Menulis di Internet Dipenjara

devson

New member
Menulis di Internet Dipenjara
Ganjar: Email Keluhan Pribadi Tidak Termasuk Pelanggaran
Aprizal Rahmatullah - detikNews

foto : Facebook
Jakarta - Perbuatan Prita Mulyasari (32) yang mengirimkan email berisi keluhan tentang pelayanan RS Omni Internasional kepada teman-teman pribadinya belum bisa dikategorikan pelanggaran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal itu karena email tersebut sifatnya keluhan pribadi.

"Jika hanya bersifat keluhan pribadi ya saya rasa tidak (termasuk pelanggaran) ya. Sama seperti kita kirim SMS ke teman. Kecuali jika ada motif tertentu maka di sinilah harus dibuktikan motifnya apa," ujar mantan anggota Panitia Khusus (Pansus) UU ITE Ganjar Pranowo saat berbincang dengan detikcom, Selasa (2/6/2009).

Ganjar menambahkan, perbuatan Prita yang mengirimkan email tersebut mungkin saja tanpa motif. "Kecuali kalau teman-temannya menyebarluaskan terus ditambah-tambahi, semua pihak bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.

Menurut Ganjar, perbuatan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE mempunyai syarat pembuktian yang cukup sulit. Seseorang yang melanggar harus dibuktikan memiliki motif sengaja mencemarkan nama baik.

Oleh karenanya penyidik jangan gegabah menggunakan pasal tersebut jika belum mempunyai bukti yang cukup. "Karena ini di dunia maya jadi berbeda dengan dunia riil," tambahnya.

Sebelumnya, Prita ditahan karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni lewat internet. Kasus yang menimpa Prita ini berawal dari email yang dia kirim kepada teman-temannya seputar keluhannya terhadap RS Omni. Email tersebut kemudian menyebar ke publik lewat milis-milis.

Dalam emailnya, Prita merasa dibohongi oleh diagnosa dokter ketika dirawat di RS tersebut pada Agustus 2008. Dokter semula memvonis Prita menderita demam berdarah, namun kemudian menyatakan dia terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan dengan dosis tinggi, sehingga Prita mengalami sesak nafas.

Saat hendak pindah ke RS lainnya, Prita mengajukan komplain karena kesulitan mendapatkan hasil laboratorium medis. Namun, keluhannya kepada RS Omni itu tidak pernah ditanggapi, sehingga dia mengungkapkan kronologi peristiwa yang menimpanya kepada teman-temannya melalui email dan berharap agar hanya dia saja yang mengalami hal serupa.

Saat ini Prita telah ditahan di Lapas Wanita Tangerang, Banten. Selain dijerat dengan pasal pencemaran nama baik, Prita juga dikenai Pasal 27 ayat (3) UU ITE No 11/2008.
(ape/nwk)

Menulis di Internet Dipenjara
Penahanan Prita Diperpanjang Hingga 23 Juni

Irwan Nugroho - detikNews

Facebook
Jakarta - Perdamaian yang ditawarkan keluarga Prita Mulyasari (32) kepada Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang, Banten, belum juga dijawab. Penahanan ibu dua anak itu malah diperpanjang hingga 23 Juni.

"Yang kita terima penahanan Ibu Prita diperpanjang sampai 23 Juni," kata kakak Prita, Arief Danardono, kepada detikcom, Selasa (2/6/2009).

Dikatakan Arief, perpanjangan penahanan itu terhitung mulai 1 Juni kemarin. Anehnya, informasi tentang hal itu bukan datang dari Kejaksaan, melainkan dari Kepala Lapas Wanita Tangerang, tempat Prita ditahan.

"Kita baru tahu hari ini, setelah ramai-ramai dengan pihak Komnas HAM berkunjung ke LP," jelasnya.

Menurut Arief, pihak keluarga dan Komnas sempat berembug untuk menyelesaikan kasus yang menimpa Prita. Ada beberapa poin yang telah disepakati, namun dia belum bersedia mengungkapkannya.

Prita ditahan karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni lewat internet. Kasus yang menimpa Prita ini berawal dari email yang dia kirim kepada teman-temannya seputar keluhannya terhadap RS Omni. Email tersebut kemudian menyebar ke publik lewat milis-milis.

