nurcahyo
New member
MUSAFIR SELAMA DUA TAHUN, APAKAH BOLEH MENGQASHAR SHALAT ?
Oleh
Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
Pertanyaan
Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Ada perbedaan pendapat antara saya dan seorang teman bangsa Arab tentang mengqashar shalat. Perlu diketahui, bahwa kami di Amerika dan tinggal disana selama dua tahun. Saya senantiasa menyempurnakan shalat seperti halnya ketika berada di negeri sendiri, sementara teman saya mengqashar shalatnya dengan anggapan bahwa dirinya seorang musafir, walaupun hingga dua tahun. Kami mohon penjelasan tentang hukum mengqashar shalat bagi kami beserta dalilnya
Jawaban
Pada dasarnya, seorang musafir mendapat rukhsah (keringanan) untuk mengqashar shalat-shalat yang empat raka'at, berdasarkan firman Allah Ta'ala.
'Artinya : Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu) [An-Nisa : 101]
Dan berdasarkan perkataan Ya'la bin Umayyah kepada Umar bin Khaththab, ('Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu). Jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir'), Umar berkata, 'aku pun heran terhadap apa yang engkau herankan'?. Lalu aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliaupun bersabda.
'Artinya : Itu adalah sedekah yang Allah sedekahkan kepada kalian, maka terimalah sedekahNya itu' [Hadits Riwayat Muslim, kitab Shalatul Musafirin 686]
Yang dianggap musafir adalah yang tinggal selama empat hari empat malam atau kurang, berdasarkan riwayat dari hadits Jabir dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Makkah waktu Shubuh tanggal 4 Dzulhijjah, saat Haji Wada [1]. Lalu beliau tinggal disana pada hari keempat, kelima, keenam dan ketujuh, lalu shalat Shubuh di Abthah pada hari kedelapan. Pada hari-hari tersebut beliau mengqashar shalat, tentunya beliau telah merencanakan waktu tinggalnya itu. Maka setiap musafir yang merencanakan tinggal selama masa tinggal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, atau kurang dari itu, ia boleh mengqashar shalat. Sedangkan yang merencanakan tinggal lebih lama dari itu maka hendaknya ia menyempurnakan shalat, karena ia tidak lagi tergolong musafir.
Adapun orang yang tinggal lebih dari empat hari dan belum merencanakan tinggal, bahkan rencananya adalah segera kembali begitu selesai urusannya, maka ia seperti yang tinggal di medan jihad menghadapi musuh, atau ditahan penguasa, atau terhalang oleh sakit, yang mana dalam niatnya adalah segera kembali jika selesai jidahnya, baik dengan kemenangan atau perdamaian, atau lolos dari tahanan atau sembuh dari sakit, atau terlepas dari kekuatan musuh atau penguasa atau adanya peluang untuk pulang atau telah berhasil menjual barang, dan sebagainya. Yang demikian itu termasuk musafir, ia boleh mengqashar shalat-shalat yang empat rakaat, walau masa tinggalnya lama. Hal ini berdasarkan riwayat, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di Makkah selama sembilan hari pada tahun penaklukan Makkah, dan selama itu beliau mengqashar shalat [2]. Beliau pun pernah tinggal di Tabuk selama 20 hari untuk jihad melawan nashrani, dan selama itu beliau mengimami shalat para sahabat dengan qashar [3]. Demikian itu karena beliau tidak merencanakan tinggal tapi niatnya adalah safar hingga urusannya selesai.
[Fatawa Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da'imah 1/274]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Al-Bukhari, kitab Taqshirush Shalat 1085
[2]. Al-Bukhari, kitab Taqshirush Shalat 1080
[3]. Ahmad 2/295, Abu Dawud dalam bab Shalat 1234, Abd bin Humaid 1139
Oleh
Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
Pertanyaan
Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Ada perbedaan pendapat antara saya dan seorang teman bangsa Arab tentang mengqashar shalat. Perlu diketahui, bahwa kami di Amerika dan tinggal disana selama dua tahun. Saya senantiasa menyempurnakan shalat seperti halnya ketika berada di negeri sendiri, sementara teman saya mengqashar shalatnya dengan anggapan bahwa dirinya seorang musafir, walaupun hingga dua tahun. Kami mohon penjelasan tentang hukum mengqashar shalat bagi kami beserta dalilnya
Jawaban
Pada dasarnya, seorang musafir mendapat rukhsah (keringanan) untuk mengqashar shalat-shalat yang empat raka'at, berdasarkan firman Allah Ta'ala.
'Artinya : Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu) [An-Nisa : 101]
Dan berdasarkan perkataan Ya'la bin Umayyah kepada Umar bin Khaththab, ('Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat(mu). Jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir'), Umar berkata, 'aku pun heran terhadap apa yang engkau herankan'?. Lalu aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliaupun bersabda.
'Artinya : Itu adalah sedekah yang Allah sedekahkan kepada kalian, maka terimalah sedekahNya itu' [Hadits Riwayat Muslim, kitab Shalatul Musafirin 686]
Yang dianggap musafir adalah yang tinggal selama empat hari empat malam atau kurang, berdasarkan riwayat dari hadits Jabir dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Makkah waktu Shubuh tanggal 4 Dzulhijjah, saat Haji Wada [1]. Lalu beliau tinggal disana pada hari keempat, kelima, keenam dan ketujuh, lalu shalat Shubuh di Abthah pada hari kedelapan. Pada hari-hari tersebut beliau mengqashar shalat, tentunya beliau telah merencanakan waktu tinggalnya itu. Maka setiap musafir yang merencanakan tinggal selama masa tinggal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, atau kurang dari itu, ia boleh mengqashar shalat. Sedangkan yang merencanakan tinggal lebih lama dari itu maka hendaknya ia menyempurnakan shalat, karena ia tidak lagi tergolong musafir.
Adapun orang yang tinggal lebih dari empat hari dan belum merencanakan tinggal, bahkan rencananya adalah segera kembali begitu selesai urusannya, maka ia seperti yang tinggal di medan jihad menghadapi musuh, atau ditahan penguasa, atau terhalang oleh sakit, yang mana dalam niatnya adalah segera kembali jika selesai jidahnya, baik dengan kemenangan atau perdamaian, atau lolos dari tahanan atau sembuh dari sakit, atau terlepas dari kekuatan musuh atau penguasa atau adanya peluang untuk pulang atau telah berhasil menjual barang, dan sebagainya. Yang demikian itu termasuk musafir, ia boleh mengqashar shalat-shalat yang empat rakaat, walau masa tinggalnya lama. Hal ini berdasarkan riwayat, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di Makkah selama sembilan hari pada tahun penaklukan Makkah, dan selama itu beliau mengqashar shalat [2]. Beliau pun pernah tinggal di Tabuk selama 20 hari untuk jihad melawan nashrani, dan selama itu beliau mengimami shalat para sahabat dengan qashar [3]. Demikian itu karena beliau tidak merencanakan tinggal tapi niatnya adalah safar hingga urusannya selesai.
[Fatawa Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da'imah 1/274]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Al-Bukhari, kitab Taqshirush Shalat 1085
[2]. Al-Bukhari, kitab Taqshirush Shalat 1080
[3]. Ahmad 2/295, Abu Dawud dalam bab Shalat 1234, Abd bin Humaid 1139
Last edited: