Penulis: Akh Abu Mushlih Ari Wahyudi
Diketik ulang oleh: Raehan
Setiap muslim tentunya menghendaki memiliki bangunan agama yang tegak dan kokoh. Sebagaimana yang digambarkan oleh Alloh Ta?ala di dalam kitab-Nya yang mulia, ?Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Alloh memberikan sebuah perumpamaan kalimat yang bagus (kalimat tauhid) seperti sebuah pohon yang bagus, pokoknya kokoh terhunjam dan cabang-cabangnya menjulang tinggi di langit?? (Ibrohim: 24)
Sebagaimana telah kita saksikan dalam perjalanan sejarah ummat ini kecemerlangan generasi sahabat, tabi?in (murid para sahabat) dan tabi?ut tabi?in (murid para tabi?in) dalam menegakkan agama Islam sehingga mereka tampil sebagai pemenang, bukan sebagai pecundang sebagaimana kondisi kita sekarang ini, wallohul musta?aan. Oleh karenanya setiap muslim berkepentingan untuk memahami akidah dengan sebenar-benarnya. Supaya kehinaan yang selama ini menimpa kita berubah menjadi kemuliaan hakiki. Bukankah Alloh telah berfirman, ?Sesungguhnya Alloh tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.? (Ar Ro?du: 11)
Pengertian Akidah
Secara bahasa kata ?akidah? berasal dari kata al ?aqdu yang artinya mengikat sesuatu. Apabila dikatakan aku ber-i?tiqod demikian maka maksudnya aku mengikatkan hati dan perasaanku kepada sesuatu. Sedangkan akidah adalah segala sesuatu yang dijadikan oleh seorang manusia sebagai keyakinan agamanya. Sehingga bila ada seseorang yang dikatakan bahwa dia memiliki akidah yang bagus maka artinya akidahnya mantap dan tidak dicampuri keraguan.
Akidah adalah amalan hati yang berupa keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu yang diyakini tadi. Adapun dalam pandangan syari?at akidah adalah keimanan kepada Alloh, para malaikat, kitab-kitab, para Rosul, hari akhir dan keimanan kepada takdir baik maupun buruk, ini semua disebut juga rukun iman.
Dua Cakupan Syari?at Islam
Syari?at Islam yang mulia ini terbagi menjadi dua bagian: I?tiqodiyaat (yang menyangkut keyakinan) dan ?Amaliyaat (yang menyangkut perbuatan). Syakih Sholih Al Fauzan hafizhohulloh (semoga Alloh menjaga beliau) menjelaskan bahwa perkara I?tiqodiyaat itu adalah perkara yang tidak berkaitan dengan tata cara beramal, seperti contohnya mengenai keyakinan tentang rububiyah Alloh serta meyakini wajibnya kita beribadah kepada-Nya atau keyakinan lainnya yang terkandung dalam rukun iman yang telah disebutkan. Perkara ini disebut juga dengan istilah Ashl (pokok). Adapun perkara ?amaliyaat adalah yang terkait dengan tata cara amalan seperti bagaimana cara sholat, pembayaran zakat, puasa dan semua aturan dalam beramal. Perkara ini disebut juga sebagai furu? (cabang) dikarenakan kebaikan dan kerusakannya dibangun di atas pokok akidah tadi.
Dengan demikian akidah shohihah adalah asas tegaknya agama dan penentu sah tidaknya amalan. Seorang yang beramal tanpa dilandasi akidah yang shohihah maka amalannya tidak ada gunanya di akhirat, sebagaimana hal itu dikisahkan oleh Alloh di dalam Al Qur?an dengan firman-Nya, ?Kami hadapi seluruh amal yang dahulu pernah mereka kerjakan (di dunia) kemudian Kami pun menjadikannya laksana debu yang beterbangan.? (Al Furqon: 33) Maka apalah artinya amalan banyak jikalau ternyata dibangun di atas akidah yang rusak? Renungkanlah wahai saudaraku semoga Alloh memberikan karunia taufiq-Nya kepadamu.
