Pihak Asing Dibelakang UKP3R

nurcahyo

New member
Pihak Asing Dibelakang UKP3R

Kapanlagi.com - Pihak asing diduga merancang pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelola Program dan Refomasi (UKP3R), kata Wakil Ketua DPR Zainal Ma`arif di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis (30/11/06).

Dia mengkhawatirkan UKP3R itu nantinya akan digunakan pihak asing untuk menjalankan agenda ekonomi neoliberal pascapelunasan utang RI kepada Dana Moneter Internasional (IMF).

Zainal menyebutkan, pihak asing yang dimaksud antara lain Mc Kinsey and Company yang bertindak sebagai konsultan pembentukan UKP3R.

"Pemerintah harus menjelaskan hubungan antara konsultan asing Mc Kinsey and Compay dengan UKP3R karena belakangan ini beredar kabar bahwa konsultan asing itu berada di belakang UKP3R, untuk menjual sejumlah BUMN, seperti Bank Mandiri, Pertamina, PLN dan PT Telkom," katanya.

Zainal mengungkapkan kembali analisis pengamat ekonomi UGM Revrison Baswir bahwa pembentukan UKP3R merupakan strategi untuk menjalankan agenda ekonomi neoliberal pascapelunasan utang RI kepada IMF.

"Karena setelah utang kita ke IMF lunas, tak ada lagi lembaga asing neoliberal di sini yang memonitor privatisasi BUMN," kata Zainal.

Bila hal ini benar, kata Zainal, berarti fungsi UKP3R berbeda dari apa yang dijelaskan Presiden. Jika fungsi UKP3R itu menjalankan agenda neoliberal, lebih baik UKP3R dibubarkan saja karena akan menyakiti hati rakyat.

"Hidup rakyat sekarang ini sudah susah, lantas aset negara dilego lagi kepada asing. Apalagi yang mau dijual adalah BUMN yang bagus seperti Bank Mandiri, Telkom dan Pertamina," katanya.

Jika BUMN itu dijual, aset negara yang strategis yang dimiliki Indonesia semakin habis. "Terus kita punya apa?" katanya.

Kaum neoliberal, kata Zainal, memang misinya bagaimana menjual seluruh aset negara agar dikuasai pihak asing dan kemudian Indonesia menjadi bangsa "kere" (miskin). "Agenda mereka memang begitu," katanya.

Alasan yang mereka dengungkan agar BUMN dijual kepada pihak asing adalah BUMN dianggap sebagai sarang korupsi, BUMN merugi dan sebagainya.

"Padahal alasan dan isu itu bohong besar. Coba mengapa Temasek (BUMN Singapura) dapat untung besar, BUMN Malaysia yang bernama Khazanah dan Petronas itu juga bisa untung besar. Malah mereka merambah kemana-mana, termasuk Indonesia, memborong aset-aset kita," kata politisi Partai Bintang Reformasi (PBR) ini.

BUMN milik China terbukti menjadi tulang punggung dalam memajukan ekonomi negara itu. Buktinya, China menjadi negara dengan pertumbuhan paling tinggi di dunia selama puluhan tahun sampai menjadi fenomena dunia. "Lho itu kok bisa?," katanya.

"Saya pernah berbicara dengan seorang Presiden Direktur sebuah BUMN yang cukup besar. Saya bilang, BUMN itu milik pemerintah yang punya kuasa, yang membuat aturan main, bersaing dengan perusahaan swasta, terang dong pemerintah yang menang. Itu `kan tidak adil namanya," kata Zainal.

Zainal mengungkapkan, orang yang diajaknya bicara itu menjawab bahwa mereka bukan disiapkan bersaing dengan perusahaan swasta di negerinya, tetapi untuk bersaing dengan perusahaan dari Amerika dan Eropa.

"Ini `kan zaman globalisasi. Kalau perusahaan swasta kita disuruh bersaing dengan perusahaan Amerika yang umumnya sudah ratusan tahun, modalnya raksasa, ya..perusahaan kita pasti mati," katanya.

Karena itu, BUMN didukung negara yang harus menghadapi mereka. "Citibank harus berhadapan dengan Bank of China, kata Orang itu," kata Zainal.

"Saya pikir, apa yang dibilang orang itu benar. Karena itu, kaum neoliberal itu anti BUMN agar perusahaan mereka, di zaman globalisasi ini seenaknya menghancurkan perusahaan swasta kita. Menelan bulat-bulan kita," kata Zainal.

Menurut Zainal, persoalan BUMN adalah masalah manajemen. Tugas pemerintah harus membuat manajemen BUMN nasional menjadi baik.

"Bagaimana caranya? Itu tugas pemerintah yang diamanatkan rakyat. Angkatlah orang-orang yang profesional. Kalau tidak ada, kita bisa sewa tenaga asing yang profesional, bukan dengan menjual BUMN kita," kata Zainal.

Apalagi nanti aset itu akan dijual dengan harga murah, seperti yang terjadi selama ini karena ada "kongkalingkong". Hal itu mereka lakukan dengan canggih sehingga sulit dilacak. "Akhirnya kita ini, rakyat yang dibodohi dan kenapa kita akan semakin sulit untuk bangkit," kata Zainal.
 
Back
Top