Kata orang bijak
"JANGAN MELUPAKAN SEJARAH"
Sayangnya generasi muda sekarang tidak acuh tentang sejarah, apalagi tentang Babad.
Siapa penggemar Babad, boleh kumpul disini. Misalnya hubungan Sriwijaya - Majapahit yang dibantah oleh seorang sarjana modern
Kata orang bijak
"JANGAN MELUPAKAN SEJARAH"
Sayangnya generasi muda sekarang tidak acuh tentang sejarah, apalagi tentang Babad.
Siapa penggemar Babad, boleh kumpul disini. Misalnya hubungan Sriwijaya - Majapahit yang dibantah oleh seorang sarjana modern
Maksudnya hubungan Sriwijaya dgn Majapahit yang gimana mas ? Kan masing-masing di jaman yang berbeda. Kerajaan Sriwijaya di abad ke VII hingga XII masehi sedangkan kerajaan Majapahit di abad XIII sampai XV masehi.
Kitab Nagarakretagama (ditulis oleh Prapanca pada masa Hayamwuruk tahun 1365) tidak menyebut nama Sriwijaya, namun hanya menyebut nama Palembang dan kerajaan Dharmasraya sebagai kerajaan di Sumatera. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kerajaan Sriwijaya saat itu sudah tidak dikenal lagi.
ada yang tahu makam gajahmada?? setelah berhasil menyatukan nusantara dia meletakkan jabatan dan meninggalkan majapahit??bener ngga bendera majapahit merah-putih-hitam??
Asal tahu saja
Kebanyakan orang Bali adalah keturunan Jawa (Timur?)
pakek teori apa dulu nih. . .hehehe. . .banyak teori kalo asal usul Indonesia itu. . .
Soal negarakertagama ini saya punya tafsiran dan terjemahannya yang saya ambil dari buku : Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, karangan Prof. Dr. Slamet Mulyana. Akan saya posting secara berkala, karena isinya lumayan banyak...
Pupuh I
1.
Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki Pelindung jagat Siwa-Buda Janma-Batara sentiasa tenang tenggelam dalam Samadi Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja dunia Dewa-Batara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah.
2.
Merata serta meresapi segala makhluk, nirguna bagi kaum Wisnawa Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, hartawan bagai Jambala Wagindra dalam segala ilmu, dewa Asmara di dalam cinta berahi Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin damai dunia.
3.
Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah raja, kepada Sri Nata Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang tampuk negara Bagai titisan Dewa-Batara beliau menyapu duka rakyat semua Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh nusantara.
4.
Tahun Saka masa memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guruh halilintar menyambar-nyambar Gunung Kampud gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari Negara.
5.
Itulah tanda bahwa Batara Girinata menjelma bagai raja besar Terbukti, selama bertakhta, seluruh tanah Jawa tunduk menadah p’rintah Wipra, satria, waisya, sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata.
Pupuh II
1.
Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda Seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya Selaku wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Buda
Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budaloka.
2.
Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung Kembali gembira bersembah bakti semenjak Baginda mendaki takhta Girang ibunda Tribuwana Wijayatunggadewi mengemban takhta Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera.
Pupuh III
1.
Beliau bersembah bakti kepada ibunda Sri Rajapatni Setia mengikuti ajaran Buda, menyekar yang telah mangkat Ayahanda Baginda raja yalah Sri Kertawardana raja Keduanya teguh beriman Buda demi perdamaian praja.
2.
Ayahnya Sri Baginda raja bersemayam di Singasari Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan negara Mahir mengemudikan perdata, bijak dalam segala kerja.
Pupuh IV
1.
Puteri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan Bertakhta di Daha, cantik tak bertara, bersandar nam guna Adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar.
2.
Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker Rupawan bagai titisan Upendra, mashur bagai sarjana Setara raja Singasari, sama teguh di dalam agama Sangat mashurlah nama beliau di seluruh tanah Jawa.
Pupuh V
1.
Adinda Baginda raja di Wilwatikta: Puteri jelita, bersemayam di Lasem Puteri jelita Daha, cantik ternama Indudewi puteri Wijayarajasa.
2.
Dan lagi puteri bungsu Kertawardana Bertakhta di Pajang, cantik tidak bertara Puteri Sri Narapati Jiwana yang mashur Terkenal sebagai adinda Sri Baginda.
Pupuh VI
1.
Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala.
2.
Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira Bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang Mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan Dewi Ida Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.
3.
Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra.
4.
Puteri bungsu rani Pajang mem’rintah daerah Pawanuhan Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana gambar Para raja pulau Jawa masing-masing mempunyai negara Dan Wilwatikta tempat mereka bersama menghamba Sri Nata.
Pupuh VII
1.
Melambung kidung merdu pujian sang prabu, beliau membunuh musuh-musuh, Bagai matahari menghembus kabut, menghimpun negara di dalam kuasa Girang janma utama bagai bunga tunjung, musnah durjana bagai kumuda Dari semua desa di wilayah negara pajak mengalir bagai air.
2.
Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi Menghukum penjahat bagai dewa Yana, menimbun harta bagaikan Waruna Para telik masuk menembus segala tempat laksana Hyang Batara Bayu Menjaga pura sebagai dewi Pretiwi, rupanya bagus seperti bulan.
3.
Seolah-olah Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura Semua para puteri dan isteri sibiran dahi Sri Ratih Namun sang permaisuri, keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik Paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi imbangan Baginda.
4.
Berputeralah beliau puteri mahkota Kusumawardani, sangat cantik Sangat rupawan jelita mata, lengkung lampai, bersemayam di Kabalan Sang menantu Sri Wikramawardana memegang perdata seluruh negara Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang.
Pupuh VIII
1.
Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah tempat tunggu para tanda terus-menerus meronda, jaga paseban.
2.
Di sebelah utara bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir Di sebelah timur: panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat, Di bagian utara, di selatan pekan, rumah berjejal jauh memanjang, sangat indah, Di selatan jalan perempat: balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
3.
Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah, menghadap padang watangan Yang meluas ke empat arah; bagaian utara paseban pujangga dan menteri. Bagian timur paseban pendeta Siwa-Buda, yang bertugas membahas upacara. Pada masa grehana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia.
4.
Di sebelah timur pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil siwa Di sebelah tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat, menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat; di utara tempat Buda bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir; berhamburan bunga waktu raja turun Berkorban.
5.
Di dalam, sebelah selatan Manguntur tersekat pintu, itulah paseban Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, disela tanjung berbunga Lebat. Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira Tepat di tengah-tengah halaman bertegak mandapa penuh burung ramai Berkicau.
6.
Di dalam, di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua.
Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar Tutur.
Pupuh IX
1.
Inilah para penghadap: pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang Nyu Gading Janggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama Waisangka kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang Jayagung Dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan, dan banyak lagi.
2.
Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak berbatas Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua, Di sebelah utara pintu istana, di selatan satria dan pujangga.
3.
Di bagian barat: beberapa balai memanjang sampai mercudesa, Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga, Di bagian selatan agak jauh: beberapa ruang, mandapa dan balai, Tempat tinggal abdi Sri narapati Paguhan, bertugas menghadap.
4.
Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri, Rata dan luas, dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias, Di sebelah timur menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan, Itulah balai tempat terima tatamu Sri nata di Wilwatikta.
Pupuh X
1.
Inilah pembesar yang sering menghadap di balai witana, Wredamentri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring, Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanuruhan, rangga, Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana.
2.
Semua patih, demung negara bawahan dan pengalasan, Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh, Jika datang, berkumpul di kepatihan seluruh negara, Lima menteri utama, yang mengawal urusan negara.
3.
Satria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap, Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi witana, Begitu juga dua dharmadhyaksa dan tujuh pembantunya, Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan.
Bersambung....
-dipi-
Matur nuwun Profmads.
Lanjut...
Pupuh XI
1. Itulah penghadap balai witana, tempat takhta, yang terhias serba bergas, Pantangan masuk ke dalam istana timur, agak jauh dari pintu pertama, Ke Istana Selatan, tempat Singawardana, permaisuri, putra dan putrinya, Ke Istana Utara, tempat Kertawardana. Ketiganya bagai kahyangan.
2. Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni, Kakinya dari batu merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan, Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang, menarik Perhatian, Bunga tanjung, kesara, campaka dan lain-lainnya terpencar di halaman.
Pupuh XII
1. Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja, Selatan Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka Barat tempat arya, menteri dan sanak-kadang adiraja.
2. Di timur, tersekat lapangan, menjulang istana ajaib, Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci, Berdekatan dengan istana raja Matahun dan rani Lasem, Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta.
3. Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi, Di situ menetap patih Daha, adinda Baginda di wengker, Batara Narapati, termashur sebagai tulang punggung praja, Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan bijak.
4. Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada, Menteri wira, bijaksana, setia bakti kepada Negara, Fasih bicara, teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur, Tangan kanan maharaja sebagai, penggerak roda Negara.
5. Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus, Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda, Terlangkahi rumah para menteri, para arya dan satria, Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya pura.
6. Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang, Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama, Negara-negara di nusantara, dengan Daha bagai pemuka, Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika.
Pupuh XIII
1. Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M’layu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
2. Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus Itulah terutama negara-negara Melayu yang t’lah tunduk, Negara-negara di pulau Tanjungnegara: Kapuas-Katingan Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.
Pupuh XIV
1. Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
2. Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
3. Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah, Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk, Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
5. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda , Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Pupuh XV
1. Inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan, Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari, Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari, Campa, Kamboja dan Yawana yalah negara sahabat.
2. Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing, Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.
3. Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda, Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti, Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan, Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti.
Pupuh XVI
1. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara, Dilarang mengabaikan urusan negara, mengejar untung, Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga, Menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat.
2. Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata, Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata, Dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa, Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda.
3. Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, Bali, Boleh dijelajah tanpa ada yang dikecualikan, Bahkan menurut kabaran mahamuni Empu Barada, Serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh.
4. Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja, Dikirim ke timur ke barat, di mana mereka sempat, Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata, Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar.
5. Semua negara yang tunduk setia menganut perintah, Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa, Tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan, Pimpinan angkatan laut, yang telah mashur lagi berjasa.
Pupuh XVII
1. Telah tegak teguh kuasa Sri Nata di Jawa dan wilayah nusantara, Di Sripalatikta tempat beliau bersemayam, menggerakkan roda dunia, Tersebar luas nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega, Wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi mashur.
2. Sungguh besar kuasa dan jasa beliau, raja agung dan raja utama, Lepas dari segala duka, mengeyam hidup penuh segala kenikmatan, Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri, Berkumpul di istana bersama yang terampas dari negara tetangga.
3. Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kuasa Baginda, Ribuan orang berkunjung laksana bilangan tentara yang mengepung pura, Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan makanan, Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas tak berbahaya.
4. Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling, Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura, Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan, Girang melancong mengunjungi Wewe Pikatan setempat dengan candi Lima.
5. Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati, Biasanya terus menuju Blitar, Jimur mengunjungi gunung-gunung permai, Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin, Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun.
6. Tahun Aksatisurya (1275) sang prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring, Tahun Saka angga-naga-aryama (1276) ke Lasem, melintasi pantai samudra, Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279) ke laut selatan menembus hutan, Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu dan Sideman.
7. Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) di Badrapada bulan tambah, Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang, Naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi, Menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
8. Juga yang menyamar Prapanca girang turut mengiring paduka Maharaja, Tak tersangkal girang sang kawi, putera pujangga, juga pencinta kakawin, Dipilih Sri Baginda sebagai pembesar kebudaan mengganti sang ayah, Semua pendeta Buda umerak membicarakan tingkah lakunya dulu.
9. Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, berkata, berdamping, tak lain, Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut beliau ke mana juga, Namun belum mampu menikmati alam, membinanya, mengolah dan menggubah, Karya kakawin; begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut.
10. Mula-mula melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk-rebah, Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Daluwang, Bebala di dekat Kanci, Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkaja memanjang bersambung-sambungan, Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi Jalan.
11. Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di Kapulungan, Selanjutnya sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai, Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya, Tetapi masih tetap dalam tangan lain, rindu termenung-menung menunggu.
Pupuh XVIII
1. Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak, Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impit, Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki, Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda.
2. Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya, Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap ment’ri lain lambangnya, Rakrian sang menteri patih amangkubumi penatang kerajaan, Keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda.
3. Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari, Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih, Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma mas mengkilat, Kereta Sri Nata Jiwana berhias bergas menarik perhatian.
4. Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja, Beratap kain geringsing, berhias lukisan mas, bersinar merah indah, Semua pegawai, parameswari raja dan juga rani Sri Sudewi, Ringkasnya para wanita berkereta merah, berjalan paling muka.
5. Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam paling belakang, Jempana-jempana lainnya bercadar beledu, meluap gemerlap, Rapat rampak prajurit pengiring Janggala Kediri, Panglarang, Sedah, Bhayangkari gem’ruduk berbondong-bondong naik gajah dan kuda.
6. Pagi-pagi telah tiba di Pancuran Mungkur; Sri Nata ingin rehat, Sang rakawi menyidat jalan, menuju Sawungan mengunjungi akrab, Larut matahari berangkat lagi tepat waktu Sri Baginda lalu, Ke arah timur menuju Watu Kiken, lalu berhenti di Matanjung.
7. Dukuh sepi kebudaan dekat tepi jalan, pohonnya jarang-jarang, Berbeda-beda namanya Gelanggang, Badung, tidak jauh dari Barungbung, Tak terlupakan Ermanik, dukuh teguh-taat kepada Yanatraya, Puas sang dharmadhyaksa mencicipi aneka jamuan makan dan minum.
8. Sampai di Kulur, Batang di Gangan Asem perjalanan Sri Baginda Nata, Hari mulai teduh, surya terbenam, telah gelap pukul tujuh malam, Baginda memberi perintah memasang tenda di tengah-tengah sawah, Sudah siap habis makan, cepat-cepat mulai membagi-bagi tempat.
Pupuh XIX
1. Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam, Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, menuju Lampes,Times, Serta biara pendeta di Pogara mengikut jalan pasir lemah-lembut, Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari.
2. Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah, Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur rapi, Di situlah Baginda menempati pasanggrahan yang terhias sangat bergas, Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi-bakti.
Pupuh XX
1. Sampai di desa kasogatan Baginda dijamu makan minum, Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar, We Petang, Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap.
2. Begitu pula desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul, Termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan, Itulah empat belas desa kasogatan yang berakuwu, Sejak dahulu delapan saja yang menghasilkan bahan makanan.
bersambung..
-dipi-
Pupuh XXXI
1. Keta t’lah ditinggalkan. Jumlah pengiring malah bertambah, Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora, Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gebang, Krebilan, Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar.
2. Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan, Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja, Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat, “Memegat sigi” nama upacara penyekaran itu.
3. Upacara berlangsung menepati segenap aturan, Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama, Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban, Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak.
4. Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan, Mengunjungi desa-desa di sekitarnya genap lengkap, Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan, Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja.
5. Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan, Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam, Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala, Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.
6. Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela, Tidak diuraikan betapa rahap Baginda Nata bersantap, Paginya berangkat lagi ke Halses, B’rurang, Patunjungan, Terus langsung melintasi Patentanan, tarub dan Lesan.
Pupuh XXXII
1. Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam pat hari, Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda, Dipimpin Arya Sujanottama para mantri dan pendeta datang menghadap, Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang.
2. Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara, Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh, Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara, Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu.
3. Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap, Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka, Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta, Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar.
4. Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat, Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cita, Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama, Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samara-samar, menggirangkan.
5. Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi, Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan, Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya, Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu-rindu pandangan.
6. Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib, Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib, Semua para pertapa, wanita dan priya, tua-muda, nampaknya bijak, Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia.
Pupuh XXXIII
1. Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu, Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap-resap, Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan, Baginda membalas harta, membuat mereka gembira.
2. Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan, Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan, Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan, Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang.
3. Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat, Pandang sayang yang ditingggal mengikuti langkah yang pergi, Bahkan yang masih remaja puteri sengaja merenung, Batinnya: dewa asmara turun untuk datang menggoda.
Pupuh XXXIV
1. Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung, Bambu menutup mata sedih melepas selubung, Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit, Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya.
2. Kereta lari cepat, karena jalan menurun, Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan, Segera sampai Arya, menginap satu malam, Paginya ke utara menuju desa Ganding.
3. Para ment’ri mancanegara dikepalai, Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda, Membawa santapan sedap dengan upacara, Gembira dibalas Baginda dengan mas dan kain.
4. Agak lama berhenti seraya istirahat, Mengunjungi para penduduk segenap desa, Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat.
Pupuh XXXV
1. Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan, Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang, Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan, Segera Baginda menuju kota Singasari bermalam di balai kota.
2. Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan ingin terus melancong, Menuju asrama Indarbaru yang letaknya di daerah desa Hujung, Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama, Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca.
3. Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara, Begitu pula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung, Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura, Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru.
4. Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama, Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari, Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan, Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng.
Pupuh XXXVI
1. Pada subakala Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan, Akan berbakti kepada makam batara bersama segala pengiringnya, Harta, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan, Didahului kibaran bendera, disambut sorak-sorai dari penonton.
2. Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat, Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau, Tidak diceritakan betapa rahap Baginda bersantap sehingga puas, Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah.
Pupuh XXXVII
1. Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara, Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar, Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya, Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib.
2. Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah, Seperti gunung Meru, dengan arca batara Siwa di dalamnya, Karena Girinata putera disembah bagai dewa batara, Datu-leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia.
3. Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi terbengkalai, Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan, Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tingggal yang timur, Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah.
4. Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata, Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman, Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya, Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut.
5. Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat, Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung, Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu, Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya.
6. Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkan, Kecuali Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk, Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad,
Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara.
7. Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke candi Kidal, Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago, Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan, Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng.
Pupuh XXXVIII
1. Keindahan Bureng: telaga tergumpal airnya jernih, Kebiru-biruan, di tengah: candi karang bermekala, Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga, Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan.
2. Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati, Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi, Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang, Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang.
3. Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa, Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan, Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana, Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi.
4. Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan, Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur, Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur, Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru k’insafannya.
5. Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur: “Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?”
6. Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur, Para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap, Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan, Ceriterakan sejarahnya jadi put’ra Girinata.
Pupuh XXXIX
1. Paduka Empuku menjawab: “Rakawi, Maksud paduka sungguh merayu hati, Sungguh paduka pujangga lepas budi, Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup.
2. Izinkan saya akan segera mulai: Cita disucikan dengan air sendang tujuh, Terpuji Siwa! Terpuji Girinata! Semoga terhindar aral, waktu bertutur.
3. Semoga rakawi bersifat pengampun, Di antara kata mungkin terselib salah,
Harap percaya kepada orang tua, Kurang atau lebih janganlah dicela.
Pupuh XL
1. Pada tahun Saka lautan dasa bulan (1104) ada raja perwira yuda, Putera Girinata, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu, Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti, Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak.
2. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur, Di situlah tempat putera sang Girinata menunaikan darmanya, Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara, Ibu negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu.
3. Tahun Saka lautan dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri, Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa, Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil, Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh.
4. Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan, Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah, Bersatu Janggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti,
Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa.
5. Makin bertambah besar kuasa dan megah putera sang Girinata, Terjamin keselamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya, Tahun Saka muka lautan Rudra (1149) beliau kembali ke Siwa pada, Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda.
bersambung...
-dipi-