Syirik Merusak Akidah
Di dalam banyak ayat Al Qur?an Alloh Ta?ala menjelaskan bahwa semua amalan tidak akan diterima kecuali jika bersih dari kesyirikan. Alloh Ta?ala berfirman, ?Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya hendaklah dia mengerjakan amal sholeh dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun (dengan-Nya) dalam beribadah kepada Robbnya.? (Al Kahfi: 110). Bahkan Alloh mengancam dengan keras kepada orang-orang yang paling mulia di atas muka bumi ini yaitu para Rosul kalaulah mereka berbuat syirik niscaya hanguslah amal-amal yang mereka kerjakan. Alloh berfirman, ?Sungguh telah diwahyukan kepada para Nabi sebelum engkau dan juga kepadamu (Muhammad): Benar-benar jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyaplah seluruh amalmu dan sungguh kamu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang rugi.? (Az Zumar: 65)
Kalau para Rosul saja mendapatkan ancaman semacam ini ?padahal mereka adalah orang-orang yang ma?shum (dijaga oleh Alloh dari terus menerus dalam kesalahan- maka orang-orang yang selain mereka sudah sepantasnya untuk lebih merasa takut akan sirnanya amal mereka. Sudah seharusnya kita terheran-heran bila mendengar ada orang-orang yang meremehkan persoalan akidah ini bahkan mengecilkannya atau menganggapnya kurang penting, dengan alasan penduduk negeri kita ini (Indonesia) kan mayoritas muslim jadi akidahnya tidak perlu dipermasalahkan lagi. Maka hendaknya kita berkaca diri, jangan-jangan gerakan dan ajakan yang dikumandangkan selama ini dirasuki oleh kesyirikan. Bagaimana mungkin anda bisa mengatakan ?Saya tidak terkena kanker? sementara anda sendiri tidak tahu apa itu kanker. Bagaimana mungkin anda mengatakan terbebas dari syirik sementara anda tidak pernah belajar apa itu syirik dan macam-macamnya?? Petiklah pelajaran wahai orang-orang yang memiliki akal pikiran?
Para Rasul Diutus Untuk Mengajarkan Akidah
Apabila kita kedatangan seorang utusan dari pembesar pemerintahan pada umumnya kita tentu merasa bahwa apa yang hendak disampaikan oleh utusan tadi merupakan perkara yang penting, bukan sekedar datang untuk main atau iseng saja. Maka Alloh tentunya jauh lebih mulia dan lebih bijaksana. Tidak mungkin Alloh mengutus para Rosul tanpa tujuan dan agenda yang jelas. Untuk itu kita harus mengetahui apakah muatan dakwah para Rosul itu? Alloh Ta?ala sendiri telah menceritakan, ?Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rosul (yang mengajak) Sembahlah Alloh dan jauhilah thoghut (sesembahan selain Allloh).? (An Nahl: 36). Jadi para Rosul itu datang untuk mengajak ummat supaya memurnikan tauhid mereka dengan beibadah hanya kepada-Nya dan menjauhi thoghut penjaja kesyirikan. Sehingga para Rosul pun mendakwahkan tauhid di awal seruan terhadap kaumnya. Alloh mengisahkan perkataan mereka, ?Sembahlah Alloh, tidak ada bagi kalian satu sesembahanpun (yang benar) selain-Nya.? (Al A?roof: 59, 65, 73 dan 85)
Kita pun masih ingat bagaimana sejarah perjalanan dakwah Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam yang menetap di kota Mekah setelah beliau diutus menjadi Nabi selama 13 tahun mengajak manusia supaya bertauhid dan memperbaiki akidah, karena akidah itu merupakan asas tegaknya bangunan agama. Dan demikianlah para da?i yang benar-benar mengajak kepada jalan Alloh meneladani dakwah para pendahulunya yang senantiasa memulai dakwahnya dengan tauhid dan perbaikan akidah baru kemudian sesudah itu mereka mengarahkan kepada pelaksanaan perintah-perintah lain yang dititahkan agama.
