Beliau adalah Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M.Hum atau yang lebih dikenal dengan nama Eddy Hiariej lahir di Ambon, Maluku, 10 April 1973 adalah seorang guru besar dalam Ilmu Hukum Pidana di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Profesinya sebagai dosen dimulainya dari bawah. Setelah lulus jenjang sarjana pada 1998, dia kemudian mendaftar menjadi dosen di usia muda. Pada 2002, pria yang sering mengenakan kacamata di atas kepala tersebut diangkat sebagai asisten wakil rektor. Profesi itu ia lakoni diluar kesibukannya sebagai mahasiswa S2 Hukum UGM. Eddy menjabat sebagai asisten wakil rektor sampai jenjang doktoral.Namun demikian, perjalalan Edy tidaklah selalu mulus. Pada 1992, begitu lulus SMA, Eddy tak langsung lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) mengambil jurusan Fakultas Hukum idamannya. Bahkan ia pernah merasa terpuruk karena kegagalan itu. Tetapi ia tidak menyerah, tahun berikutnya berkat usaha keras dan persiapan yang matang akhirnya ia diterima di Fakultas Hukum UGM.
Selama kariernya, Eddy sudah 10 tahun lebih mondar-mandir di pengadilan untuk berbicara dengan para ahli hukum. Gelar professor yang ia dapatkan di usia muda merupakan suatu pencapaian program doctoral.
Dedikasi Eddy terhadap hukum pidana, terutama terkait korupsi begitu besar. Pada 2011 lalu, Eddy mundur dari jabatan strategis di Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM karena menjadi ahli tersangka kasus korupsi. Sebagai ahli hukum pidana, Eddy berpendapat bahwa hukum pidana adalah tiang negara. Sehingga begitu penting untuk ditegakkan dan dilaksanakan sebaik mungkin.
tapi ada yang nyangka gak sih, kalo trnyata prof Eddy pernah gak lulus masuk FH UGM? Siapa yang nyangka, seorang yang kini menjadi ahli hukum dan lulusan Universitas Gadjah Mada ternyata dulu pernah gagal masuk Fakultas Hukum setelah lulus SMA pada 1992, karena tidak lolos pada ujian perguruan tinggi negeri (UMPTN) saat itu.
nama proff Eddy semakin dikenal ketika muncul menjadi saksi ahli bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi dalam Pilpres 2019.Selain itu, dia juga kerap menjadi saksi kasus penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada tahun 2017.[6] Dalam perjalanan kariernya mantan Wakil Rektor ini juga sudah menerbitkan sejumlah buku. Di antaranya Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana (2009), Teori dan hukum Pembuktian (2012), Prinsip-prinsip Hukum Pidana (2016), Pengantar Hukum Pidana Internasional (2009), Hukum Acara Pidana (2015), Pengadilan Atas beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM (2010) dan sebagainya.
terlepas dari itu semua, trnyata proff Eddy punya kontroversi, yang telah dibenarkan & diterapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Surat perintah penyidikan (sprindik) dengan tersangka terhadap Eddy Hiariej itu telah ditandatangani pimpinan KPK dua pekan yang lalu, sebelum tanggal 9 November 2023.
Proff Eddy mengundurkan diri dari jabatan sebagai wakil dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia setelah dijadikan tersangka gratifikasi sebesar 7 miliar rupiah.
sumber: beberapa website & buku, Proff Eddy
Profesinya sebagai dosen dimulainya dari bawah. Setelah lulus jenjang sarjana pada 1998, dia kemudian mendaftar menjadi dosen di usia muda. Pada 2002, pria yang sering mengenakan kacamata di atas kepala tersebut diangkat sebagai asisten wakil rektor. Profesi itu ia lakoni diluar kesibukannya sebagai mahasiswa S2 Hukum UGM. Eddy menjabat sebagai asisten wakil rektor sampai jenjang doktoral.Namun demikian, perjalalan Edy tidaklah selalu mulus. Pada 1992, begitu lulus SMA, Eddy tak langsung lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) mengambil jurusan Fakultas Hukum idamannya. Bahkan ia pernah merasa terpuruk karena kegagalan itu. Tetapi ia tidak menyerah, tahun berikutnya berkat usaha keras dan persiapan yang matang akhirnya ia diterima di Fakultas Hukum UGM.
Selama kariernya, Eddy sudah 10 tahun lebih mondar-mandir di pengadilan untuk berbicara dengan para ahli hukum. Gelar professor yang ia dapatkan di usia muda merupakan suatu pencapaian program doctoral.
Dedikasi Eddy terhadap hukum pidana, terutama terkait korupsi begitu besar. Pada 2011 lalu, Eddy mundur dari jabatan strategis di Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM karena menjadi ahli tersangka kasus korupsi. Sebagai ahli hukum pidana, Eddy berpendapat bahwa hukum pidana adalah tiang negara. Sehingga begitu penting untuk ditegakkan dan dilaksanakan sebaik mungkin.
tapi ada yang nyangka gak sih, kalo trnyata prof Eddy pernah gak lulus masuk FH UGM? Siapa yang nyangka, seorang yang kini menjadi ahli hukum dan lulusan Universitas Gadjah Mada ternyata dulu pernah gagal masuk Fakultas Hukum setelah lulus SMA pada 1992, karena tidak lolos pada ujian perguruan tinggi negeri (UMPTN) saat itu.
nama proff Eddy semakin dikenal ketika muncul menjadi saksi ahli bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi dalam Pilpres 2019.Selain itu, dia juga kerap menjadi saksi kasus penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada tahun 2017.[6] Dalam perjalanan kariernya mantan Wakil Rektor ini juga sudah menerbitkan sejumlah buku. Di antaranya Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana (2009), Teori dan hukum Pembuktian (2012), Prinsip-prinsip Hukum Pidana (2016), Pengantar Hukum Pidana Internasional (2009), Hukum Acara Pidana (2015), Pengadilan Atas beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM (2010) dan sebagainya.
terlepas dari itu semua, trnyata proff Eddy punya kontroversi, yang telah dibenarkan & diterapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Surat perintah penyidikan (sprindik) dengan tersangka terhadap Eddy Hiariej itu telah ditandatangani pimpinan KPK dua pekan yang lalu, sebelum tanggal 9 November 2023.
Proff Eddy mengundurkan diri dari jabatan sebagai wakil dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia setelah dijadikan tersangka gratifikasi sebesar 7 miliar rupiah.
sumber: beberapa website & buku, Proff Eddy