nurcahyo
New member
Sebelum menikah, seorang perempuan memberikan persyaratan kepada calon suaminya agar tidak dilarang mengajar ketika sudah menikah, dan calon suaminyapun menyetujui syarat tersebut kemudian setelah setuju perempuan tersebut mau menerimanya sebagai suami istri. Masih wajibkah suaminya memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya sementara istrinya sudah punya penghasilan sendiri ? Dan bolehkah dia mengambil uang gaji istrinya tanpa sepengetahuan (kerelaan) istrinya ? Perlu diketahui bahwa istri tersebut termasuk seorang perempuan yang taat beragama, sehingga dia tidak mau mendengarkan musik dan nyanyian. Akan tetapi dia tinggal di rumah keluarga suami yang semuanya mempunyai kebiasaan mendengarkan musik. Apakah dalam keadaan seperti ini dia boleh tinggal di rumah keluarganya sendiri (bukan rumah keluarga suami)?
NAFKAH SEORANG SUAMI UNTUK ISTRI YANG BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebelum menikah, seorang perempuan memberikan persyaratan kepada calon suaminya agar tidak dilarang mengajar ketika sudah menikah, dan calon suaminyapun menyetujui syarat tersebut kemudian setelah setuju perempuan tersebut mau menerimanya sebagai suami istri. Masih wajibkah suaminya memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya sementara istrinya sudah punya penghasilan sendiri ? Dan bolehkah dia mengambil uang gaji istrinya tanpa sepengetahuan (kerelaan) istrinya ? Perlu diketahui bahwa istri tersebut termasuk seorang perempuan yang taat beragama, sehingga dia tidak mau mendengarkan musik dan nyanyian. Akan tetapi dia tinggal di rumah keluarga suami yang semuanya mempunyai kebiasaan mendengarkan musik. Bahkan mereka mengatakan bahwa orang yang tidak mau mendengarkan musik adalah orang yang hatinya was-was. Apakah dalam keadaan seperti ini dia boleh tinggal di rumah keluarganya sendiri (bukan rumah keluarga suami)?
Jawaban
Syarat diatas boleh dilakukan apabila disetujui oleh suaminya, dan setelah itu suaminya tidak boleh melarang istrinya mengajar setelah mereka berumah tangga.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya syarat yang paling wajib dipenuhi adalah syarat untuk menghalalkan kemaluan” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Apabila di kemudian hari dia melarang istrinya mengajar, maka istrinya berhak memilih antara dua pilihan, yaitu : Tetap menjadi istrinya atau menuntut fasakh (pemutusan hubungan nikah) dihadapan hakim yang syar’i.
Adapun tentang suami dan keluarganya yang mempunyai kebiasaan mendengarkan musik, maka hal itu tidak akan merusak ikatan pernikahan. Hanya istri tersebut harus menasihati mereka dan menyampaikan bahwa hal itu merupakan perbuatan haram, dan dia tidak boleh bersama mereka ketika mereka sedang mendengarkan musik.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya syarat yang paling wajib dipenuhi adalah syarat untuk menghalalkan kemaluan” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Apabila di kemudian hari dia melarang istrinya mengajar, maka istrinya berhak memilih antara dua pilihan, yaitu : Tetap menjadi istrinya atau menuntut fasakh (pemutusan hubungan nikah) dihadapan hakim yang syar’i.
Adapun tentang suami dan keluarganya yang mempunyai kebiasaan mendengarkan musik, maka hal itu tidak akan merusak ikatan pernikahan. Hanya istri tersebut harus menasihati mereka dan menyampaikan bahwa hal itu merupakan perbuatan haram, dan dia tidak boleh bersama mereka ketika mereka sedang mendengarkan musik.Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Agama adalah nasihat” [Hadits Riwayat Muslim]
Dan juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, rubahlah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, rubahlah dengan lidahnya. Jika dia tidak mampu, rubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman” [Hadits Riwayat Muslim]
Ayat-ayat dan hadits-hadits dalam bab ini jumlahnya cukup banyak.
Perlu diketahui bahwa seorang suami masih tetap wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya walaupun istrinya punya penghasilan sendiri, dan dia tidak boleh mengambil uang gaji istrinya tanpa ijin dan ridah istri. Dan dalam kasus diatas, istri tersebut tidak boleh keluar dari rumah suaminya (keluarg suaminya) tanpa seizing suami. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penolong menuju kebenaran.
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz II, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul Aziz, Penerbit At-Tibyan Solo]
Apabila seorang istri merelakan hartanya digabung dengan harta suami seperti diatas, maka hal itu diperbolehkan dengan syarat istri tersebut seorang yang peduli dengan hartanya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “ Jika istrimu berbuat baik kepadamu (memberikan sebagian mas kawin tersebut kepadamu), maka terimalah dan makanlah dengan senang hati” Adapun jika istri tersebut seorang yang tidak pernah memperdulikan hartanya (pemboros), maka anda tidak boleh mengambil hartanya sedikitpun. Sebaliknya anda harus menjaga hartanya untuk kepentingan dirinya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong kita semua agar kita senantiasa melaksanakan segala sesuatu yang Dia ridhai.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya dan istri sama-sama karyawan, dan semenjak menikah kami selalu mengumpulkan uang agji kami secara bersama-sama. Setelah uang tersebut kami pakai untuk keperluan rumah tangga, sisanya kami persiapkan untuk kerpeluan lain seperti memperbaiki rumah atau membeli kendaraan dan lain-lain. Betulkah harta istri tidak boleh dipergunakan oleh suami, walaupun istrinya rela ? Saya mengharap bimbingan dari anda agar saya terhindar dari hal-hal yang haram. Dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.
Jawaban
Apabila seorang istri merelakan hartanya digabung dengan harta suami seperti diatas, maka hal itu diperbolehkan dengan syarat istri tersebut seorang yang peduli dengan hartanya.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Jika istrimu berbuat baik kepadamu (memberikan sebagian mas kawin tersebut kepadamu), maka terimalah dan makanlah dengan senang hati” [An-Nisaa : 4]
Adapun jika istri tersebut seorang yang tidak pernah memperdulikan hartanya (pemboros), maka anda tidak boleh mengambil hartanya sedikitpun. Sebaliknya anda harus menjaga hartanya untuk kepentingan dirinya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong kita semua agar kita senantiasa melaksanakan segala sesuatu yang Dia ridhai.
sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
NAFKAH SEORANG SUAMI UNTUK ISTRI YANG BEKERJA SEBAGAI KARYAWAN
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sebelum menikah, seorang perempuan memberikan persyaratan kepada calon suaminya agar tidak dilarang mengajar ketika sudah menikah, dan calon suaminyapun menyetujui syarat tersebut kemudian setelah setuju perempuan tersebut mau menerimanya sebagai suami istri. Masih wajibkah suaminya memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya sementara istrinya sudah punya penghasilan sendiri ? Dan bolehkah dia mengambil uang gaji istrinya tanpa sepengetahuan (kerelaan) istrinya ? Perlu diketahui bahwa istri tersebut termasuk seorang perempuan yang taat beragama, sehingga dia tidak mau mendengarkan musik dan nyanyian. Akan tetapi dia tinggal di rumah keluarga suami yang semuanya mempunyai kebiasaan mendengarkan musik. Bahkan mereka mengatakan bahwa orang yang tidak mau mendengarkan musik adalah orang yang hatinya was-was. Apakah dalam keadaan seperti ini dia boleh tinggal di rumah keluarganya sendiri (bukan rumah keluarga suami)?
Jawaban
Syarat diatas boleh dilakukan apabila disetujui oleh suaminya, dan setelah itu suaminya tidak boleh melarang istrinya mengajar setelah mereka berumah tangga.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya syarat yang paling wajib dipenuhi adalah syarat untuk menghalalkan kemaluan” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Apabila di kemudian hari dia melarang istrinya mengajar, maka istrinya berhak memilih antara dua pilihan, yaitu : Tetap menjadi istrinya atau menuntut fasakh (pemutusan hubungan nikah) dihadapan hakim yang syar’i.
