Kultur dan Sejarah Masjid

Masjid Saka Tunggal


saka%2Btunggal%2Bth%2B1288.JPG

Nama resmi masjid ini adalah masjid Saka Tunggal Baitussalam, tapi lebih populer dengan nama masjid saka tunggal karena memang Masjid ini hanya mempunyai saka tunggal (tiang penyangga tunggal). Saka tunggal yang berada di tengah bangunan utama masjid, saka dengan empat sayap ditengahnya yang akan nampak seperti sebuah totem, bagian bawah dari saka itu dilindungi dengan kaca guna melindungi bagian yang terdapat tulisan tahun pendirian masjid tersebut.

Masjid saka tunggal berukuran 12 x 18 meter ini menjadi satu satunya masjid di pulau Jawa yang dibangun jauh sebelum era Wali Sembilan (Wali Songo) yang hidup sekitar abad 15-16M. Sedangkan masjid ini didirikan tahun 1288M, 2 abad sebelum Wali Songo. Sekaligus menjadikan Masjid Saka Tunggal Baitussalam sebagai Masjid Tertua di Indonesia.

Masjid Masjid Saka Tunggal Baitussalam berada di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon Banyumas. Ditengah suasana pedesaan Jawa yang begitu kental Suasana pedesaan sangat kental. Di kawasan masjid yang dipenuhi dengan kera-kera yang berkeliaran bebas. Bangunan masjid juga sangat unik, beratapkan ijuk serta sebagian dindingnya dari anyaman bambu.

Masjid ini dibangun pada tahun 1288 Masehi sebagaimana tertulis di prasasti yang terpahat di saka masjid itu. lebih tua dari kerajaan majapahit yang berdiri tahun 1294 Masehi, masjid ini berdiri ketika masa kerajaan singasari. merupakan masjid tertua di indonesia.

Sejarah Masjid Saka tunggal senantiasa terkait dengan Tokoh penyebar Islam di Cikakak, bernama Mbah Mustolih yang hidup dalam Kesultanan Mataram Kuno. Itu sebabnya, tidak heran bila unsur Kejawen masih cukup melekat. Dalam syiar Islam yang dilakukan, Mbah Mustolih memang menjadikan Cikakak sebagai "markas" dengan ditandai pembangunan masjid dengan tiang tunggal tersebut. Beliau dimakamkan tak jauh dari masjid Saka Tunggal.

Tradisi Unik Masjid Saka Tunggal, Banyumas

  • Zikir seperti melantunkan kidung jawa
    Keunikan masjid saka tunggal Banyumas, benar benar terasa di hari Jum’at. Selama menunggu waktu sholat jum’at dan setelah sholat jum’at, Jamaah masjid Saka Tunggal berzikir dan bershalawat dengan nada seperti melantunkan kidung jawa. Dengan bahasa campuran Arab dan Jawa, tradisi ini disebut tradisi ura ura.
  • Pakaian Imam dan muazin
    Imam masjid tidak menggunakan penutup kepala yang lazimnya digunakan di Indonesia yang biasanya menggunakan peci, kopiyah, tapi menggunakan udeng/pengikat kepala. khutbah jumat disampaikan seperti melantunkan sebuah kidung.
  • Empat muazin sekaligus
    Empat orang muazim berpakaian sama dengan imam, menggunakan baju lengan panjang warna putih, menggunakan udeng bermotif batik, dan ke empat muazin tersebut mengumandangkan adzan secara bersamaan.
  • Semuanya dilakukan berjama’ah
    Uniknya lagi, seluruh rangkaian sholat jumat dilakukan secara berjamaah, mulai dari shalat tahiyatul masjid, kobliah juma’at, shalat Jumat, ba’diah jum’at, shalat zuhur, hingga ba’diah zuhur. Semuanya dilakukan secara berjamaah.
  • Tanpa Pengeras Suara
    Masjid Saka Tunggal Baitussalam hingga saat ini masih mempertahankan tradisi untuk tidak menggunakan pengeras suara. Meski demikian suara azan yang dilantunkan oleh empat muazin sekaligus, tetap terdengar begitu lantang dan merdu dari masjid ini.
  • Ritual Ganti Jaro, Masjid Saka Tunggal
    Adalah ritual mengganti pagar bambu keliling masjid saka tunggal. Ritual ini diikuti oleh seluruh warga desa Cikakak. Dalam ritual yang mereka sebut ganti Jaro Rajapine. Saat membuat pagar ada beberapa pantangan yang harus ditaati. Mereka dilarang berbicara dengan suara keras serta tidak boleh menggunakan alas kaki. Sehingga yang terdengar hanya pagar bambu yang dipukul. Karena melibatkan ratusan warga, hanya dalam waktu 2 jam pagar sepanjang 300 meter ini selesai.

    Selain bermakna kebersamaan dan gotong royong, tradisi ganti Jaro Rajab ini bagi warga di sini dipercaya bisa menghilangkan sifat jahat dari diri manusia. Pagar bambu ini selain mengelilingi Masjid Saka Tunggal juga makam Nyai Toleh. Seorang penyebar agama di Banyumas. Sejumlah utusan dari kraton Surakarta dan Ngayogjogkarta Hadiningrat ikut ambil bagian dalam acara ini dengan memanjatkan doa di makam, sebagai rasa syukur.