Dalam emailnya, Prita merasa dibohongi oleh diagnosa dokter ketika dirawat di RS tersebut pada Agustus 2008. Dokter semua memvonis Prita menderita demam berdarah, namun kemudian menyatakan dia terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan dengan dosis tinggi, sehingga Prita mengalami sesak nafas.

Saat hendak pindah ke RS lainnya, Prita mengajukan komplain karena kesulitan mendapatkan hasil laboratorium medis. Namun, keluhannya kepada RS Omni itu tidak pernah ditanggapi, sehingga dia mengungkapkan kronologi peristiwa yang menimpanya kepada teman-temannya melalui email dan berharap agar hanya dia saja yang mengalami hal serupa.

Selain dijerat dengan pasal KUHP, Prita juga dikenai Pasal 27 ayat (3) UU ITE No 11/2008. Ancaman hukumannya enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.


nah yang menjadi pertanyaan kok di tahan ya padahal kan cuma pencemaran nama baik(apa ada indikasi tuh ce mau melarikan diri/kayaknya g tuh) dimana tuh pelaku tidak berbuat pidana besar kayak korupsi, pembunuhan, ato pencurian. kenapa bukannya tahanan kota aja lebih baik. terkesan terlalu di paksa gitu,(walau kagak tau hukum) tapi janggal aja gitu,bahkan ampe udah masuk lapas gitu?? kayaknya kepolisisan dah bertindak berlebihan,dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat di media jadi terkukung,percuma donk ada kolom surat pembaca( di setiap surat kabar) kalo ternyata ada hukum yang bakalan menjerat kayak gini.

dan yang menjadi pertanyaan ke 2,tuh wajah pemilk RS kagak pernah terlihat (managemennya) dan juga pengacaranya kayak siluman gitu,menuntut sesuatu tapi kagak ada komfirmasi ke media(kayak takut aja/karena salah gitu)

yang ke tiga perpanjangan penahanan buat apa???? kalo ngeliat dari berita-berita,suatu kasus di buat perpanjangan penahanan itu apabila invetigasinya belum kelar,masa menanyakan kayak gitu aja butuh waktu lama,ato ini cuma agar tuh tersangka mau mengakui dia salah dan mencemarkan,ya kagak boleh donk kayak gitu ,itu namanya menjugde dan memaksakan kehendak. mudahan aja di kasus ini bukan uang yang menjadi permasalahan.

kebebasan di negara ku udah hilang,cuma wartawan aja yang boleh memprotes dan mengeluarkan argumen sesuatu dengan bebas,rakyat biasa kagak boleh karena g d yang menjadi beckingnya
 
Last edited:
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

menurut ane kalo emang udah terlanjur begini salah satun siasatnya lagi ya dengan mbikin heboh berita2 seputar OMxi itu, biar masuk media2 'n masuk tivi terus dilihat ama semua orang ntar kan pihak RS jadi kewalahan karena ada tersangka yg masuk tipi gara2 pasien. kalo udah gitu kan terpaksa RS ngasih konfernsi pers 'n sidang otomatis pihak RS jg dishoot mukanya. dll dah..........
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

akhirnya pendapat dan pemikiran gue bener,prita akhirnya menjadi tahanan kota selama 30 hari,baru aja keluar beritanya.news up date nih
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

eh td siang katanya ada perintah dr JK supaya dia dibebaskan??

Syukur deh dev klo kek gt.. Kasian y anaknya yg kecil harus dijauhkan dr ibunya,dilepas ASInya..
Hiks.. Menyedihkan,Aku pny anak kecil dan bs ngerasain perasaan ibu prita..
 
bukan bebas tapi status tahanannya di ubah,yup gue jg miris liatnya kok kasus kayak gitu ampe ditahan.
pasti pada penasaran seperti apa sih surat yang bikin di tahan,nih coba ngepost nya mudahan moderator kagak hapus:

RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF

Prita Mulyasari - Suara Pembaca

Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International.

Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus. Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000. dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?).

Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah.

Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul. Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.

Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri. dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000. Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og (Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan. Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah. Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali.

Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua.

Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum. Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut?

Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik. Saya dirugikan secara kesehatan.

Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini. Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan. Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis.

Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini. Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam, Prita Mulyasari Alam Sutera
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

oya tadi liat di breaking news,ternyata pengacara RS itu namanya risma XXXX gitu,and katanya yang menjadi permasalahannya tuh prita bikin blog atas namanya yang menjadi kasus ini? jadi bingung kan sebenarnya ini email ato postingan blog gitu?????
dan bukan cuma JK,Mega juga ikut mengunjungi prita tuh?
bahkan Jaksa agung aja ikut berbicara,walau jaksa agung mempertanyakan siapa pejabat kejaksaan yang merekomendasikan tahan ini,wuih kasus ini ampe melebar kayak gini,mudahan duit bukan menjadi faktor yang memperberat kasus ini.
ini berita tentang jaksa agungnya:

Hendarman Minta Jaksa yang Diduga Jerat Prita dengan UU ITE Ditindak
Irwan Nugroho - detikNews
Jakarta - Jaksa Agung Hendarman Supandji memerintahkan jajarannya untuk menindak tegas jaksa yang diduga menambahkankan pasal UU ITE dalam perkara Prita Mulyasari (31). Polisi semula hanya menjerat Prita dengan KUHP terkait tuduhan mencemarkan nama baik RS Omni Internasional.

"Siapapun jaksa yang terlibat," kata Jaksa Agung saat melakukan kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kepri) seperti dikutip dari situs www.kejaksaan.go.id, Rabu (3/6/2009).

Dijelaskan dalam situs terbaru Kejaksaan tersebut, keluarga Prita sebetulnya telah mengajukan permohonan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang, Banten.

Namun, Kasi Pidum Kejari Tangerang mengatakan, penahanan perempuan yang mempunyai 2 balita itu didasarkan pada surat Kajati Banten. Surat tersebut memerintahkan Prita harus ditahan.
(irw/ndr)

jaksanya aja saling timpal kesalahan,kejari tanggerang menyalahkan kajati banten,duh kok saling lempar kesalahan sih
 
Last edited:
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

yah maklum aja.... jaksa-jaksa yang nanganin kasus ini masih pada hijau semua..
Kalo gini terus, bisa-bisa orang jadi ga' berani nulis blog ato suara pembaca di Internet.
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

klo dr pihak prita sih ngakunya email ke 10 org tmnnya (mungkin tmn di dunia maya)
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

Pasal 27 Ayat (3) UU ITE mempunyai syarat pembuktian yang cukup sulit. Seseorang yang melanggar harus dibuktikan memiliki motif sengaja mencemarkan nama baik.


ini undang undang harus di revisi atau harus di cabut
karena hanya akan membungkam masyarakat bawa
dan hanya akan mengbungkam kebebasan berpendapat
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

prita, sebagai konsumen yang krn tulisannya sudah diperiksa dan ditahan atas berbagai tuduhan.

tapi, apakah rs omni sebagai produsen (penyedia jasa) juga sudah diperiksa/diselidiki untuk membuktikan kebenaran isi tulisan prita?
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

Pasal 27 Ayat (3) UU ITE
ini undang undang hanya akan membuat masyarakat menjadi takut
atau bahkan untuk membungkam aspirasi masyarakat untuk berbicara di media

buat anggota dpr atau sejenis nya mohon di revisi ini undang undang bila perlu di cabut

masyarakat indonesia berhak berbicara di publik
masyarakat indonesia berhak berbicara di hadapan umum
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

UU ITE yang harusnya berlaku tahun 2010, malah digunakan dalam kasus Prita..

dan kali ini sebagai warga dunia maya, dan juga sbg temen blogger gw mendukung penuh kebebasan Prita....
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

>8o>8o>8o>8o>8o wah !!!
pelajaran and pengalaman boat kita 2x donk
SUPAYA HATI - HATI ! :):)):))(
 
Last edited:
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

oya liat di berita tag line metro ternyata nama international hospital itu cuma sebuah nama bukan sebuat gelar perumahsakitan gitu kayak Hotel bintang berapa gitu.
dan katanya depkes meminta untuk di hilangkan penamaan internationalnya.

nama aja udah boong apa lagi kinerjanya ya????
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

Untung sang raja dah di banned.. kalo enggak bisa dy di penjokar n di giring ke RSJ..
 
Bls: Menulis di Internet Dipenjara

cabut UUD ITE biarkan masyarakat indonesia bebas berbicara fakta kebenaran
lembaga aparataur negara seharus nya melindungi masayarakat nya
bukan malah memenjarakan rakyat nya
 
Back
Top