aqha
New member
VIVAnews - Ketua DPR Marzuki Alie tidak sepakat dengan imbauan Nahdlatul Ulama (NU) agar ulama tidak menyalati jenazah koruptor. Sebab, koruptor dianggap kafir.
"Lebih baik mengeluarkan imbauan hukuman mati sekalian. Habis perkara," tandas Marzuki, Jumat 20 Agustus 2010.
Marzuki menyatakan, sepengetahuan dirinya, seseorang tidak boleh menyebut orang lainnya sebagai orang kafir atau munafik, karena hanya Tuhan yang mengetahui keadaan sebenarnya dari tiap-tiap manusia.
Politisi Demokrat itu mengakui, ia memang bukan ahli agama. Tapi ia terus belajar mengenainya. "Setahu saya, memandikan dan menyalati jenazah adalah kewajiban setiap muslim terhadap muslim lainnya," tutur Marzuki.
"Hukumnya itu wajib, fardhu kifayah. Jadi kalau tidak ada yang menyalatinya, maka semua umat muslim yang berada di sana berdosa," kata Marzuki lagi.
Ia menambahkan, efek jera kepada koruptor sebaiknya dilakukan dengan memperberat ancaman hukuman di dunia, bukan ketika yang bersangkutan telah meninggal.
"Ancaman hukumannya yang seharusnya diperberat. Plus ketegakan dalam penegakan hukum," tegas Marzuki.
Hal itu menurutnya bisa dengan menambah masa tahanan bagi koruptor.
"Bagi orang bebas, masuk penjara sehari itu serasa setahun. Jadi jangan remehkan hukuman penjara," tutupnya.
Imbauan sebelumnya disampaikan Sekjen Katib Am Syuriah Nahdlatul Ulama (NU), Malik Madany. Ia mengimbau para ulama untuk tidak mensalatkan jenazah koruptor yang meninggal dunia. Alasannya, korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.
"Para koruptor itu tidak perlu disalatkan para ulama, karena ulama itu para pewaris Nabi. Jadi cukuplah semacam Banser dan Garda Bangsa saja yang mensalatkannya," kata Malik Madani dalam peluncuran buku 'Koruptor itu Kafir' di Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2010.
Bagaimana menurut Anda..
"Lebih baik mengeluarkan imbauan hukuman mati sekalian. Habis perkara," tandas Marzuki, Jumat 20 Agustus 2010.
Marzuki menyatakan, sepengetahuan dirinya, seseorang tidak boleh menyebut orang lainnya sebagai orang kafir atau munafik, karena hanya Tuhan yang mengetahui keadaan sebenarnya dari tiap-tiap manusia.
Politisi Demokrat itu mengakui, ia memang bukan ahli agama. Tapi ia terus belajar mengenainya. "Setahu saya, memandikan dan menyalati jenazah adalah kewajiban setiap muslim terhadap muslim lainnya," tutur Marzuki.
"Hukumnya itu wajib, fardhu kifayah. Jadi kalau tidak ada yang menyalatinya, maka semua umat muslim yang berada di sana berdosa," kata Marzuki lagi.
Ia menambahkan, efek jera kepada koruptor sebaiknya dilakukan dengan memperberat ancaman hukuman di dunia, bukan ketika yang bersangkutan telah meninggal.
"Ancaman hukumannya yang seharusnya diperberat. Plus ketegakan dalam penegakan hukum," tegas Marzuki.
Hal itu menurutnya bisa dengan menambah masa tahanan bagi koruptor.
"Bagi orang bebas, masuk penjara sehari itu serasa setahun. Jadi jangan remehkan hukuman penjara," tutupnya.
Imbauan sebelumnya disampaikan Sekjen Katib Am Syuriah Nahdlatul Ulama (NU), Malik Madany. Ia mengimbau para ulama untuk tidak mensalatkan jenazah koruptor yang meninggal dunia. Alasannya, korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.
"Para koruptor itu tidak perlu disalatkan para ulama, karena ulama itu para pewaris Nabi. Jadi cukuplah semacam Banser dan Garda Bangsa saja yang mensalatkannya," kata Malik Madani dalam peluncuran buku 'Koruptor itu Kafir' di Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2010.
Bagaimana menurut Anda..