Suku Bunga Acuan Baru Resmi Berlaku, 22 Aug 2016
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Agustus 2016 memutuskan untuk memberlakukan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar 5,25% sebagai suku bunga acuan baru bank sentral menggantikan BI Rate. Suku bunga Deposit Facility (DF) ditetapkan sebesar 4,50% dan Lending Facility (LF) diturunkan sebesar 100 bps dari 7,00% menjadi sebesar 6,00%.
Sebagaimana telah diumumkan pada tanggal 15 April 2016, untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, terhitung mulai hari ini Bank Indonesia menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Selain itu, Bank Indonesia juga akan menjaga koridor suku bunga yang simetris dan lebih sempit, yaitu batas bawah koridor (DF Rate) dan batas atas koridor (LF Rate) berada masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI 7-Day RR Rate.
Keputusan tersebut di atas sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap memelihara momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah masih melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia memandang bahwa dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi yang terkendali pada kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar yang relatif stabil, maka ruang bagi pelonggaran moneter masih terbuka.
Bank Indonesia akan mencermati kondisi ekonomi domestik dalam jangka pendek ke depan serta perkembangan perekonomian global, terutama kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate). Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui percepatan implementasi reformasi struktural. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Pemerintah menyiapkan langkah kebijakan yang antisipatif agar implementasi UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat berjalan baik dan mendukung upaya penyesuaian fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih belum menguat. Meskipun membaik akibat peningkatan konsumsi dan perbaikan sektor tenaga kerja, ekonomi AS pada triwulan II 2016 tumbuh di bawah perkiraan seiring dengan investasi yang masih melambat. Perkembangan ekonomi AS tersebut masih dibayangi oleh ketidakpastian, sehingga kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada 2016 diperkirakan akan dilakukan hanya satu kali dalam 2016. Sementara itu, ekonomi Eropa diperkirakan tumbuh moderat, dibayangi oleh ketidakpastian pasca Brexit. Demikian pula ekonomi Tiongkok diperkirakan masih tumbuh terbatas karena investasi publik belum dapat memberikan dorongan pada sektor swasta yang masih menghadapi overcapacity dan tingginya utang korporasi. Di sisi lain, di pasar komoditas, harga minyak dunia mulai meningkat meskipun masih rendah. Harga beberapa komoditas ekspor Indonesia juga membaik, seperti CPO, batubara, dan timah.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada triwulan II 2016, meskipun belum merata baik secara spasial maupun sektoral. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 mencapai 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Meningkatnya kinerja ekonomi pada triwulan II 2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 didorong oleh peningkatan pertumbuhan di wilayah Jawa dan Sumatera, sementara pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih melemah. Dari sisi sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor jasa keuangan dan pertanian. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi masih akan terjaga dengan baik, didukung oleh pelonggaran kebijakan moneter dan makropudensial yang telah ditempuh dan percepatan implementasi Paket Kebijakan Pemerintah. Namun, di sisi lain, penghematan belanja pemerintah pada semester II 2016 berpotensi menurunkan pertumbuhan tahun ini. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan 2016 diperkirakan akan berada di kisaran 4,9-5,3% (yoy), sedikit lebih rendah dari kisaran sebelumnya, yaitu 5,0 – 5,4% (yoy).
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2016 mencatat surplus, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Surplus NPI tercatat sebesar US$2,2 miliar, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami defisit sebesar US$0,3 miliar. Perkembangan ini menunjukkan keseimbangan eksternal perekonomian yang semakin baik dan turut menopang terjaganya stabilitas makroekonomi. Defisit transaksi berjalan menurun dari US$4,8 miliar (2,2% PDB) pada triwulan I 2016 menjadi US$4,7 miliar (2,0% PDB) pada triwulan II 2016. Penurunan tersebut ditopang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas akibat peningkatan ekspor nonmigas yang lebih besar dari peningkatan impor nonmigas. Kenaikan kinerja ekspor nonmigas terutama didukung oleh peningkatan ekspor produk manufaktur. Di sisi lain, neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2016 mencatat surplus sebesar 0,60 miliar dolar AS. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan II 2016 meningkat dan mencapai US$7,4 miliar, didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Peningkatan tersebut terutama ditopang oleh aliran masuk modal investasi portofolio. Adapun posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2016 tercatat sebesar 111,4 miliar dolar AS atau setara 8,5 bulan impor atau 8,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Penguatan rupiah berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko eksternal. Selama triwulan II 2016 nilai tukar Rupiah, secara rata-rata, menguat sebesar 1,59% dan mencapai level Rp 13.313 per dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut di bulan Juli 2016 sebesar 1,72% dan ditutup di level Rp13.112 per dolar AS. Dari sisi domestik, penguatan rupiah didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi di samping implementasi UU Pengampunan Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan Rupiah didorong oleh meredanya risiko di pasar keuangan global terkait dengan terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan penundaan kenaikan FFR oleh the Fed. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya.
Inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2016 tercatat sebesar 0,69% (mtm) atau 3,21% (yoy). Inflasi IHK pada periode Idul Fitri tahun ini cukup terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi periode Idul Fitri dalam empat tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah serta koordinasi yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menghadapi Idul Fitri.Terkendalinya inflasi terutama bersumber dari inflasi komponen volatile foods (VF) yang terjaga dan inflasi komponen inti yang rendah. Inflasi komponen VF lebih rendah dari rata-rata inflasi VF pada periode Idul Fitri dalam empat tahun terakhir. Hal ini didorong oleh menurunnya harga sejumlah komoditas pangan di tengah meningkatnya permintaan terkait Hari Raya Idul Fitri. Di sisi lain, inflasi komponen administered prices (AP) terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif angkutan antar kota dan tarif kereta api. Sementara itu, inflasi inti tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 0,34% (mtm) atau 3,49% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Ke depan, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi VF akibat dampak fenomena La Nina. Dengan perkembangan tersebut, inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan akan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2016.
Sistem keuangan tetap stabil dengan ketahanan sistem perbankan yang terjaga didukung permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai. Pada akhir Triwulan II 2016, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 22,3% dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada pada level 20,3%, sementara rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada di kisaran 3,1% (gross) atau 1,5% (net). Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Sementara itu, transmisi melalui jalur kredit belum optimal, terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas. Pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,9% (yoy), meningkat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,7% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada akhir triwulan II 2016 tercatat sebesar 5,9% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,4% (yoy). Bank Indonesia meyakini pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang dilakukan serta implementasi UU Pengampunan Pajak dapat meningkatkan pertumbuhan kredit guna mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.
sumber