Perlindungan Hukum Korban Perampokan

Riri_1

Member
Salah satu contoh kejahatan ialah perampokan, dimana perampokan tersebut masuk didalam katagori pecurian dengan kekerasan dan diatur dalam Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disingkat menjadi KUHP.


Tindak pidana perampokan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak dikenal, akan tetapi dikenal dengan istilah pencurian dengan kekerasan. Pencurian dengan kekerasan (perampokan) diatur di dalam Pasal 365 KUHP pada Bab XXII tentang pencurian. Pasal 365 KUHP ini disebut pencurian dengan penggunaan kekerasan, yakni pencurian dalam bentuk pokok (pencurian biasa) ditambah dengan unsur kekerasan. Dengan demikian penerapan Pasal 365 KUHP ini harus memenuhi unsur-unsur Pasal 362 KUHP tentang pencurian biasa dan kemudian dilengkapi dengan keadaan yang memberatkan yang ditentukan di Pasal 365 KUHP tersebut.


pemerintah dalam melindungi korban ditunjukan dengan dibuatnya undang-undang secara khusus mengenai saksi dan korban. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. Perlindungan hukum dan segala aspeknya merupakan salah satu hak korban dan saksi (Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006).


Bagi korban dan/atau saksi yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, kesaksiannya dibacakan di pengadilan dan bahkan dapat memberi kesaksian tertulis serta teleconference. Dengan persetujuan hakim (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006) korban dan/atau saksi.


Sanksi tindak pidana pencurian dengan kekerasan (perampokan) sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 365 KUHP sanksinya bermacam-macam, tergantung akibat yang dilakukan oleh pelaku pencurian itu.
Sanksinya dapat berupa: sembilan tahun, dua belas tahun, lima belas tahun, dan hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.


Penjatuhan hukuman atau sanksi pidana sembilan tahun diancamkan bagi pelaku perampokan, jika perbuatan pencurian itu dilakukan dengan cara didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan terhadap orang tersebut.


Penjatuhan sanksi 12 (dua belas) tahun dijatuhkan terhadap pelaku perampokan atau pencurian dengan kekerasan, jika perbuatan pencurian itu dilakukan pada waktu malam di dalam rumah atau pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
Dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan dilakukan dengan membongkar, memanjat, memakai pakaian palsu, perintah palsu, dan pakaian jabatan palsu, perbuatan pencurian tersebut mengakibatkan ada orang yang mendapat luka berat.


Pengancaman hukuman lima belas tahun penjara terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan, jika perbuatan pencurian itu mengakibatkan matinya orang. Sanksi pidana mati, hukuman penjara seumur hidup, atau penjara dua puluh tahun apabila perbuatan pencurian itu menyebabkan ada orang yang mendapat luka berat atau mati, dan dilakukan oleh dua orang secara bersama-sama atau lebih.


Lebih lanjut dijelaskan bahwa salah satu kejahatan yang dirumuskan di dalam Pasal 365 pada ayat (3) KUHP tersebut adalah melakukan pencurian yang
didahului, disertai, diikuti dengan kekerasan terhadap orang, dan pencurian ini mengakibatkan matinya orang.


Bentuk ganti kerugian terhadap korban dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Pemberian kompensasi terhadap korban, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 4 PP No. 44 Tahun 2008 adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya.
2. Pemberian restitusi terhadap korban, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 5 PP No. 44 Tahun 2008 adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, yang dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
3. Pemberian bantuan terhadap korban, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 7 PP No. 44 Tahun 2008 adalah layanan yang diberikan kepada korban dan/atau saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam bentuk bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial.
 
Back
Top