Sumber Aqidah Yang Benar dan Cara Memahaminya
Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar?i serta tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur?an dan As-Sunnah. Sebab tidak ada seorangpun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang diwajibkan bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak ada seorangpun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah Shalallahi Alaihi Wa Sallam. Oleh karena itu manhaj (metode) Salafush Shalih (para sahabat, tabi?in dan tabi?ut tabi?in) dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur?an dan As-Sunnah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur?an dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedang apa yang tidak ditunjuk oleh Al-Qur?an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan diantara mereka di dalam i?tiqod (keyakinan). Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur?an dan Sunnah Rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan kesatuan manhaj.
Allah berfirman:
?Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai?? ( Ali Imran: 103)
?Maka jika datang kepadamu petunjuk dariKu, lalu barang siapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.? (Thoha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan Firqoh Najiyah (golongan orang yang selamat). Sebab Rasulullah Shalallahi Alaihi Wa Sallam telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika akan memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab:
?Mereka adalah orang-orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku hari ini, dan para sahabatku.? (HR. Ahmad)
Kebenaran sabda Rasulullah Shalallahi Alaihi Wa Sallam telah terbukti ketika sebagian manusia membangun landasan aqidahnya diatas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu diatas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Dari uraian singkat ini kita bisa mengerti betapa pentingnya peranan akidah dalam agama kita, darimana kita mengambilnya serta bagaimana memahaminya. Akidah adalah landasan tegaknya agama yang diambil dari Al Qur?an dan As Sunnah dengan cara pemahaman salafush sholeh. Tidak ada agama tanpa akidah. Kita berdo?a kepada Alloh agar diberi akidah yang shohihah, sesungguhnya Dia maha pemurah lagi maha mulia.
Rujukan:
Kitab Tauhid Lishshoffil Awwal al?Aaliy karya Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohulloh
Diketik ulang oleh: Raehan
Setiap muslim tentunya menghendaki memiliki bangunan agama yang tegak dan kokoh. Sebagaimana yang digambarkan oleh Alloh Ta?ala di dalam kitab-Nya yang mulia, ?Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Alloh memberikan sebuah perumpamaan kalimat yang bagus (kalimat tauhid) seperti sebuah pohon yang bagus, pokoknya kokoh terhunjam dan cabang-cabangnya menjulang tinggi di langit?? (Ibrohim: 24)
Sebagaimana telah kita saksikan dalam perjalanan sejarah ummat ini kecemerlangan generasi sahabat, tabi?in (murid para sahabat) dan tabi?ut tabi?in (murid para tabi?in) dalam menegakkan agama Islam sehingga mereka tampil sebagai pemenang, bukan sebagai pecundang sebagaimana kondisi kita sekarang ini, wallohul musta?aan. Oleh karenanya setiap muslim berkepentingan untuk memahami akidah dengan sebenar-benarnya. Supaya kehinaan yang selama ini menimpa kita berubah menjadi kemuliaan hakiki. Bukankah Alloh telah berfirman, ?Sesungguhnya Alloh tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.? (Ar Ro?du: 11)
Pengertian Akidah
Secara bahasa kata ?akidah? berasal dari kata al ?aqdu yang artinya mengikat sesuatu. Apabila dikatakan aku ber-i?tiqod demikian maka maksudnya aku mengikatkan hati dan perasaanku kepada sesuatu. Sedangkan akidah adalah segala sesuatu yang dijadikan oleh seorang manusia sebagai keyakinan agamanya. Sehingga bila ada seseorang yang dikatakan bahwa dia memiliki akidah yang bagus maka artinya akidahnya mantap dan tidak dicampuri keraguan.
Akidah adalah amalan hati yang berupa keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu yang diyakini tadi. Adapun dalam pandangan syari?at akidah adalah keimanan kepada Alloh, para malaikat, kitab-kitab, para Rosul, hari akhir dan keimanan kepada takdir baik maupun buruk, ini semua disebut juga rukun iman.