    Ritual ganti Jaro Rajab ini kemudian diakhiri dengan prosesi arak arakan 5 gulungan yang berisi nasi tumpeng ini kemudian diperebutkan warga karena dipercaya bisa memberikan berkah.
Arsitektur Masjid

Salah satu keunikan Saka Tunggal adalah empat helai sayap dari kayu di tengah saka. Empat sayap yang menempel di saka tersebut melambangkan ”papat kiblat lima pancer”, atau empat mata angin dan satu pusat. Papat kiblat lima pancer berarti manusia sebagai pancer dikelilingi empat mata angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi. Saka tunggal itu perlambang bahwa orang hidup ini seperti alif, harus lurus. Jangan bengkok, jangan nakal, jangan berbohong. Kalau bengkok, maka bukan lagi manusia.

Empat mata angin itu berarti bahwa hidup manusia harus seimbang. Jangan terlalu banyak air bila tak ingin tenggelam, jangan banyak angin bila tak mau masuk angin, jangan terlalu bermain api bila tak mau terbakar, dan jangan terlalu memuja bumi bila tak ingin jatuh. ”Hidup itu harus seimbang,”

Papat kiblat lima pancer ini sama dengan empat nafsu yang ada dalam manusia. Empat nafsu yang dalam terminologi Islam-Jawa sering dirinci dengan istilah aluamah, mutmainah, sopiah, dan amarah. Empat nafsu yang selalu bertarung dan memengaruhi watak manusia.

Keaslian yang masih terpelihara adalah ornamen di ruang utama, khususnya di mimbar khotbah dan imaman. Ada dua ukiran di kayu yang bergambar nyala sinar matahari yang mirip lempeng mandala. Gambar seperti ini banyak ditemukan pada bangunan-bangunan kuno era Singasari dan Majapahit.

Kekhasan yang lain adalah atap dari ijuk kelapa berwarna hitam. Atap seperti ini mengingatkan atap bangunan pura zaman Majapahit atau tempat ibadah umat Hindu di Bali. Tempat wudu pun juga masih bernuansa zaman awal didirikan meskipun dindingnya sudah diganti dengan tembok.

Renovasi dan Benda Benda Peninggalan

Sejak tahun 1965 masjid ini sudah dua kali dipugar. Selain dinding tembok, juga diberi dinding anyaman bambu serta lapisan atap seng, Meski sebagian dinding telah direhab dengan tembok, tetapi arsitektur masjid tetap tidak diubah. Sehingga tidak ada perbedaan bentuk yang berarti dari awal berdiri hingga sekarang. Sedangkan tiang dari kayu jati yang menopang bangunan utama masjid dengan ukuran masih terlihat begitu kokoh. Selama ratusan tahun berdiri, warga dan jamaah di Cikakak sama sekali tidak mengganti bangunan utama yang ada di tempat itu, kecuali hanya membangun tembok sekeliling masjid sebagai penopang. Barang lainnya yang sampai sekarang masih tetap rapi dan dipelihara di antaranya adalah bedug, kentongan, mimbar masjid, tongkat khatib dan tempat wudlu.



Sumber:
bujangmasjid.blogspot.com




-dipi-
 
Masjid Shah Faisal


masjid-shah-faisal-islamabad-pakistan.jpg


Masjid Faisal terletak di sebelah paling utara Islamabad, ibukota Pakistan. Namanya diambil dari nama pendirinya, Raja Faisal Bin Abdul Aziz dari Arab Saudi dan ditetapkan sebagai Masjid Nasional Pakistan. Tidak seperti masjid di Asia pada umumnya, Masjid Faisal tidak memiliki kubah maupun arca.

Bentuknya yang tidak biasa, terinspirasi dari tenda yang didirikan salah satu suku Arab, Bedouin. Ruang salat utama berbentuk seperti segitiga besar dan menara dibuat meruncing ke atas. Sedikit dipengaruhi gaya bangunan Turki, Masjid Faisal termasuk salah satu gambaran masjid dengan desain arsitektur kontemporer.

Sejarah

Rencana pembangunan masjid ini di awali saat King Faisal bin Abdul Azis mengadakan kunjungan resmi ke Pakistan pada tahun 1966. King Faisal menyampaikan perlunya Pakistan memiliki sebuah masjid nasional, sebagai negara Islam. Pada tahun 1969 diadakan sayembara perancangan design dari masjid yang akan dibangun tersebut, yang diikuti oleh banyak arsitek dari 17 negara dengan jumlah proposal 47 buah. Dari sayembara ini dipilihlah rancangan yang dibuat oleh seorang arsitek Turki yang bernama Vedat Dalokay. Pembangunan dimulai pada tahun 1976, dengan biaya dari King Faisal sebesar 130 juta Riyal (dengan kurs sekarang sekitar 120 juta US dollar). Pembangunan selesai pada tahun 1986, dan menjadikan masjid ini sebagai masjid terbesar di dunia sampai tahun 1993, ketika akhirnya rekor ini dipecahkan saat Masjid Hassan II di Casablanca, Maroko selesai dibangun.




-dipi-
 
Back
Top