Iron Buffalo (MACI Solo)
Kerbau besi dipusingkan masalah regenerasi
Bagi para penggemar motor antik di Kota Solo tentunya sudah tidak asing lagi dengan klub yang satu ini, Iron Buffalo. Kendati namanya demikian, orang-orang lebih mengenalnya dengan nama Motor Antik Club Indonesia (MACI) Solo.
Pasalnya, klub ini memang menginduk pada MACI yang berpusat di Semarang.
Menurut ketua Iron Buffalo, Hendra Bayu, klubnya dibentuk pada 22 Mei 1994. ”Sebelumnya, hanya ada satu klub yang mewadahi para penggemar motor dan mobil antik, yaitu Persatuan Penggemar Motor Antik Indonesia. Kemudian, pada 1994, para penggemar motor antik tersebut membentuk komunitas sendiri yang diberi nama Iron Buffalo. Namun, setelah kami menginduk ke MACI, orang-orang lebih mengenal kami sebagai MACI Solo,” ujar pria yang mengaku sehari-harinya bekerja sebagai panitera di Pengadilan Negeri (PN) Solo tersebut.
Meski dengan embel-embel motor antik, ternyata tidak semua motor antik bisa bergabung dengan Iron Buffalo. Menurut Jaka Sudana, sekretaris klub, Iron Buffalo membatasi keanggotaannya pada motor-motor buatan Eropa dan Amerika seperti Harley Davidson, Norton, BSA, AJS, Matcless, Triumph, Indians, BMW, Royal Enfield, DKW, dan sebagainya. Itu pun, harus motor buatan sebelum tahun 1966. Sedangkan motor-motor Jepang dan Vespa tidak diperkenankan menjadi anggota. Hal itu, menurut Jaka, karena motor-motor Jepang dan Vespa atau skuter biasanya sudah memiliki klub sendiri.
Mengenai jumlah anggota, Jaka mengatakan sejak dibentuknya hingga sekarang, klub ini memiliki jumlah anggota yang relatif stabil pada angka 40-an. Latar belakang profesi anggotanya pun beragam. Ada pegawai swasta, pegawai negeri sipil (PNS), lurah, guru, dan sebagainya.
Untuk menjaga solidaritas di antara para anggotanya, Jaka mengatakan selain mengadakan touring ke berbagai kota, Iron Buffalo mengadakan pertemuan rutin sambil nongkrong-nongkrong di perempatan Nonongan setiap Sabtu malam. Pertemuan rutin juga diadakan setiap bulan di rumah anggota secara bergiliran.
Sayangnya, dari sekian banyak anggota Iron Buffalo, sedikit sekali yang berusia di bawah 20 tahun. ”Kami memang mengalami kendala dengan masalah regenerasi. Tidak banyak anak muda sekarang yang menggemari motor-motor antik Eropa dan Amerika. Ini patut disayangkan. Sebab, diakui atau tidak, motor-motor tersebut pernah ada di Indonesia, dan merupakan aset budaya yang patut untuk dilestarikan,” jelas Jaka.
Selain masalah regenerasi, lanjut Jaka, klub Iron Buffalo juga mengalami masalah terkait legalitas motor. Kebanyakan anggota klub mengalami kesulitan untuk mendapatkan surat-surat yang menunjukkan validitas kepemilikan motor, seperti buku pemilikan kendaraan bermotor (BPKB), faktur pembelian dan sebagainya.
Hal itu, menurut Jaka, lantaran motor-motor yang dimiliki oleh anggota, mayoritas merupakan motor yang dibangun sendiri dari rongsokan besi atau kerangka motor tua, sehingga tidak ada surat-suratnya. ”Kami sudah mengusahakan penyelesaian masalah ini dengan pihak kepolisian. Karena bagaimana pun kami juga warga negara yang baik dan ingin berbuat tertib serta menghindari penyimpangan. Namun, hingga saat ini, masalah tersebut belum juga terselesaikan,” ungkap Jaka. - shs