Jokowi Minta Kritik, Bagaimana Agar 'Aman' dari UU ITE?

spirit

Mod
w1200

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meminta masyarakat untuk lebih aktif dalam memberikan masukan hingga kritik berkaitan dengan buruknya pelayanan publik di Indonesia. Apalagi, jika ada potensi maladministrasi yang dilakukan sejumlah pihak di lembaga penyelenggara pelayanan publik.

Hal ini disampaikan Jokowi saat memberi sambutan di laporan tahunan Ombudsman 2020 secara virtual, Senin (8/2).

"Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi maladministrasi," kata Jokowi.

Lalu, bagaimana tanggapan dari DPR?

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menilai permintaan Jokowi tidak satu kata dengan perbuatannya. Menurutnya, pemerintah saat ini justru antrikritik dan masyarakat yang melakukan kritik ditangkap dan disangkakan pidana.

Wah, ucapan anggota DPR itu ada buktinya enggak nih?

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyajikan bukti dari ucapan Benny.

Muhammad Isnur mengungkapkan pelbagai bentuk ancaman yang dirasakan sebagian masyarakat yang aktif mengutarakan pendapat tercatat meningkat di era Jokowi.

"Iya [yang mengkritik jadi terancam]. Karena kriminalisasi dan serangan-serangan digital semakin tinggi," kata Isnur dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/2).

Waduh…Ada yang mendukung Jokowi kah dalam hal ini?


Tidak serta merta menduku, tapi anggota DPR fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengaku mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi. Namun, ia juga mengingatkan soal perbaikan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi.

Selain itu, Mardani juga meminta agar Jokowi menertibkan para buzzer yang dinilai menghalangi kebebasan berekspresi hingga membuat masyarakat takut bersuara.

Terkait buzzer, MUI telah mengeluarkanfatwa haram untuk aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, termasuk orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasi buzzer.

Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa mengkritik pemerintah tanpa terkena UU ITE?

Menurut Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto hanya ada dua hal yang mampu membuat seseorang terjerat hukuman UU ITE. Pertama, menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan suatu hal. Kedua, menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan kebencian.

"Yang lain-lain mah boleh. Mengkritik, nggak setuju, menganggap kebijakan itu keliru dengan argumentasi, itu boleh. Itu UU tidak akan mengenainya selama diterapkan dengan benar," jelas Henri saat dihubungi KompasTV, Rabu (10/2).



 
Back
Top