Shayyad itu adalah shahih sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab Sunnah seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta lainnya. Dan dalam hadits-hadits mengenai Ibnu Shayyad itu tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ruh hadits dan kebenaran. Maka Ibnu Shayyad sebagaimana telah disebutkan di muka masalahnya memang samar bagi kaum Muslimin. Dia adalah salah satu dajjal dari dajjal-dajjal (pembohong-pembohong) yang kebohongan dan kebatilannya dinampakkan oleh Allah kepada Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam dan kaum Muslimin. Sebaliknya perkataan-perkataan Abu 'Ubayyah sendiri tampak kontradiktif. Dalam komentarnya terhadap hadits-hadits Ibnu Shayyad antara lain beliau pernah mengatakan, "Sebenarnya Ibnu Shayyad hanya mengucapkan perkataan yang tidak ada artinya sama sekali sebagaimana kebiasaan para dukun (tukang tenung), dan dengan perkataannya itu dia tidak bermaksud apa-apa. Maka dia adalah seorang tukang sulap dan pembohong." [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 88)]
Perkataan beliau ini berisi pengakuan bahwa Ibnu Shayyad itu tukang sulap dan pembohong. Maka bagaimana cara mencerna dan menerima perkataan beliau yang pada suatu waktu mengatakan bahwa Ibnu Shayyad itu hanyalah fiksi dan khurafat, sedang pada waktu yang lain beliau mengatakan bahwa dia adalah tukang sulap? Maka tidak diragukan lagi bahwa perkataan Abu 'Ubayyah itu kontradiktif, saling bertentangan dengan sendirinya.
Orang yang mengikuti komentar atau catatan kaki Syekh Abu 'Ubayyah terhadap kitab An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim karya Al-Hafizh Ibnu Katsir, niscaya ia akan merasa heran terhadap sikap Syekh Abu 'Ubayyah terhadap hadits-hadits yang dibawakan oleh Ibnu Katsir. Apa yang sesuai dengan pemikiran beliau, beliau terima sebagai kebenaran; dan yang tidak sesuai dengan pemikiran beliau, beliau takwilkan dengan takwil yang menyalahi zhahir hadits atau beliau hukumi hadits yang shahih itu sebagai hadits maudhu', tanpa mengemukakan dalil dan keterangan serta bukti-bukti yang benar.
Mengenai hadits Ibnu Shayyad, Abu 'Ubayyah berkata, "Apakah anak kecil itu sudah mukallaf? Apakah sedemikian serius perhatian Rasul terhadap anggapan semacam ini sehingga beliau perlu menemuinya dan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya? Apakah masuk akal beliau menunggunya sehingga mendapatkan jawaban? Apakah dapat diterima oleh akal sehat bahwa beliau demikian toleran terhadap jawaban si kafir yang mengaku sebagai Nabi dan Rasul? Apakah Allah mengutus anak-anak? Itulah beberapa pertanyaan yang kami ajukan kepada orang-orang yang tidak mau mempergunakan akalnya untuk berpikir yang lurus." [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 104]
Perkataan Ibnu 'Ubayyah itu dijawab bahwa tidak seorang pun yang berpendapat bahwa anak kecil itu sudah mukallaf, juga tidak ada yang berpendapat bahwa Allah mengutus anak-anak sebagai Rasul-Nya. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam ingin mengetahui apakah Ibnu Shayyad itu Dajjal yang sebenarnya atau bukan. Karena tersiar kabar di Madinah bahwa dia adalah Dajjal yang diidentifikasikan oleh Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam dan beliau peringatkan umat beliau terhadapnya, sedangkan beliau sendiri tidak pernah memperoleh wahyu tentang Ibnu Shayyad. Maka Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam melihat bahwa yang menyingkap kebohongannya ialah dia sudah mumayyiz dan memahami perkataan ketika Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam menanyakan, "Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah Rasul Allah?" hingga perkataan beliau, "Sesungguhnya aku menyembunyikan sesuatu terhadapmu" dan lain-lain pertanyaan yang beliau ajukan kepadanya.