Adapun tentang suami dan keluarganya yang mempunyai kebiasaan mendengarkan musik, maka hal itu tidak akan merusak ikatan pernikahan. Hanya istri tersebut harus menasihati mereka dan menyampaikan bahwa hal itu merupakan perbuatan haram, dan dia tidak boleh bersama mereka ketika mereka sedang mendengarkan musik.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sesungguhnya syarat yang paling wajib dipenuhi adalah syarat untuk menghalalkan kemaluan” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Apabila di kemudian hari dia melarang istrinya mengajar, maka istrinya berhak memilih antara dua pilihan, yaitu : Tetap menjadi istrinya atau menuntut fasakh (pemutusan hubungan nikah) dihadapan hakim yang syar’i.
Adapun tentang suami dan keluarganya yang mempunyai kebiasaan mendengarkan musik, maka hal itu tidak akan merusak ikatan pernikahan. Hanya istri tersebut harus menasihati mereka dan menyampaikan bahwa hal itu merupakan perbuatan haram, dan dia tidak boleh bersama mereka ketika mereka sedang mendengarkan musik.Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Agama adalah nasihat” [Hadits Riwayat Muslim]
Dan juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, rubahlah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, rubahlah dengan lidahnya. Jika dia tidak mampu, rubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman” [Hadits Riwayat Muslim]
Ayat-ayat dan hadits-hadits dalam bab ini jumlahnya cukup banyak.
Perlu diketahui bahwa seorang suami masih tetap wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya walaupun istrinya punya penghasilan sendiri, dan dia tidak boleh mengambil uang gaji istrinya tanpa ijin dan ridah istri. Dan dalam kasus diatas, istri tersebut tidak boleh keluar dari rumah suaminya (keluarg suaminya) tanpa seizing suami. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penolong menuju kebenaran.
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz II, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul Aziz, Penerbit At-Tibyan Solo]
Apabila seorang istri merelakan hartanya digabung dengan harta suami seperti diatas, maka hal itu diperbolehkan dengan syarat istri tersebut seorang yang peduli dengan hartanya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “ Jika istrimu berbuat baik kepadamu (memberikan sebagian mas kawin tersebut kepadamu), maka terimalah dan makanlah dengan senang hati” Adapun jika istri tersebut seorang yang tidak pernah memperdulikan hartanya (pemboros), maka anda tidak boleh mengambil hartanya sedikitpun. Sebaliknya anda harus menjaga hartanya untuk kepentingan dirinya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong kita semua agar kita senantiasa melaksanakan segala sesuatu yang Dia ridhai.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya dan istri sama-sama karyawan, dan semenjak menikah kami selalu mengumpulkan uang agji kami secara bersama-sama. Setelah uang tersebut kami pakai untuk keperluan rumah tangga, sisanya kami persiapkan untuk kerpeluan lain seperti memperbaiki rumah atau membeli kendaraan dan lain-lain. Betulkah harta istri tidak boleh dipergunakan oleh suami, walaupun istrinya rela ? Saya mengharap bimbingan dari anda agar saya terhindar dari hal-hal yang haram. Dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.
Jawaban
Apabila seorang istri merelakan hartanya digabung dengan harta suami seperti diatas, maka hal itu diperbolehkan dengan syarat istri tersebut seorang yang peduli dengan hartanya.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Jika istrimu berbuat baik kepadamu (memberikan sebagian mas kawin tersebut kepadamu), maka terimalah dan makanlah dengan senang hati” [An-Nisaa : 4]
Adapun jika istri tersebut seorang yang tidak pernah memperdulikan hartanya (pemboros), maka anda tidak boleh mengambil hartanya sedikitpun. Sebaliknya anda harus menjaga hartanya untuk kepentingan dirinya. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong kita semua agar kita senantiasa melaksanakan segala sesuatu yang Dia ridhai.
sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
Last edited: