Bingkisan dari Tuhan
Rabu (2/9) pukul 14.55 WIB, ketika awan sedang bersujud di bawah mentari, ketika semua orang terlena oleh kebijakan mereka memutuskan merangkai hidup, bumi bergoncang. Layaknya sebuah kereta api berseluncur di atas rel besi panjang, menggetarkan tempat sekitar. Memaksa manusia untuk berlomba-lomba mempertunjukkan egois yang mereka simpan. Berlari, berteriak, berurai air mata, menyelamatkan diri sendiri.
Tasikmalaya, Jawa Barat, di anugerahi kado dari Sang Khalik. Guncangan berkekuatan 7,3 Skala Richter memporak-porandakan ciptaan manusia yang mereka fikir sempurna. 33 raga tergeletak kaku tak lagi berdaya, 305 orang terluka dan 40 orang hilang di Jawa Barat dan DKI Jakarta (Pusat Pengendalian Krisis –PPK- Departemen Kesehatan mencatat hingga pukul 22.00 WIB).
Kejadian ini mengembalikan ingatan kita pada satu masa dimana Aceh (2004) yang menelan 200.000 jiwa manusia dalam satu sentakan gelombang Tsunami dan 2006 yang menggetarkan D.I.Yogyakarta dengan 3000 raga sebagai korbannya. Kenyataan yang takkan mungkin bisa kita delete dari alam sadar kita, meskipun kita bisa mengikisnya tapi tetap memaksa kita merapikan bulu kuduk jika otak kita mengingatnya.
Setelah semua itu, berbondong-bondong manusia mendemo Tuhan atas ketidak adilannNya dalam memberikan keputusan. Menyudutkan Tuhan sebagai dalang di balik layar kejadian ini yang tanpa ijin menyeret manusia untuk menjadi lakon didalamnya. Menjadi gila, tak lagi mempercayai tameng ketenangan dariNya.
Beginilah kita, manusia, mahluk yang paling sempurna tapi tak bisa menyusunnya. Mengkambinghitamkan semua bencana kepada Tuhan. Tak pernah berkaca pada kegilaan yang tak lagi bisa terbaca, karena begitu halalnya sebuah kesalahan di pasrahkan kepadaNya. Tak pernah mencoba membuka bingkisan yang Ia kirimkan, hanya menyentuh tapi tak berani meraba. Karena keangkuhan, yang melebur menjadi kebodohan yang abadi.
http://imajinasikehidupan.blogspot.com/