alanlejac
New member
DUNIA BERKATA, " Aku meninggalkan pasanganku demi belahan jiwaku yang baru ketemukan. "
TUHAN BERKATA, " Apa yang sudah kupersatukan, tidak seorang pun boleh memisahkan mereka. "
Seorang wanita cantik, muda dan sexy sedang menghadapi kehidupan prumah tangga yang pahit dengan suaminya. Merasa bahwa suaminya adalah seorang yang egois, angkuh, dan sering berselingkuh dengan banyak wanita lain. kemudian sang wanita berkenalan dengan pria lain, dimana pria tersebut sangat menghormatinya, memperlakukannya seperti seorang putri, menjadi teman curhat yang setia, dan juga mencintai dengan sepenuh hati.
Pada akhirnya, setelah berhubungan sekian lama dengan pria tersebut, sang wanita merasakan bahwa pria tersebut adalah belahan jiwanya dan memutuskan untuk bercerai dari suaminya yang angkuh dan egois, agar bisa hidup bersama atau mungkin menikah dengan pria yang dirasakannya sebagai belahan jiwanya, dimana dia menemukan "cinta sejati" nya..
Sering kita mendengar, menyaksikan, melihat peristiwa-peristiwa semacam itu, entah pria atau wanita yang menceraikan pasangannya demi orang lain yang dianggapnya sebagai cinta sejati. Dan sering kita, bahkan sebagai orang Kristen membenarkan tindakan perceraian atas nama "cinta sejati" terlebih lagi apabila melihat perlakuan dari pasangannya yang membuat seseorang menjadi tidak bahagia atau menderita dalam kehidupan pernikahannya..
Atau mungkin kita juga sering dipengaruhi oleh produk budaya "sekuler", entah film-film hollywood dan nasional, atau novel-novel yang menggambarkan bagaimana seorang yang yang memutuskan untuk bercerai dari pasangannya yang sah kemudian ternyata bisa hidup lebih bahagia dengan pasangan hidupnya yang baru.
entah karena menyaksikan sendiri atas pengalaman teman atau keluarga dan juga pengaruh dari kebudayaan sekuler, kita selaku anak-anak Tuhan "kadang-kadang" mentolerir dan mendukung ketidak setiaan atas nama cinta sejati dan kebahagian cinta. Sikap seperti ini adalah alami, karena kita semua selaku manusia " ingin menemukan belahan jiwa kita, seseorang yang mengenal kita begitu mendalam sehingga ia dapat memuaskan kerinduan kita yang paling dalam. " Keinginan ini tidak salah, karena Tuhan menciptakan kita untuk menginginkan hubungan yang mendalam dengan orang lain. Namun berbeda dengan dunia yang membenarkan segala cara untuk menemukan belahan jiwa kita termasuk bagi mereka yang sudah menikah, Tuhan yang dikenal oleh kita dalam Alkitab memiliki pandangan yang berbeda dan bahkan bertolah belakang.
Kita semua tahu, pada hari pernikahan kita, saat janji pernikahan diucapkan di hadapan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, suatu proses penyatuan rohani sudah terbentuk dan terus berjalan. Tuhan tidak lagi melihat kita dan pasangan kita sebagai dua orang yang terpisah, melainkan sebagai satu. Jadi di mata Tuhan, kita adalah belahan jiwa bagi pasangan kita.
begitu pernikahan berlalu dan kehidupan nyata dimulai, perasaan cinta kita mungkin perlahan-lahan mulai pudar. Kita mungkin mulai tergoda untuk berpikir bahwa segalanya akan menjadi lebih baik dengan orang lain. Namun, kenyataannya adalah perasaan akan datang dan pergi. CINTA SEJATI BUKANLAH PERASAAN, MELAINKAN KOMITMEN untuk bertindak penuh kasih, walau bagaimana sakit dan menderitanya perasaan kita. Ini memang tidak mudah, tetapi Tuhan sudah menyatukan kita berdua dengan pasangan kita dan IA mau melindungi pernikahan kita.
Ketika kita berpaling TUHAN untuk minta pertolongan atas semua masalah dan penderitaan dalam kehidupan pernikahan kita, IA akan menguatkan ikatan kita. Menjadi belahan jiwa bagi orang lain yang telah ditetapkan Tuhan dalam janji suci pernikahan membutuhkan usaha dan memang tidak mudah. Tetapi ini adalah TUJUAN YANG LAYAK DIUSAHAKAN DAN DIKERJAKAN, dimana atas hal ini TUHAN akan dengan setia membantu untuk tercapai.
Akhirnya, semoga kita semua boleh selalu mengingat agar CINTA YANG KITA BAWA DALAM PERNIKAHAN KITA adalah komitmen dan bukan perasaan, selanjutnya apabila sekarang kita telah menikah berdasarkan "perasaan" Cinta, baiklah dengan kerelaan hati kita mengusahakan dengan memohon bantuan kepada Tuhan Yesus, agar bisa menggantinya menjadi "komitmen" cinta, karena komitmen akan lebih kuat dan tahan dalam menghadapi segala tantangan kehidupan berumah tangga dibandingkan dengan perasaan.
TUHAN BERKATA, " Apa yang sudah kupersatukan, tidak seorang pun boleh memisahkan mereka. "
Seorang wanita cantik, muda dan sexy sedang menghadapi kehidupan prumah tangga yang pahit dengan suaminya. Merasa bahwa suaminya adalah seorang yang egois, angkuh, dan sering berselingkuh dengan banyak wanita lain. kemudian sang wanita berkenalan dengan pria lain, dimana pria tersebut sangat menghormatinya, memperlakukannya seperti seorang putri, menjadi teman curhat yang setia, dan juga mencintai dengan sepenuh hati.
Pada akhirnya, setelah berhubungan sekian lama dengan pria tersebut, sang wanita merasakan bahwa pria tersebut adalah belahan jiwanya dan memutuskan untuk bercerai dari suaminya yang angkuh dan egois, agar bisa hidup bersama atau mungkin menikah dengan pria yang dirasakannya sebagai belahan jiwanya, dimana dia menemukan "cinta sejati" nya..
Sering kita mendengar, menyaksikan, melihat peristiwa-peristiwa semacam itu, entah pria atau wanita yang menceraikan pasangannya demi orang lain yang dianggapnya sebagai cinta sejati. Dan sering kita, bahkan sebagai orang Kristen membenarkan tindakan perceraian atas nama "cinta sejati" terlebih lagi apabila melihat perlakuan dari pasangannya yang membuat seseorang menjadi tidak bahagia atau menderita dalam kehidupan pernikahannya..
Atau mungkin kita juga sering dipengaruhi oleh produk budaya "sekuler", entah film-film hollywood dan nasional, atau novel-novel yang menggambarkan bagaimana seorang yang yang memutuskan untuk bercerai dari pasangannya yang sah kemudian ternyata bisa hidup lebih bahagia dengan pasangan hidupnya yang baru.
entah karena menyaksikan sendiri atas pengalaman teman atau keluarga dan juga pengaruh dari kebudayaan sekuler, kita selaku anak-anak Tuhan "kadang-kadang" mentolerir dan mendukung ketidak setiaan atas nama cinta sejati dan kebahagian cinta. Sikap seperti ini adalah alami, karena kita semua selaku manusia " ingin menemukan belahan jiwa kita, seseorang yang mengenal kita begitu mendalam sehingga ia dapat memuaskan kerinduan kita yang paling dalam. " Keinginan ini tidak salah, karena Tuhan menciptakan kita untuk menginginkan hubungan yang mendalam dengan orang lain. Namun berbeda dengan dunia yang membenarkan segala cara untuk menemukan belahan jiwa kita termasuk bagi mereka yang sudah menikah, Tuhan yang dikenal oleh kita dalam Alkitab memiliki pandangan yang berbeda dan bahkan bertolah belakang.
Kita semua tahu, pada hari pernikahan kita, saat janji pernikahan diucapkan di hadapan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, suatu proses penyatuan rohani sudah terbentuk dan terus berjalan. Tuhan tidak lagi melihat kita dan pasangan kita sebagai dua orang yang terpisah, melainkan sebagai satu. Jadi di mata Tuhan, kita adalah belahan jiwa bagi pasangan kita.
begitu pernikahan berlalu dan kehidupan nyata dimulai, perasaan cinta kita mungkin perlahan-lahan mulai pudar. Kita mungkin mulai tergoda untuk berpikir bahwa segalanya akan menjadi lebih baik dengan orang lain. Namun, kenyataannya adalah perasaan akan datang dan pergi. CINTA SEJATI BUKANLAH PERASAAN, MELAINKAN KOMITMEN untuk bertindak penuh kasih, walau bagaimana sakit dan menderitanya perasaan kita. Ini memang tidak mudah, tetapi Tuhan sudah menyatukan kita berdua dengan pasangan kita dan IA mau melindungi pernikahan kita.
Ketika kita berpaling TUHAN untuk minta pertolongan atas semua masalah dan penderitaan dalam kehidupan pernikahan kita, IA akan menguatkan ikatan kita. Menjadi belahan jiwa bagi orang lain yang telah ditetapkan Tuhan dalam janji suci pernikahan membutuhkan usaha dan memang tidak mudah. Tetapi ini adalah TUJUAN YANG LAYAK DIUSAHAKAN DAN DIKERJAKAN, dimana atas hal ini TUHAN akan dengan setia membantu untuk tercapai.
Akhirnya, semoga kita semua boleh selalu mengingat agar CINTA YANG KITA BAWA DALAM PERNIKAHAN KITA adalah komitmen dan bukan perasaan, selanjutnya apabila sekarang kita telah menikah berdasarkan "perasaan" Cinta, baiklah dengan kerelaan hati kita mengusahakan dengan memohon bantuan kepada Tuhan Yesus, agar bisa menggantinya menjadi "komitmen" cinta, karena komitmen akan lebih kuat dan tahan dalam menghadapi segala tantangan kehidupan berumah tangga dibandingkan dengan perasaan.
Last edited: