Pengadilan Ham Ad Hoc

andree_erlangga

New member
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu menentukan langkah serius terhadap Jaksa Agung terkait pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) ad hoc untuk kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS), kerusuhan Mei, serta kasus penculikan aktivis.

Sebab, selama ini pembentukan pengadilan itu selalu dimentahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.

Demikian pernyataan bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) lain serta keluarga korban pelanggaran HAM, kemarin, di Jakarta. Pernyataan tersebut dikemukakan sehubungan dengan saling tuding antara Jaksa Agung dan Komisi III DPR tentang pembentukan Pengadilan HAM ad hoc dalam forum rapat kerja di DPR, Senin lalu.

Menurut Kepala Divisi Pemantauan Impunity Kontras Haris Azhar, negara dan institusi lain sengaja mengabaikan keadilan terhadap korban pelanggaran HAM. "Kami melihat raker Jaksa Agung dan Komisi III DPR berjalan sia-sia, tanpa iktikad baik. Akibatnya, mereka saling tuding dalam penyelesaian kasus penculikan aktivis, kasus TSS, dan kerusuhan Mei 1998," kata Haris.

Haris menekankan, DPR maupun Jaksa Agung sebenarnya sama-sama menerapkan standar ganda dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Di satu pihak, DPR menolak mencabut rekomendasi telah terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS, namun mereka tidak mencabut rekomendasi terhadap kasus penculikan aktivis.

suarakarya-online.com
 
Back
Top