Dua Cakupan Syari?at Islam
Syari?at Islam yang mulia ini terbagi menjadi dua bagian: I?tiqodiyaat (yang menyangkut keyakinan) dan ?Amaliyaat (yang menyangkut perbuatan). Syakih Sholih Al Fauzan hafizhohulloh (semoga Alloh menjaga beliau) menjelaskan bahwa perkara I?tiqodiyaat itu adalah perkara yang tidak berkaitan dengan tata cara beramal, seperti contohnya mengenai keyakinan tentang rububiyah Alloh serta meyakini wajibnya kita beribadah kepada-Nya atau keyakinan lainnya yang terkandung dalam rukun iman yang telah disebutkan. Perkara ini disebut juga dengan istilah Ashl (pokok). Adapun perkara ?amaliyaat adalah yang terkait dengan tata cara amalan seperti bagaimana cara sholat, pembayaran zakat, puasa dan semua aturan dalam beramal. Perkara ini disebut juga sebagai furu? (cabang) dikarenakan kebaikan dan kerusakannya dibangun di atas pokok akidah tadi.
Dengan demikian akidah shohihah adalah asas tegaknya agama dan penentu sah tidaknya amalan. Seorang yang beramal tanpa dilandasi akidah yang shohihah maka amalannya tidak ada gunanya di akhirat, sebagaimana hal itu dikisahkan oleh Alloh di dalam Al Qur?an dengan firman-Nya, ?Kami hadapi seluruh amal yang dahulu pernah mereka kerjakan (di dunia) kemudian Kami pun menjadikannya laksana debu yang beterbangan.? (Al Furqon: 33) Maka apalah artinya amalan banyak jikalau ternyata dibangun di atas akidah yang rusak? Renungkanlah wahai saudaraku semoga Alloh memberikan karunia taufiq-Nya kepadamu.
Syirik Merusak Akidah
Di dalam banyak ayat Al Qur?an Alloh Ta?ala menjelaskan bahwa semua amalan tidak akan diterima kecuali jika bersih dari kesyirikan. Alloh Ta?ala berfirman, ?Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya hendaklah dia mengerjakan amal sholeh dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun (dengan-Nya) dalam beribadah kepada Robbnya.? (Al Kahfi: 110). Bahkan Alloh mengancam dengan keras kepada orang-orang yang paling mulia di atas muka bumi ini yaitu para Rosul kalaulah mereka berbuat syirik niscaya hanguslah amal-amal yang mereka kerjakan. Alloh berfirman, ?Sungguh telah diwahyukan kepada para Nabi sebelum engkau dan juga kepadamu (Muhammad): Benar-benar jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyaplah seluruh amalmu dan sungguh kamu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang rugi.? (Az Zumar: 65)
Kalau para Rosul saja mendapatkan ancaman semacam ini ?padahal mereka adalah orang-orang yang ma?shum (dijaga oleh Alloh dari terus menerus dalam kesalahan- maka orang-orang yang selain mereka sudah sepantasnya untuk lebih merasa takut akan sirnanya amal mereka. Sudah seharusnya kita terheran-heran bila mendengar ada orang-orang yang meremehkan persoalan akidah ini bahkan mengecilkannya atau menganggapnya kurang penting, dengan alasan penduduk negeri kita ini (Indonesia) kan mayoritas muslim jadi akidahnya tidak perlu dipermasalahkan lagi. Maka hendaknya kita berkaca diri, jangan-jangan gerakan dan ajakan yang dikumandangkan selama ini dirasuki oleh kesyirikan. Bagaimana mungkin anda bisa mengatakan ?Saya tidak terkena kanker? sementara anda sendiri tidak tahu apa itu kanker. Bagaimana mungkin anda mengatakan terbebas dari syirik sementara anda tidak pernah belajar apa itu syirik dan macam-macamnya?? Petiklah pelajaran wahai orang-orang yang memiliki akal pikiran?
