ajipangestu
New member
satu kota dua nama
solo merupakan suatu kota yg memiliki dua nama. saya sebagai warga kota solo sendiri bingung saat ditanya solo itu mananya surakarta sih? gara2 pertanyaan itu aku sendiri mencoba nyari artikel yg berkaitan:
berikut adalah artikel yg menyebutkan solo merupakan satu kota dengan dua nama
Setahun lalu, Paguyuban Pensiunan Pegawai Kota Surakarta, tiba-tiba bangkit, mengusulkan nama Kota Surakarta diganti dengan Solo. Usulan itu, tepat menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-265 Kota Solo. Tapi, toh, Kota Bengawan ini memang unik, dengan mimpi menjadi kota internasional, kota ini lahir dengan dua nama, Solo dan Surakarta.
Pemkot Solo, cenderung memilih nama Solo, karena lebih marketable atau menjual untuk promosi kota. Alasannya, sejumlah ikon kota ini banyak populer dengan nama Solo. ”Seperti nama sungai yang mengalir hingga ke Jawa Timur, ’Bengawan Solo’. Bahkan nama itu semakin terkenal hingga ke luar negeri lewat lagu gubahan almarhum Gesang,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkot Solo, Purnomo Subagyo, kepada Joglosemar Kamis (3/2).
”Saat kita promosi ke luar daerah, orang akan lebih cepat tahu dengan nama Solo daripada Surakarta.” Tak heran, dalam promosinya, Pemkot cenderung memakai nama Solo, ketimbang Surakarta. Bahkan kata ”Solo”, katanya dimunculkan dalam setiap branding. ”Seperti Solo the Spirit of Java, itu seolah sudah melekat dan langsung bisa dikenal orang,” katanya.
Sejurus kemudian, nama Solo, dia sarankan untuk dipakai para pengelola hotel dan agen perjalanan wisata. Nama itu, juga diklaim menjadi magnet penumbuh ekonomi untuk Kota Bengawan ini.”Lihat saja itu dengan nama Solo, pengusaha batik, baik di Laweyan maupun Kauman, bisa meningkatkan omzet hingga 200 persen,” ujarnya.
Lain pemkot, lain pula dengan cerita dari keraton surakarta yang kukuh mempertahankan nama Surakarta. Ikon Surakarta, dipertahankan karena dianggap untuk meluruskan sejarah.
KP Haryo Puger, Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta kepada Joglosemar, Kamis (3/2), mengatakan, nama Surakarta yang harusnya dikenalkan ke publik, bukan Solo.
Sejarah nama Solo, katanya, berasal dari nama sebuah desa, yakni Desa Solo yang ditempati Keraton Surakarta sejak Paku Buwono II. Sehingga nama Solo diganti dengan nama Surakarta Hadiningrat. Namun sejak penjajahan yang dilakukan Jepang, wilayah Surakarta tetap disebut dengan nama Solo, hingga terkenal saat ini. ”Solo sebenarnya bukan nama kota, tetapi nama sebuah desa, itu sejarahnya,” katanya.
”Yang menjadi keprihatinan saat ini, sistem yang ada telah membutakan masyarakat terhadap sejarah. Masyarakat saat ini, hanya bersifat praktis, hanya dapat bersikap ’terima jadi’, tanpa berpikir kritis. Kondisi ini, semakin melunturkan nilai-nilai adat dan budaya yang berada di Surakarta,” ujarnya.
Menurut Puger, seharusnya Pemkot sejak awal harus memperkenalkan nama Surakarta. Namun karena faktor ekonomi dan promosi, nama Surakarta sedikit diabaikan. ”Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena Solo adalah kota budaya, sehingga Pemkot seharusnya lebih memfamiliarkan nama Surakarta, bukan Solo,” katanya.
”Kami tidak merasa kecewa. Namun seharusnya ada pelurusan dan pemahaman sejarah yang dilakukan Pemkot kepada masyarakat. Meskipun nama Solo lebih menjual, seharusnya nama Surakarta tetap diprioritaskan sebagai nilai budaya dan sejarah.”
