jainudin
New member
Dulu, orang hanya mengenal Sumba sebagai penghasil kain di Nusa
Tenggara Timur (NH). Setahun terakhir, tenunan dan daerah lain di sana
bermunculan untuk diperdagangkan. Mata kolektor dan penggemar gaya
etnik pun mulai tertuju ke sejumlah desa di Kabupaten Timor Tengah
Selatan (US).
Motif tiap desa berbeda-beda, begitupun namanya. “Ada yang memakai
pewarna alam, banyakjuga yang mempergunakan pewarna tekstil,” jelas
Ignatius Hapu saat berpameran di
Jakarta Food and Fashion Festival, Rabu (18/5) pekan lalu.
Di Kabupaten TTS, warna-warna cerah mendominasi kreasi warga.
Utamanya, kuning dan oranye. “Mereka membuat sarung (thais) berukuran
2x2 meter dan selimut panjang,” urai Ignatius.
Aslinya, kain-kain tradisional ini juga mewakili status sosial.
Terlebih, di sana memang terdapat sejumlah kerajaan. “Kini, masyarakat
bebas juga dapat mempergunakannya,” kata Ignatius.
Sumber : Republika
Tenggara Timur (NH). Setahun terakhir, tenunan dan daerah lain di sana
bermunculan untuk diperdagangkan. Mata kolektor dan penggemar gaya
etnik pun mulai tertuju ke sejumlah desa di Kabupaten Timor Tengah
Selatan (US).
Motif tiap desa berbeda-beda, begitupun namanya. “Ada yang memakai
pewarna alam, banyakjuga yang mempergunakan pewarna tekstil,” jelas
Ignatius Hapu saat berpameran di
Jakarta Food and Fashion Festival, Rabu (18/5) pekan lalu.
Di Kabupaten TTS, warna-warna cerah mendominasi kreasi warga.
Utamanya, kuning dan oranye. “Mereka membuat sarung (thais) berukuran
2x2 meter dan selimut panjang,” urai Ignatius.
Aslinya, kain-kain tradisional ini juga mewakili status sosial.
Terlebih, di sana memang terdapat sejumlah kerajaan. “Kini, masyarakat
bebas juga dapat mempergunakannya,” kata Ignatius.
Sumber : Republika