Perkataan atau pertanyaan yang diajukan Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam tidak dimaksudkan untuk memberi taklif Ibnu Shayyad (yang masih kecil itu) dengan Islam (mengakui kerasulan beliau). melainkan untuk mengunakap hakikat masalahnya. Kalau begitu maksudnya. maka tidaklah aneh jika Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam berhenti (menunggu) untuk mengetahui jawabannya. Dan dari jawabannya itulah nampak bahwa dia adalah salah seorang dajjal (pembohong) dari para pembohong besar (dajjal-dajjal).
Dan lagi, tidak ada hal yang dapat menghalangi Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam untuk menawarkan Islam kepada anak kecil. Bahkan Imam Bukhari meriwayatkan kisah Ibnu Shayyad itu dan membuat bab dengan judul Bab Kaifa Yu'radhul Islam 'alaAsh-Shabiyyi (Bab Bagaimana Islam ditawarkan kepada Anak Kecil). [Shahih Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Kaifa Yu'radhu Al-islam 'ala Ash-Shabiyyi 6: 171]
Adapun. Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam tidak menghukum Ibnu Shayyad yang mengaku sebagai nabi ini maka hal ini merupakan kesamaran yang disebabkan oleh ketidaktahuan Abu 'Ubayyah terhadap perkataan para ulama mengenai masalah tersebut yaitu:
[1]. Bahwa Ibnu Shayyad adalah orang Yahudi Madinah atau termasuk sekutu mereka, sedangkan antara mereka dan Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam pada waktu itu terdapat perjanjian damai dan saling melindungi. Yaitu ketika Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam tiba di Madinah beliau mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi untuk berdamai dan tidak saling menyerang. serta membiarkan mereka melaksanakan agamanya. Hal ini diperkuat oleh riwayat Imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ?anhu mengenai kisah kepergian, Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam kepada Ibnu Shayyad beserta pertanyaan yang beliau ajukan dan perkatan Umar kepada beliau. "Izinkanlah saya untuk membunuhnya. wahai Rasulullah." Kemudian beliau menjawab. "Jika Ibnu Shayyad itu dajjal maka bukan engkau yang. membunuhnya. tetapi Isa bin Mar'yam ?Alaihis sallam. Dan jika dia itu bukan Dajjal. maka engkau tidak boleh membunuh seseorang yang termasuk golongan orang-orang yang terikat janji damai denganku." [Al-Faihur Rabbani 24: 64-65. Al-Haitsami berkata. "Perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih." Vide: Majma 'uz Zawaid 8:3-4]
Yang berpendapat demikian antara lain adalah Al-Khaththabi (Ma'alamu sunnah 6: 182) dan Al-Baghawi (Syarhus Sunnah 15: 80 dengan tahqiq Syu?aib Al-Arnuth). Ibnu Hajar berkata, "Inilah pendapat yang jelas." [Faihul-Bari 6: 174]
[2]. Ibnu Shayyad pada waktu itu masih kecil, belum dewasa. Jawaban ini diperkuat dengan riwayat Bukhari dari Ibnu Umar Radhiyallahu ?anhu mengenai kisah kepergian Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam kepada Ibnu Shayyad yang dalam riwayat ini Ibnu Umar mengatakan, ".. .sehingga beliau (Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam) menjumpainya sedang bermain-main dengan anak-anak kecil di suatu lembah Bani Mughalali, dan ketika itu Ibnu Shayyad sudah hampir dewasa." [Shahih Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Kaifa Yu 'rodhu Al- Islam 'ala Ash-Shabiyyi 6: 172]
Jawaban kedua ini dipilih oleh Al-Qadhi 'iyadh. [Syarah Muslim oleh An-Nawawi 18: 48]
[3]. Jawaban ketiga yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa Ibnu Shayyad tidak mendakwakan kenabian secara terang-terangan, ia hanya mendakwakan risalah (kerasulan / keterutusan), sedangkan mendakwakan kerasulan tidak mesti mendakwakan kenabian.
Allah berfirman:
"Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Kami telah mengutus (irsal) syetan-syetan kepada orang-orang kafir?" (Maryam: 83). [Fathul-Bari 6: 174]
[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]