Dua kubu tetap dengan pendiriannya, namun redaksi Joglosemar, mencatat, ontran-ontran kedua nama itu, justru membuat Kota Bengawan ini semakin unik. Satu kota dengan dua nama. n Tri Sulistiyani |
Anisaul Karimah
sumber: harian joglosemar :finger:
solo merupakan suatu kota yg memiliki dua nama. saya sebagai warga kota solo sendiri bingung saat ditanya solo itu mananya surakarta sih? gara2 pertanyaan itu aku sendiri mencoba nyari artikel yg berkaitan:
berikut adalah artikel yg menyebutkan solo merupakan satu kota dengan dua nama
Setahun lalu, Paguyuban Pensiunan Pegawai Kota Surakarta, tiba-tiba bangkit, mengusulkan nama Kota Surakarta diganti dengan Solo. Usulan itu, tepat menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-265 Kota Solo. Tapi, toh, Kota Bengawan ini memang unik, dengan mimpi menjadi kota internasional, kota ini lahir dengan dua nama, Solo dan Surakarta.
Pemkot Solo, cenderung memilih nama Solo, karena lebih marketable atau menjual untuk promosi kota. Alasannya, sejumlah ikon kota ini banyak populer dengan nama Solo. ”Seperti nama sungai yang mengalir hingga ke Jawa Timur, ’Bengawan Solo’. Bahkan nama itu semakin terkenal hingga ke luar negeri lewat lagu gubahan almarhum Gesang,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkot Solo, Purnomo Subagyo, kepada Joglosemar Kamis (3/2).
”Saat kita promosi ke luar daerah, orang akan lebih cepat tahu dengan nama Solo daripada Surakarta.” Tak heran, dalam promosinya, Pemkot cenderung memakai nama Solo, ketimbang Surakarta. Bahkan kata ”Solo”, katanya dimunculkan dalam setiap branding. ”Seperti Solo the Spirit of Java, itu seolah sudah melekat dan langsung bisa dikenal orang,” katanya.
Sejurus kemudian, nama Solo, dia sarankan untuk dipakai para pengelola hotel dan agen perjalanan wisata. Nama itu, juga diklaim menjadi magnet penumbuh ekonomi untuk Kota Bengawan ini.”Lihat saja itu dengan nama Solo, pengusaha batik, baik di Laweyan maupun Kauman, bisa meningkatkan omzet hingga 200 persen,” ujarnya.
Lain pemkot, lain pula dengan cerita dari keraton surakarta yang kukuh mempertahankan nama Surakarta. Ikon Surakarta, dipertahankan karena dianggap untuk meluruskan sejarah.
KP Haryo Puger, Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta kepada Joglosemar, Kamis (3/2), mengatakan, nama Surakarta yang harusnya dikenalkan ke publik, bukan Solo.
Sejarah nama Solo, katanya, berasal dari nama sebuah desa, yakni Desa Solo yang ditempati Keraton Surakarta sejak Paku Buwono II. Sehingga nama Solo diganti dengan nama Surakarta Hadiningrat. Namun sejak penjajahan yang dilakukan Jepang, wilayah Surakarta tetap disebut dengan nama Solo, hingga terkenal saat ini. ”Solo sebenarnya bukan nama kota, tetapi nama sebuah desa, itu sejarahnya,” katanya.
”Yang menjadi keprihatinan saat ini, sistem yang ada telah membutakan masyarakat terhadap sejarah. Masyarakat saat ini, hanya bersifat praktis, hanya dapat bersikap ’terima jadi’, tanpa berpikir kritis. Kondisi ini, semakin melunturkan nilai-nilai adat dan budaya yang berada di Surakarta,” ujarnya.
Menurut Puger, seharusnya Pemkot sejak awal harus memperkenalkan nama Surakarta. Namun karena faktor ekonomi dan promosi, nama Surakarta sedikit diabaikan. ”Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena Solo adalah kota budaya, sehingga Pemkot seharusnya lebih memfamiliarkan nama Surakarta, bukan Solo,” katanya.
”Kami tidak merasa kecewa. Namun seharusnya ada pelurusan dan pemahaman sejarah yang dilakukan Pemkot kepada masyarakat. Meskipun nama Solo lebih menjual, seharusnya nama Surakarta tetap diprioritaskan sebagai nilai budaya dan sejarah.”
Dua kubu tetap dengan pendiriannya, namun redaksi Joglosemar, mencatat, ontran-ontran kedua nama itu, justru membuat Kota Bengawan ini semakin unik. Satu kota dengan dua nama. n Tri Sulistiyani |
Anisaul Karimah
sumber: harian joglosemar :finger: