pratama_adi2001
New member
Jelek, Bahasa Inggris Mahasiswa Asia
SYDNEY - Minat pelajar Asia untuk berkuliah di Australia belakangan ini meningkat. Sayang, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan berbahasa Inggris yang memadai. Dari hasil survei yang dirilis kemarin, diketahui bahwa kemampuan berbahasa Inggris sepertiga mahasiswa asing yang belajar di Australia sangat rendah. Terutama, mahasiswa Asia.
Ahli demografi Bob Birrell, penyelenggara survei tersebut, mengatakan bahwa sebagian besar mahasiswa Asia lulusan Australia tidak layak bekerja di Negeri Kanguru tersebut. "Kemampuan berbahasa Inggris mereka yang pas-pasan membuat mereka tidak mampu bekerja secara profesional di Australia," katanya. Dalam survei tersebut, Birrell melibatkan sekitar 12.000 lulusan asing dari Asia. Dasarnya, mahasiswa Asia-lah yang paling banyak memohon visa tinggal permanen.
Dari hasil survei Birrell, diketahui bahwa kemampuan berbahasa Inggris terburuk dimiliki oleh mahasiswa asal Korea Selatan dan Thailand. "Lebih dari 50 persen mahasiswa Korea Selatan dan Thailand tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang cukup. Menyusul di belakang mereka adalah mahasiswa Tiongkok. Persentasenya di atas angka 40," lanjut salah seorang cendekia Monash University, Melbourne, tersebut. Untuk mahasiswa Indonesia, kondisinya jauh lebih baik, "hanya" 30 persen. Sedikit lebih bagus dibandingkan mahasiswa asal Jepang (36,8 persen) dan Vietnam (32,9 persen).
Bahkan, mahasiswa dari Singapura dan India yang notabene sering menggunakan bahasa Inggris pun masih dinyatakan belum layak. Menurut Birrell, 17 persen mahasiswa asal Singapura dan India masih belum memenuhi syarat untuk disebut mampu berbahasa Inggris. "Secara keseluruhan, ada sekitar 34 persen mahasiswa asing lulusan Australia yang ditawari visa tinggal permanen pada 2006, tapi tidak mampu berbahasa Inggris dengan baik," lanjutnya.
Kendati demikian, Birrell yakin bahwa pendidikan di Australia cukup representatif untuk mahasiswa dari mana pun, terutama mahasiswa dari Asia. Mengingat selama ini kawasan tersebut selalu menyumbangkan pendapatan pendidikan terbanyak bagi pemerintah. Namun, menurut dia, sejumlah universitas sengaja menurunkan standar kemampuan berbahasa untuk mendapatkan banyak mahasiswa. "Satu hal yang perlu kita pertanyakan di sini adalah standar kualitas pendidikan universitas," tegasnya.
Tiga peringkat teratas mahasiswa yang paling tidak bisa berbahasa Inggris, menurut survei Birrell, adalah Korea Selatan (55,5 persen), Thailand (50,9 persen) dan Nepal (47,9 persen). Menyusul di belakangnya adalah Taiwan (47,4 persen), Tiongkok (43,2 persen), Hongkong (42,9 persen), Bangladesh (42 persen), Jepang (36,8 persen), Vietnam (32,9), dan Indonesia (32 persen). (afp/hep)
SYDNEY - Minat pelajar Asia untuk berkuliah di Australia belakangan ini meningkat. Sayang, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan berbahasa Inggris yang memadai. Dari hasil survei yang dirilis kemarin, diketahui bahwa kemampuan berbahasa Inggris sepertiga mahasiswa asing yang belajar di Australia sangat rendah. Terutama, mahasiswa Asia.
Ahli demografi Bob Birrell, penyelenggara survei tersebut, mengatakan bahwa sebagian besar mahasiswa Asia lulusan Australia tidak layak bekerja di Negeri Kanguru tersebut. "Kemampuan berbahasa Inggris mereka yang pas-pasan membuat mereka tidak mampu bekerja secara profesional di Australia," katanya. Dalam survei tersebut, Birrell melibatkan sekitar 12.000 lulusan asing dari Asia. Dasarnya, mahasiswa Asia-lah yang paling banyak memohon visa tinggal permanen.
Dari hasil survei Birrell, diketahui bahwa kemampuan berbahasa Inggris terburuk dimiliki oleh mahasiswa asal Korea Selatan dan Thailand. "Lebih dari 50 persen mahasiswa Korea Selatan dan Thailand tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang cukup. Menyusul di belakang mereka adalah mahasiswa Tiongkok. Persentasenya di atas angka 40," lanjut salah seorang cendekia Monash University, Melbourne, tersebut. Untuk mahasiswa Indonesia, kondisinya jauh lebih baik, "hanya" 30 persen. Sedikit lebih bagus dibandingkan mahasiswa asal Jepang (36,8 persen) dan Vietnam (32,9 persen).
Bahkan, mahasiswa dari Singapura dan India yang notabene sering menggunakan bahasa Inggris pun masih dinyatakan belum layak. Menurut Birrell, 17 persen mahasiswa asal Singapura dan India masih belum memenuhi syarat untuk disebut mampu berbahasa Inggris. "Secara keseluruhan, ada sekitar 34 persen mahasiswa asing lulusan Australia yang ditawari visa tinggal permanen pada 2006, tapi tidak mampu berbahasa Inggris dengan baik," lanjutnya.
Kendati demikian, Birrell yakin bahwa pendidikan di Australia cukup representatif untuk mahasiswa dari mana pun, terutama mahasiswa dari Asia. Mengingat selama ini kawasan tersebut selalu menyumbangkan pendapatan pendidikan terbanyak bagi pemerintah. Namun, menurut dia, sejumlah universitas sengaja menurunkan standar kemampuan berbahasa untuk mendapatkan banyak mahasiswa. "Satu hal yang perlu kita pertanyakan di sini adalah standar kualitas pendidikan universitas," tegasnya.
Tiga peringkat teratas mahasiswa yang paling tidak bisa berbahasa Inggris, menurut survei Birrell, adalah Korea Selatan (55,5 persen), Thailand (50,9 persen) dan Nepal (47,9 persen). Menyusul di belakangnya adalah Taiwan (47,4 persen), Tiongkok (43,2 persen), Hongkong (42,9 persen), Bangladesh (42 persen), Jepang (36,8 persen), Vietnam (32,9), dan Indonesia (32 persen). (afp/hep)