Administrator
Administrator
Seorang pemuda asal Desa Banjarsari RT 01 RW 02, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ditolak masuk pondok pesantren karena jenis kelaminnya tidak jelas. "Saya adalah seorang laki-laki, tetapi mereka mengira saya perempuan," kata Maemunah.
Menurut dia, hal itu terjadi lantaran ijazah sekolah dasar miliknya tertulis berjenis kelamin perempuan meskipun memiliki alat kelamin laki-laki.
Terkait jenis kelaminnya, dia mengatakan, sejak kecil orangtua menganggap dirinya perempuan sehingga diberi nama Maemunah. "Orangtua juga memaksa saya memakai pakaian perempuan," katanya.
Dia mengaku mulai merasa dirinya adalah laki-laki saat duduk di bangku kelas empat SD. Selain itu, dia juga sering kali merasa minder dan jatuh hati jika melihat seorang perempuan.
Pada tubuh anak pasangan Partim dan Sarni yang lahir di Banyumas pada 1 Mei 1995 ini juga tidak tumbuh sepasang buah dada sebagaimana perempuan seusianya.
Terkait kondisi anaknya, Sarni mengatakan, alat kelamin anak tunggalnya ini saat lahir tidak terlihat sehingga bidan mengira berjenis kelamin perempuan. "Kami pun akhirnya memberi nama Maemunah dan membimbingnya seperti layaknya anak perempuan. Bahkan, dalam akta kelahirannya pun tertulis perempuan," katanya.
Menurut dia, keluarga mulai mengetahui anaknya berjenis kelamin perempuan sejak Maemunah berusia 10 tahun karena alat kelaminnya mulai tumbuh. "Dia bersikeras kalau dirinya seorang laki-laki sehingga kami pun berusaha mengurus surat-surat untuk memperbaiki identitas Maemunah," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Banjarsari Joko Suryanto membenarkan jika orangtua Maemunah telah mengurus surat-surat untuk memperbaiki identitas anaknya sejak sebulan lalu.
Menurut dia, sebagian surat itu telah diajukan ke Puskesmas Kembaran yang selanjutnya dilimpahkan ke Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto untuk diteruskan ke Rumah Sakit dr Kariadi Semarang. "Hingga saat ini surat permohonan ganti kelamin tersebut masih dalam proses," katanya.
sumber : kompas
Menurut dia, hal itu terjadi lantaran ijazah sekolah dasar miliknya tertulis berjenis kelamin perempuan meskipun memiliki alat kelamin laki-laki.
Terkait jenis kelaminnya, dia mengatakan, sejak kecil orangtua menganggap dirinya perempuan sehingga diberi nama Maemunah. "Orangtua juga memaksa saya memakai pakaian perempuan," katanya.
Dia mengaku mulai merasa dirinya adalah laki-laki saat duduk di bangku kelas empat SD. Selain itu, dia juga sering kali merasa minder dan jatuh hati jika melihat seorang perempuan.
Pada tubuh anak pasangan Partim dan Sarni yang lahir di Banyumas pada 1 Mei 1995 ini juga tidak tumbuh sepasang buah dada sebagaimana perempuan seusianya.
Terkait kondisi anaknya, Sarni mengatakan, alat kelamin anak tunggalnya ini saat lahir tidak terlihat sehingga bidan mengira berjenis kelamin perempuan. "Kami pun akhirnya memberi nama Maemunah dan membimbingnya seperti layaknya anak perempuan. Bahkan, dalam akta kelahirannya pun tertulis perempuan," katanya.
Menurut dia, keluarga mulai mengetahui anaknya berjenis kelamin perempuan sejak Maemunah berusia 10 tahun karena alat kelaminnya mulai tumbuh. "Dia bersikeras kalau dirinya seorang laki-laki sehingga kami pun berusaha mengurus surat-surat untuk memperbaiki identitas Maemunah," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Banjarsari Joko Suryanto membenarkan jika orangtua Maemunah telah mengurus surat-surat untuk memperbaiki identitas anaknya sejak sebulan lalu.
Menurut dia, sebagian surat itu telah diajukan ke Puskesmas Kembaran yang selanjutnya dilimpahkan ke Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto untuk diteruskan ke Rumah Sakit dr Kariadi Semarang. "Hingga saat ini surat permohonan ganti kelamin tersebut masih dalam proses," katanya.
sumber : kompas