Juventus Mengulang Final Champions Tahun 1985

nisaasinsin

New member
Juventus-Mengulang-Kembali-Final-Champions-1985-300x200.jpg


Juventus akan menjalani final ke-8 mereka di kompetisi Liga Champions. Dari 7 final sebelumnya mereka hanya memenangi 2 di antaranya. Mereka tentu tak ingin memperpanjang rekor buruknya itu.
Pertama kali “Si Nyonya Tua” menjadi yang terbaik di Eropa adalah di musim 1984/1985, dalam final ketiganya. Mereka sukses menjungkalkan kesebelasan asal Inggris, Liverpool, dengan skor tipis 1-0, lewat gol penalti Michel Platini.
Jika membandingkan laga final Juventus di tahun 1985 dengan final Sabtu (6/6) besok, ada beberapa kesamaan. Jika mitos pengulangan berlaku, mungkin saja mereka bisa keluar sebagai juara musim ini.
1. Persamaan jumlah trofi lawan yang dihadapi
Barcelona yang akan menjadi lawan Juve di akhir pekan mendatang adalah peraih empat gelar juara Liga Champions (1992, 2006, 2009, 2011). Begitu pula tim yang mereka kalahkan di final 1985: Liverpool. Kala ituThe Reds merupakan juara empat kali Eropa (1977, 1978, 1981, 1984).
Situasi seperti ini tidak terjadi saat Juve kalah dalam 5 partai final sebelumnya. Ajax yang dihadapi pada 1973, baru mengoleksi dua trofi juara. Hamburg (1983) baru meraih trofi perdananya setelah mengalahkan Juve. Sama halnya dengan Borussia Dortmund yang menghadapi Juve ada 1997.
Sementara AC Milan yang menjungkalkan Juve pada 2003, sebelumnya telah mengoleksi lima trofi juara. Dan Real Madrid yang mengalahkan Juve pada 1998, telah memiliki gelar juara sebanyak enam trofi.
2. Selalu menjadi tuan rumah pertama sejak babak 16 besar
Juventus lolos ke final setelah mengalahkan Real Madrid di babak semifinal dengan skor agregat 3-2. Mereka unggul 2-1 di leg pertama di Turin, lalu menahan lawannya itu 1-1 di Santiago Bernabeu.
Kondisinya mirip dengan tahun 1985. Juve juga berhasil menembus final dengan kemenangan agregat 3-2 di babak semifinal, atas Girondins Bordeaux. Hanya saja, ketika itu mereka unggul 3-0 di kandang, sebelum kalah 0-2 di partai kedua di markas klub Prancis itu.
Selain itu, dari tiga pertandingannya di fase knock-out, Juve selalu jadi tuan rumah di leg pertama. Pun begitu saat berlaga di final, Juve kembali akan berstatus sebagai “tuan rumah” meski pertandingan digelar di tempat netral di Olympiastadion, Berlin, Jerman.
Skema seperti ini terjadi juga pada final 1985. Sejak babak 16 besar Juve selalu menjadi tuan rumah di leg pertama. Saat mengalahkan Liverpool di stadion Heysel, Brussel, pun Juve berstatus sebagai tuan rumah.
Saat itu memang belum dikenal sistem pengundian setiap memasuki fase baru. Pengundian hanya dilakukan pada permulaan kompetisi. Dan Juve mendapatkan tempat teratas (pertama) dalam pohon kompetisi. Sehingga ketika memenangi setiap pertandingan, Juve akan selalu menjadi tuan rumah terlebih dahulu. Dan pola seperti ini, Juve melangkah ke babak final dengan terus berstatus sebagai tuan rumah, baru terjadi pada musim ini.
3. Diarsiteki oleh Eks pelatih AC Milan
Massimilliano Allegri sempat dikecam oleh tifosi Juventus di masa awal kepemimpinannya. Sebab Allegri sebelum melatih klub rival mereka, AC Milan, dari 2010 sampai 2014.
Kondisi serupa terjadi saat Bianconeri menjuarai trofi Eropa 1985. Pelatih mereka kala itu, Giovanni Trapattoni, sebelumnya adalah pelatih AC Milan.
Di awal musim 1976-1977 Trapattoni ditunjuk manajemen Juventus sebagai pelatih pengganti Carlo Parola. Tanpa prestasi saat melatih Milan, sejumlah keraguan muncul terhadap dia. Namun ternyata Trapattoni memberi banyak kesuksesan bagi Juventus. Ia mempersembahkan lima trofi Serie A dalam 10 tahun pertamanya bersama Juventus, termasuk gelar juara Liga Champions 1985.
Saat masih ditangani Antonio Conte, skuat Juventus kembali diperkenalkan dengan formasi yang menggunakan skema tiga bek. Giorgio Chiellini, Andrea Barzagli, dan Leonardo Bonucci berdiri di depan Gianluigi Buffon. Ketiganya masih diandalkan hingga saat ini di era Allegri, walaupun sesekali dia juga menggunakan empat bek sejajar.
Skema tiga bek ternyata jadi andalan Juventus asuhan Trapattoni yang menjuarai Piala Eropa di tahun 1985. Saat itu ia menggunakan formasi 3-5-2 sebagai pakem, namun bisa bertransformasi menjadi 4-2-4 saat bermain.
Di lini pertahanan Mr. Trap mengandalkan Luciano Favero, Sergio Brio, dan sang kapten, Gaetano Scirea. Posisi sayap kiri sebagai penyeimbang diisi oleh Antonio Cabrini. Sedangkan sisi kanan yang lebih menyerang ditempati oleh gelandang sayap, Massimo Briaschi.
Lini tengah dihuni oleh Marco Tardelli, Massimmo Bonini, dan Michel Platini. Sebagai pemain yang mengobrak-abrik pertahanan lawan, Trapattoni menyerahkan pada Paolo Rossi dan penyerang asal Polandia, Zbigniew Boniek.
Pada empat final lain ketika kalah, Juve selalu menggunakan skema empat bek.
***
Hasil akhir sebuah pertandingan tentu saja akan lebih ditentukan oleh apa yang akan terjadi di lapangan. Fakta-fakta kesamaan yang baru saja dijabarkan mungkin tidak akan berpengaruh sama sekali dalam pertandingan nanti. Namun tak menutup kemungkinan pula sejarah seringkali terulang di masa depan. Lantas, apakah dengan banyaknya persamaan di atas Juve mampu mengulang kejayaan tahun 1985 di Liga Champions musim ini?.

Email: cs@hl8asia.com

PIN BBM: 7E30C0A9
 
Back
Top