MADRID, KAMIS - Setelah menanti selama tiga tahun, pengadilan para tersangka pelaku bom Madrid yang menewaskan 191 orang pada 11 Maret 2004 akhirnya dibuka, Kamis (15/2). Sebanyak 29 tersangka, 600 saksi, dan 107 ahli, dihadirkan dalam persidangan yang diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2007.
Persidangan berlangsung di pengadilan tinggi di pinggiran Madrid dalam pengamanan ekstra ketat. Media massa, korban yang selamat, dan keluarga korban hanya bisa menyaksikan jalannya pengadilan di ruangan lain lewat tayangan dari kamera pengawas.
Tiga dari empat tersangka otak peledakan bom, yaitu Rabei Osman, Youssef Beljadj alias "Si Afghanistan", dan Hassan el-Haski alias Abu Hamza, akan ditempatkan dalam kurungan di ruang pengadilan.
Satu tersangka otak peledakan bom, Sarhane ben Abdelmajid Fakhet alias "Si Tunisia", diduga tewas bersama enam tersangka lain yang meledakkan diri dalam penggerebekan polisi di sebuah apartemen di Leganes, tiga pekan setelah ledakan.
Tiga tersangka otak peledakan bom itu akan menghadapi hukuman 40.000 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan dan keanggotaan pada jaringan teroris walaupun dalam hukum Spanyol hukuman penjara terlama hanya 40 tahun.
Tersangka lainnya di antaranya Emilio Trashorras, Jamal Zougam, dan Abdelmajid Bouchar, didakwa membantu teroris, memalsukan dokumen, dan percobaan pembunuhan. Trashorras, warga Spanyol, dituduh mencuri persediaan dinamit di sebuah tambang dan menjualnya kepada para pelaku. Mereka menghadapi hukuman hingga 30 tahun penjara.
Dalam laporan setebal 100.000 halaman yang disusun para jaksa penuntut disebutkan, para tersangka otak peledakan bom mulai merencanakan serangan pada 2003. Mereka merekrut pelaku lain di Madrid dan dari lingkaran pelaku kriminal biasa.
Tidak menjawab
Osman, atau dikenal sebagai "Orang Mesir", merupakan tersangka pertama yang dihadirkan ke pengadilan. Stasiun televisi CNN melaporkan, Osman tidak bersedia menjawab pertanyaan hakim.
Osman ditangkap di Italia pada 2004. Dia dihukum 10 tahun penjara oleh pengadilan Italia karena keanggotaan dalam organisasi teroris. Osman kemudian diekstradisi ke Spanyol untuk pengadilan bom Madrid.
Jaksa penuntut menuduh para tersangka merencanakan peledakan bom di Madrid selama satu tahun. Para pelaku meletakkan tas-tas berisi masing-masing 10 kilogram bahan peledak di empat kereta api komuter di stasiun.
Mereka kemudian meninggalkan stasiun dan mengaktifkan bom melalui telepon genggam. Sedikitnya 191 orang tewas dan 1.800 lainnya luka-luka akibat ledakan di pagi yang sibuk itu.
Semula, gerakan separatis Basque dituduh bertanggung jawab atas serangan itu. Akan tetapi, penyelidikan lebih lanjut mengarah ke kelompok radikal Islam sebagai pelaku.
Jaksa penuntut mengatakan, serangan bom yang terjadi tiga hari menjelang pemilu Spanyol tersebut terinspirasi oleh pesan pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, yang ditayangkan televisi Al Jazeera pada 18 Oktober 2003, bahwa Spanyol adalah target potensial. Serangan bom itu diyakini akibat dukungan Spanyol terhadap AS dalam perang di Irak.
Awal atau akhir
Meskipun terinspirasi oleh Al Qaeda, penyelidikan menemukan bahwa kelompok tersebut tidak memiliki hubungan langsung serta tidak dibiayai oleh Al Qaeda.
Para korban selamat berharap pengadilan itu mampu menolong membuka lembaran baru dalam hidup mereka. "Ini adalah sebuah awal atau barangkali akhir dari perjalanan panjang dan berat yang harus kami lalui dalam tiga tahun terakhir," kata Pilar Manjon, ketua perkumpulan para korban. Serangan itu merupakan yang terburuk dan traumatik dalam sejarah Spanyol modern sejak perang sipil 1930.
Para tersangka menyatakan diri mereka tidak bersalah. "Sangat sulit membuktikan mereka bertanggung jawab terhadap serangan itu," kata Luca D?Auria, pembela Osman.
"Bukti-bukti yang memberatkan dikumpulkan di Milan dan tidak ada bukti bahwa dia memiliki kontak dengan organisasi dan tersangka lain," ujarnya. D?Auria mengatakan, Osman mengenal tersangka lain saat mengunjungi sebuah masjid.
