Samiddhi-jataka

singthung

New member
SAMIDDHI-JATAKA



Kisah ini diceritakan oleh Sang Bhagava ketika ia sedang berdiam di Taman Tapoda dekat Rajagaha, mengenai Bhikkhu Samiddhi, atau Nasib Baik. Pada suatu ketika, Bhikkhu Samiddhi bergulat dalam batin sepanjang malam. Kala fajar, setelah ia mandi, ia berdiri mengenakan pakaian dalamnya dan memegang pakaian lainnya di tangannya, sambil mengeringkan tubuhnya yang kuning keemasan. Ia tampak bagaikan patung emas yang dibuat dengan sempurna, sangat elok dan karena itulah ia disebut Nasib-Baik.

Salah seorang putri dewa, melihat keelokan Sang Bhikkhu, jatuh cinta padanya dan menyapanya. "Anda muda, Saudara, dan segar, masih remaja, dengan rambut hitam, selamat ! Anda memiliki kemudaan, Anda tampan dan enak dilihat. Mengapa orang seperti Anda menjadi menjadi religius tanpa merasakan sedikit kenikmatan ? Nikmatilah kesenangan lebih dulu, baru kemudian menjadi religius dan berbuat seperti para pertapa !" Jawabnya, "Peri, suatu saat nanti saya pasti mati, dan saya tidak tahu kapan saya mati. Hal itu disembunyikan dari padaku. Maka dalam kesegaran masa mudaku saya akan menjalani hidup menyendiri dan melenyapkan penderitaan." Mengetahui ia tidak mendapat angin, sang dewi menghilang seketika. Sang Tetua pergi dan menceritakan hal tersebut kepada Sang Bhagava. Kemudian Sang Bhagava berkata,"Tidak hanya sekarang, Nasib-Baik, Engkau digoda oleh peri, Di masa lalu, seperti juga sekarang, para peri menggoda para petapa." Dan atas permintaannya Sang Bhagava menceritakan kisah di dunia lampau.

Pada suatu ketika, ketika Brahmadatta menjadi raja di Benares, Sang Bodhisattva menjelma sebagai putra seorang brahmin di sebuah desa bernama Kasi. Tahun demi tahun, ia mencapai kesempurnaan dalam seluruh pelajarannya dan menjalani hidup religius. Ia tinggal di Himalaya, menjalani hidup dengan keras di pinggir sebuah danau alamiah, melatih indra dan pencapaian. Sepanjang malam ia bergulat dalam batin dan saat fajar ia mandi, dengan mengenakan sepotong pakaian yang terbuat dari kulit pohon dan memegang potongan lain dalam tangannya, ia berdiri, membiarkan air mengering dari badannya. Saat itu seorang putri dewa memperhatikan ketampanannya yang sempurna, dan jatuh cinta padanya. Untuk menggodanya, ia melantunkan sajak pertama ini :

"Saudara petapa, tahukah Engkau

Kenikmatan yang dapat diperlihatkan dunia ?

Sekarang saatnya -- tak ada lagi waktu yang lain :

Kenikmatan dulu, baru -- menjadi pertapa !"

Sang Bodhisatta mendengarkan sapaan sang peri, dan menjawab mengemukakan tekadnya, dengan melantunkan sajak kedua :

"Waktu tersembunyi -- aku tak bisa tahu

Kapan saatnya aku harus pergi:

Maka aku sekarang menjadi seorang pertapa

Ketika sang peri mendengar perkataan Sang Bodhisattva, ia menghilang seketika. Setelah uraian ini Sang Bhagava mengindentifikasi kelahiran tersebut : "Sang peri sama di kedua cerita, dan sang pertapa pada saat itu adalah saya sendiri."

 
Back
Top