jainudin
New member
JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia harus transparan
dalam pengusutan dugaan upaya penyuapan untuk mendapatkan
jabatan yang dilakukan dua anggota.nya. Sebab, munculnya
kasus ini telah mencoreng citra kepolisian.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah
Abdurahman mengatakan, kasus ini memunculkan anggapan praktik
pemberian uang demi mendapatkan jabatan sudah membudaya di
Polri. Karena itu, pengungkapan kasus ini harus tuntas dan
menyeluruh. “Agar semua terbongkar. Jika benar, ini merusak
reputasi Polri,” ujar dia, Selasa (25/6).
Hamidah menyatakan, upaya penyuapan untuk mendapatkan promosi
jabatan yang diduga dilakukan dua anggota polisi, AKBP ES dan
Kompol JAP, sudah mencederai
keadilan. Sebab. dia menyatakan, jual beli jabatan membuat
persaingan mendapatkan kursi jabatan menjadi tidak adil.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane
mengatakan, penyuapan untuk mendapatkan jabatan bisa membunuh
harapan perwira-perwira cercias berpotensi yang ada di
kepolisian. “Mereka akan berpikir bahwa yang dekat dengan
pejabatlah yang kariernya maju, bukan yang pintar dan
beprestasi,” ujar dia.
Dia menambahkan, isu adanya makelar jabatan di Polri
sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Karena itu, ini merupakan
momen yang tepat untuk pemberantasan praktik serupa di
kepolisian.
Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika mengatakan,
penyuapan untuk mendapatkan jabatan tidak bisa diterima di
negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia.
Menurut dia, ini menunjukkan persaingan tidak sehat sudah
menjalar di Korps Bhayangkara.
Tradisi lobi-lobi demi mendapatkan promosi jabatan menurutnya
tak pantas diperagakan di institusi antikriminal seperti
Polri. Dia pun meminta Kapolri menindak tegas semua pihak
yang terlibat atas aksi yang akan dilakukan oleh ES dan
JAP ini. “Harus segera diberantas agar membuat Polri sehat
dan lebih baik dalam hal SDM ke depannya.” kata dia.
Penyidik Polri menangkap dua perwira menengah ini pada Jumat
(2 1/6) malam. Saat itu, kedua pejabat berinisial ES dengan
pangkat AKBP datang bersama dengan rekannya, Kompol JAP ES
diketahui sebagai anggota dari Polda Jateng, sedangkan JAP
adalah perwh’a menengah di Biro SDM Polda Metro Jaya.
Keduanya datang membawa tas hitam ke Gedung Bareskrim Polri.
Karena mereka bukan anggota markas besar (Mabes), beberapa
penyidik Polri menanyakan perihal tas tersebut. Ketika tas
dibuka. terdapat uang mencapai Rp 200 juta.
Keduanya lantas dibawa ke lantai 4 gedung Bareskrim Polri
untuk diinterogasi. Keduanya masih berkelit pada pemeriksaan
yang berlangsung hingga Ahad (23/6). Namun, penyidik menduga
ES berniat menyuap petinggi Polri dengan JAP sebagai
perantara. “ini yang sedang kami selidiki lebih lanjut,
karena mau apa bawa uang ratusan juta ke dalam gedung
Bareskrim? Kami akan transparan usut kasus ini,” kata Kepala
Divisi Hubungan Masyarakat. Polri Brigjen Ronny F Sompie. I
ed: ratna puspita
Sumber : republika/tangsel pos
dalam pengusutan dugaan upaya penyuapan untuk mendapatkan
jabatan yang dilakukan dua anggota.nya. Sebab, munculnya
kasus ini telah mencoreng citra kepolisian.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah
Abdurahman mengatakan, kasus ini memunculkan anggapan praktik
pemberian uang demi mendapatkan jabatan sudah membudaya di
Polri. Karena itu, pengungkapan kasus ini harus tuntas dan
menyeluruh. “Agar semua terbongkar. Jika benar, ini merusak
reputasi Polri,” ujar dia, Selasa (25/6).
Hamidah menyatakan, upaya penyuapan untuk mendapatkan promosi
jabatan yang diduga dilakukan dua anggota polisi, AKBP ES dan
Kompol JAP, sudah mencederai
keadilan. Sebab. dia menyatakan, jual beli jabatan membuat
persaingan mendapatkan kursi jabatan menjadi tidak adil.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane
mengatakan, penyuapan untuk mendapatkan jabatan bisa membunuh
harapan perwira-perwira cercias berpotensi yang ada di
kepolisian. “Mereka akan berpikir bahwa yang dekat dengan
pejabatlah yang kariernya maju, bukan yang pintar dan
beprestasi,” ujar dia.
Dia menambahkan, isu adanya makelar jabatan di Polri
sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Karena itu, ini merupakan
momen yang tepat untuk pemberantasan praktik serupa di
kepolisian.
Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika mengatakan,
penyuapan untuk mendapatkan jabatan tidak bisa diterima di
negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia.
Menurut dia, ini menunjukkan persaingan tidak sehat sudah
menjalar di Korps Bhayangkara.
Tradisi lobi-lobi demi mendapatkan promosi jabatan menurutnya
tak pantas diperagakan di institusi antikriminal seperti
Polri. Dia pun meminta Kapolri menindak tegas semua pihak
yang terlibat atas aksi yang akan dilakukan oleh ES dan
JAP ini. “Harus segera diberantas agar membuat Polri sehat
dan lebih baik dalam hal SDM ke depannya.” kata dia.
Penyidik Polri menangkap dua perwira menengah ini pada Jumat
(2 1/6) malam. Saat itu, kedua pejabat berinisial ES dengan
pangkat AKBP datang bersama dengan rekannya, Kompol JAP ES
diketahui sebagai anggota dari Polda Jateng, sedangkan JAP
adalah perwh’a menengah di Biro SDM Polda Metro Jaya.
Keduanya datang membawa tas hitam ke Gedung Bareskrim Polri.
Karena mereka bukan anggota markas besar (Mabes), beberapa
penyidik Polri menanyakan perihal tas tersebut. Ketika tas
dibuka. terdapat uang mencapai Rp 200 juta.
Keduanya lantas dibawa ke lantai 4 gedung Bareskrim Polri
untuk diinterogasi. Keduanya masih berkelit pada pemeriksaan
yang berlangsung hingga Ahad (23/6). Namun, penyidik menduga
ES berniat menyuap petinggi Polri dengan JAP sebagai
perantara. “ini yang sedang kami selidiki lebih lanjut,
karena mau apa bawa uang ratusan juta ke dalam gedung
Bareskrim? Kami akan transparan usut kasus ini,” kata Kepala
Divisi Hubungan Masyarakat. Polri Brigjen Ronny F Sompie. I
ed: ratna puspita
Sumber : republika/tangsel pos