Spanyol meningkatkan kewaspadaan saat pengadilan dimulai. Diperkirakan, kesaksian akan berlangsung hingga enam bulan ke depan dan pengadilan akan selesai pada Oktober mendatang.
Persidangan berlangsung di pengadilan tinggi di pinggiran Madrid dalam pengamanan ekstra ketat. Media massa, korban yang selamat, dan keluarga korban hanya bisa menyaksikan jalannya pengadilan di ruangan lain lewat tayangan dari kamera pengawas.
Tiga dari empat tersangka otak peledakan bom, yaitu Rabei Osman, Youssef Beljadj alias "Si Afghanistan", dan Hassan el-Haski alias Abu Hamza, akan ditempatkan dalam kurungan di ruang pengadilan.
Satu tersangka otak peledakan bom, Sarhane ben Abdelmajid Fakhet alias "Si Tunisia", diduga tewas bersama enam tersangka lain yang meledakkan diri dalam penggerebekan polisi di sebuah apartemen di Leganes, tiga pekan setelah ledakan.
Tiga tersangka otak peledakan bom itu akan menghadapi hukuman 40.000 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan dan keanggotaan pada jaringan teroris walaupun dalam hukum Spanyol hukuman penjara terlama hanya 40 tahun.
Tersangka lainnya di antaranya Emilio Trashorras, Jamal Zougam, dan Abdelmajid Bouchar, didakwa membantu teroris, memalsukan dokumen, dan percobaan pembunuhan. Trashorras, warga Spanyol, dituduh mencuri persediaan dinamit di sebuah tambang dan menjualnya kepada para pelaku. Mereka menghadapi hukuman hingga 30 tahun penjara.
Dalam laporan setebal 100.000 halaman yang disusun para jaksa penuntut disebutkan, para tersangka otak peledakan bom mulai merencanakan serangan pada 2003. Mereka merekrut pelaku lain di Madrid dan dari lingkaran pelaku kriminal biasa.
Tidak menjawab
Osman, atau dikenal sebagai "Orang Mesir", merupakan tersangka pertama yang dihadirkan ke pengadilan. Stasiun televisi CNN melaporkan, Osman tidak bersedia menjawab pertanyaan hakim.
Osman ditangkap di Italia pada 2004. Dia dihukum 10 tahun penjara oleh pengadilan Italia karena keanggotaan dalam organisasi teroris. Osman kemudian diekstradisi ke Spanyol untuk pengadilan bom Madrid.
Jaksa penuntut menuduh para tersangka merencanakan peledakan bom di Madrid selama satu tahun. Para pelaku meletakkan tas-tas berisi masing-masing 10 kilogram bahan peledak di empat kereta api komuter di stasiun.
Mereka kemudian meninggalkan stasiun dan mengaktifkan bom melalui telepon genggam. Sedikitnya 191 orang tewas dan 1.800 lainnya luka-luka akibat ledakan di pagi yang sibuk itu.
Semula, gerakan separatis Basque dituduh bertanggung jawab atas serangan itu. Akan tetapi, penyelidikan lebih lanjut mengarah ke kelompok radikal Islam sebagai pelaku.
Jaksa penuntut mengatakan, serangan bom yang terjadi tiga hari menjelang pemilu Spanyol tersebut terinspirasi oleh pesan pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, yang ditayangkan televisi Al Jazeera pada 18 Oktober 2003, bahwa Spanyol adalah target potensial. Serangan bom itu diyakini akibat dukungan Spanyol terhadap AS dalam perang di Irak.
Awal atau akhir
Meskipun terinspirasi oleh Al Qaeda, penyelidikan menemukan bahwa kelompok tersebut tidak memiliki hubungan langsung serta tidak dibiayai oleh Al Qaeda.
Para korban selamat berharap pengadilan itu mampu menolong membuka lembaran baru dalam hidup mereka. "Ini adalah sebuah awal atau barangkali akhir dari perjalanan panjang dan berat yang harus kami lalui dalam tiga tahun terakhir," kata Pilar Manjon, ketua perkumpulan para korban. Serangan itu merupakan yang terburuk dan traumatik dalam sejarah Spanyol modern sejak perang sipil 1930.
Para tersangka menyatakan diri mereka tidak bersalah. "Sangat sulit membuktikan mereka bertanggung jawab terhadap serangan itu," kata Luca D?Auria, pembela Osman.
"Bukti-bukti yang memberatkan dikumpulkan di Milan dan tidak ada bukti bahwa dia memiliki kontak dengan organisasi dan tersangka lain," ujarnya. D?Auria mengatakan, Osman mengenal tersangka lain saat mengunjungi sebuah masjid.
Spanyol meningkatkan kewaspadaan saat pengadilan dimulai. Diperkirakan, kesaksian akan berlangsung hingga enam bulan ke depan dan pengadilan akan selesai pada Oktober mendatang.