-09- I Dont Even Know A Milimeter Of Romeo And Cinderela (Part 01)
--
Dengan perasaan tak menentu, Aku menyentuh tepian ranjang rumah sakit.
Menatap wajah pucat ayahku yang saat itu sedang terbaring lemah.
Aku tidak tahu harus membenci ataukah menyayanginya.
Ayah pernah membuangku bersama ibuku, Dan datang disaat aku merasa aku sama sekali tidak membutuhkannya lagi.
Kenapa ya, Aku selalu berada diposisi ini?
Hasil dari cinta yang tidak diinginkan.
Hanya karena cinta yang tidak direstui dan hubungan yang terlarang, Begitupun ibu tetap berjuang membesarkan aku seorang diri hingga akhir hayatnya.
Dalam kehidupannya yang singkat.
Ibu mengajariku sebuah hal.
Jangan pernah menyerah dalam hal cinta.
Aku tersenyum melihat beberapa burung yang hinggap di balkon, Cuaca cerah, Dan langit nya, Pada hari ini entah untuk alasan apa kelihatan lebih tinggi dari biasanya di mataku.
Hari ini adalah hari ke empat Lily pergi,
Sedang apa ya dia sekarang, Dalam hati aku berkata, Masih memandangi ayahku yang sedang sekarat,
Adik laki-lakiku pasti mabuk-mabukan lagi, Anak itu, Tak pernah sekalipun ia berpikir tentang tanggung jawab, Menyerahkan semua beban kepundakku si anak terbuang, dan kabur,
Tidak, Bukan ini, Bukan kebebasan macam ini yang kuinginkan,
Aku berhak memilih karena aku memiliki tanggung jawab sebagai penerus. Dan aku tidak menginginkan hal itu. Yang membelenggu serta mengikatku untuk memilih masa depanku sendiri.
Lantas kenapa aku berada disini?
Serta ikatan rasa kasihan pada ayahku dan keluarganya, Yang tidak memiliki siapapun untuk diandalkan selain aku yang hanya manusia biasa ini.
Mengurus rumah yang bahkan tidak pernah benar-benar mengurusku dan hanya mengandalkan topeng sandiwara kepalsuan ini.
Aku ingin lari, Tapi tidak bisa, Tak ada alasan kuat untuk lari…
Bahkan tidak juga Lily.
Kami berdua mungkin pengecut yang berlindung dibawah naungan cinta.
Sudah sore, Hampir beranjak petang ketika ibu tiriku masuk ke dalam, Ia menyuruhku berganti pakaian, Menyerahkan padaku paper bag cokelat tua berisi pakaian ganti dan perlengkapan mandi.
Ah, Sudah dua hari aku tidak ganti baju, Tidak mandi, Dalam hati aku kalut,
Baik, Brengsek, Kuakui aku mengkhawatirkan kesehatan ayahku,
Untuk terakhir kalinya sebelum beranjak ke kamar mandi, Aku menatap mata ayahku.
Sekarang ia sedang tidur, Dokter bilang hanya hanya Diare dan dalam satu dua hari boleh pulang… Tapi tetap saja, Jika seorang penderita stroke jatuh sakit tidak bisa dibiarkan lalu dianggap enteng bukan?
Semua panik secara spontan dan ayah dibawa kerumah sakit.
Dalam hati aku mengutuk ibu tiriku yang tidak sengaja membawakan ayahku asinan dan membiarkannya memakannya.
Kubasahi tubuhku dengan air shower dingin,
Kesegaran yang ganjil menghantarkan tubuhku menuju kenyamanan seketika.
Perasaan lega dan lelah merayapiku,
Kumatikan shower, Segera dengan masih bertelanjang dada dan handuk menyampir dibahuku, Serta bercelana panjang, Membongkar isi tas baju bawaan ibu tiriku, Mencari-cari T-shirt atau sejenisnya yang bisa kupakai sementara.
Tanganku meraba sesuatu yang keras. Charger Hp…
Astaga. Hp ku…
Kubuka laci didekat tempat tidur ayahku, Mencari cari hp yang biasanya kuletakkan disana,
Dengan segera memasang charger pada Hpku,
Sialan, Sialan, Sialan, Aku ingat tentang Lily, Tapi tidak ingat tentang memberinya kabar? Tunggu, Memberinya kabar kemana? Dia bahkan tidak membawa Ponsel.
Aaaah Sial, Setidaknya aku bisa menelepon hotel tempatnya menginap, Atau apa, Setidaknya, Setidaknya!
Saking paniknya bahkan aku lupa membawa charger Hp…
Kulihat Hp ku sudah mati sama sekali. Cih, Dengan sabar aku menunggu Baterai ponselku untuk mulai mengisi. Sebelum memulai menyalakannya.
Email dari Lily.
Dan jumlahnya banyak sekali, Berderet sampai aku tidak bisa menghitungnya,
Belum lagi pemberitahuan panggilan tak terjawab,
Betul, Kan, Hah…
Betapa bodohnya aku…
Aku sudah berpikir akan membalas salah satu diantara Email-email dan pesan Facebook nya,
Ponselku sudah keburu berdering.
“Kamu dimana saja…!” Suara cemas dari Lily membahana memenuhi gendang telingaku, Kepalaku Blank sesaat,
“Aku mencarimu kerumahmu, Pembantumu bilang Kamu kerumah orang tuamu, Kucari kesana tidak ada yang mau bilang kamu kemana! Semua tidak tahu!”
Tidak akan ada yang mau buka mulut kepada gadis yang dianggap menghancurkan pertunanganku dengan jodoh pilihan mereka,
Gadis yang membuatku menentang mereka untuk pertama kalinya.
“Kamu kemana saja… Aku benar-benar hancur… Dari kemarin malam aku mencari-carimu, Bahkan pergi kerumahmu, Tidak tahu kamu kemana, Aku sendirian, Tahu, Kamu, Bukankah aku sudah bilang, Kalau mau kemana-mana, Kabari aku, Kalau tidak bisa, Titip pesan, Atau bagaimanapun caranya, Pokoknya kabari aku!” Suara bentakannya diiringi gelombang kepanikan dahsyat.
Aku menutup kedua kelopak mataku erat, Berusaha mencari-cari jawaban sesuai.
“Bukankah seharusnya kemarin kamu masih ada di luar negeri?”
Kenapa lagi baik otakku dan mulutku tidak pernah sinkron…
Aku menyesali diri, Lily terlihat begitu marahnya padaku, Ia semakin dan semakin marah saja, Membiarkanku menikmati ledakan amarah serta rasa khawatirnya selama beberapa saat,
Sebelum akhirnya menjelaskan keberadaanku dan alasan aku tidak dapat menghubunginya sehari belakangan.
“Aku khawatir sekali…” Lily memperendah nada bicaranya yang semula tinggi, “Kukira kamu marah padaku…, Kukira aku berbuat sesuatu yang salah… Kukira…Kukira aku ditinggalkan…
Aku panik, Begitu sadar aku… Aku sudah berada dalam pesawat menuju perjalanan pulang…”
Aku mengeluh tanpa suara.
“Itu saja?” Tidak bisa kutahan getaran dalam suaraku, “Kamu bela belain pulang sebelum waktunya hanya untuk itu saja ?”
“Aku ingin bertemu denganmu,
Aku benar benar tidak bisa menahan diriku lagi, Ingin bertemu, Ingin bersamamu, Kamu dimana, Apa kita tidak bisa bertemu sekarang?”
“Bertemu bagaimana, Aku dirumah sakit, Aku tidak…”
“Aku akan menunggumu, Aku pergi kerumahmu, Aku akan.”
“Hei, Jangan memutuskan seenaknya begitu, Dirumahku saat ini tidak ada seorangpun yang…”
Dan Lily memutuskan teleponnya. Tanpa menungguku selesai bicara.
Ibu tiriku yang sedari tadi mendengarkan pembicaraanku ditelepon menatapku gelisah.
“Pergilah,” Katanya, “Biar aku yang menjaga ayah disini.”
Balas memandang wajahnya, Lalu bergantian memandang ayahku,
Dengan tergesa-gesa aku memakai T-shirt dan mengeringkan air yang masih menitik-nitik dari rambutku yang setengah basah.
Meraih kunci mobilku,
“Kamu tahu,” Suara ibu tiriku menahan langkahku, “Harus aku harus memohon padamu agar tidak membiarkan segalanya kacau? Jika ya, Akan kulakukan…”
Kukepalkan tanganku.
Ia menundukkan kepala, “Tolong lindungi keluarga ini”
Aku tertawa hambar.
“Bicara apa sih,” Tukasku, “Aku tidak akan mengacaukan apapun, Tenang saja,”
Ia akan memanggilku lagi,
Masa bodohlah, Aku masih mendengar desah nafas berat dari ayahku.
Tuhan, Apakah Win-win solution itu benar benar ada ?
Dan pantaskah orang serakah sepertiku mengharapkannya ?