Para Rasul Diutus Untuk Mengajarkan Akidah
Apabila kita kedatangan seorang utusan dari pembesar pemerintahan pada umumnya kita tentu merasa bahwa apa yang hendak disampaikan oleh utusan tadi merupakan perkara yang penting, bukan sekedar datang untuk main atau iseng saja. Maka Alloh tentunya jauh lebih mulia dan lebih bijaksana. Tidak mungkin Alloh mengutus para Rosul tanpa tujuan dan agenda yang jelas. Untuk itu kita harus mengetahui apakah muatan dakwah para Rosul itu? Alloh Ta?ala sendiri telah menceritakan, ?Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rosul (yang mengajak) Sembahlah Alloh dan jauhilah thoghut (sesembahan selain Allloh).? (An Nahl: 36). Jadi para Rosul itu datang untuk mengajak ummat supaya memurnikan tauhid mereka dengan beibadah hanya kepada-Nya dan menjauhi thoghut penjaja kesyirikan. Sehingga para Rosul pun mendakwahkan tauhid di awal seruan terhadap kaumnya. Alloh mengisahkan perkataan mereka, ?Sembahlah Alloh, tidak ada bagi kalian satu sesembahanpun (yang benar) selain-Nya.? (Al A?roof: 59, 65, 73 dan 85)
Kita pun masih ingat bagaimana sejarah perjalanan dakwah Nabi shollallohu ?alaihi wa sallam yang menetap di kota Mekah setelah beliau diutus menjadi Nabi selama 13 tahun mengajak manusia supaya bertauhid dan memperbaiki akidah, karena akidah itu merupakan asas tegaknya bangunan agama. Dan demikianlah para da?i yang benar-benar mengajak kepada jalan Alloh meneladani dakwah para pendahulunya yang senantiasa memulai dakwahnya dengan tauhid dan perbaikan akidah baru kemudian sesudah itu mereka mengarahkan kepada pelaksanaan perintah-perintah lain yang dititahkan agama.
Sumber Aqidah Yang Benar dan Cara Memahaminya
Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar?i serta tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur?an dan As-Sunnah. Sebab tidak ada seorangpun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang diwajibkan bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak ada seorangpun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah Shalallahi Alaihi Wa Sallam. Oleh karena itu manhaj (metode) Salafush Shalih (para sahabat, tabi?in dan tabi?ut tabi?in) dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur?an dan As-Sunnah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur?an dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedang apa yang tidak ditunjuk oleh Al-Qur?an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan diantara mereka di dalam i?tiqod (keyakinan). Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur?an dan Sunnah Rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan kesatuan manhaj.
Allah berfirman:
?Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai?? ( Ali Imran: 103)
?Maka jika datang kepadamu petunjuk dariKu, lalu barang siapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.? (Thoha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan Firqoh Najiyah (golongan orang yang selamat). Sebab Rasulullah Shalallahi Alaihi Wa Sallam telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika akan memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab:
?Mereka adalah orang-orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku hari ini, dan para sahabatku.? (HR. Ahmad)
Kebenaran sabda Rasulullah Shalallahi Alaihi Wa Sallam telah terbukti ketika sebagian manusia membangun landasan aqidahnya diatas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu diatas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Dari uraian singkat ini kita bisa mengerti betapa pentingnya peranan akidah dalam agama kita, darimana kita mengambilnya serta bagaimana memahaminya. Akidah adalah landasan tegaknya agama yang diambil dari Al Qur?an dan As Sunnah dengan cara pemahaman salafush sholeh. Tidak ada agama tanpa akidah. Kita berdo?a kepada Alloh agar diberi akidah yang shohihah, sesungguhnya Dia maha pemurah lagi maha mulia.
Rujukan:
Kitab Tauhid Lishshoffil Awwal al?Aaliy karya Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohulloh