Megha
New member
Kata orang, "Sex sells!"
(artinya apapun yg berbau sex pasti laku dijual). Bener kagak? Bisa jadi 90% peng-klik posting inipun masuk bukan karena ingin belajar songwriting-nya, tapi karena ada kata-kata "Sex" di judulnya! hehehe
Tapi memang dalam penulisan lagu-lagu komersial, konsep sex sells memang nggak dianggap remeh, sehingga ekspresi seksual pun menjadi salah satu elemen jualan penting yang dimasukkan oleh produser (atau pencipta lagu) supaya lagu-lagunya laris di pasaran.
Sebagai strategi, sebenernya gak salah-salah acan, sih. Persoalan akan timbul bilamana kita tidak bisa mengukur seberapa banyak bumbu seks ini harus ditakar dalam karya cipta kita, sehingga bisa memisahkan lagu kita, antara masuk kategori seni atau kategori banal alias pornografi.
Emang secara general, persentuhan seni vs pornografi ya di situ. Seperti juga foto-foto artis sensual yang beralasan "untuk seni", kita juga akan punya ukuran 'rasa' untuk mengatakan mana yg seni dan mana yg pemuas syahwat, atau pengganggu mood. Karena ukurannya 'rasa' yg nggak punya standar (dan sangat tergantung pada kebudayaan setempat), maka hal ini menjadi subyek yg paling susah diperdebatkan.
Oke, kembali ke lagu. Apa saja unsur-unsur seksual yang dapat dimasukkan ke dalam lagu, dan bagaimana kita dapat memasukkannya?
Pertama-tama, wilayah dimana seks bermain dalam sebuah lagu. Tentunya karena lagu adalah sebuah seni auditif, maka porsi terbesar yang mungkin bisa memuat seks adalah dalam ranah IDEA, yang akan terwujud dalam lirik lagu. Kalau mau masukin ke dalam ranah Auditif, bisa-bisa aja sih, tapi jadinya agak mengarah ke porno (ada sih beberapa lagu yang memakai desahan a-la pelem BF, ato kalo elo lagi kreatif banget, masukin tuh suara kriyeeet-kriyeeet-jedug-jedug di lagu "Ranjang Asmara"!). Lain halnya kalau ide seks itu terkandung dalam lirik, karena di dalam lirik kita bisa melakukan penyamaran, asosiasi atau metafora yang bisa membuat pendengar 'berpikir ke arah sana' tanpa harus menyebutkan 'sana'-nya secara banal.
Penggunaan ide seks, dianjurkan untuk bersifat "Tasteful", alias berselera. Selera bisa tinggi, bisa rendah. Rasanya kita gak mau ambil yg selera rendah, ya gak?
Unsur-unsur yang bisa dimasukkan antara lain: tindakan/ aksi, kondisi seksual seperti orgasme, gairah, hornyness, attraction, sugesti feromone (bau-bauan), reaksi tubuh, sugesti suasana dll.
Ide seks yg berselera tinggi, umumnya tampil dalam bentuk sugestif, multi interpretatif. Bisa di artikan sebagai seksual, tapi bisa juga nggak. Misalnya seperti, "That's the way love goes", atau "How deep is your love". Atau biarpun kesannya nakal, tapi orang ngga bisa telak-telak menuduhnya sebagai seksual seperti "She was a honky-tonk woman"
Kadang, asosiasi atau metafora seks yang seharusnya berselera tinggi, diterapkan melalui 'style' yg gak tepat mengakibatkan imaji yg justru distasteful (menurunkan selera), seperti misalnya penempatan lirik "Ah, ah, ah, mandi madu". (konsep 'mandi madu', kalo kita mengasosiasikan dengan aktivitas seksual, sebenarnya terasa bertaste tinggi. Tapi kalo style yang digunakan punya konotasi lekat dengan kehidupan malam kelas bawah, suddenly bayangan 'mandi-madu'nya jadi terasa 'hueeeek' )
Tapi kalau kita memang ingin memasukkan unsur seks di dalam lagu, supaya tidak terkesan murahan, maka kita harus kuat dulu di idea dasarnya, yaitu idea yang lebih luhur mengenai cinta. Nantinya kalau kita memasukkan unsur seksual, unsur tersebut berdiri sebagai suatu kesatuan penunjang untuk menggambarkan sesuatu (cinta) yang luhur/ abadi/ mendalam/ suci dll. Dengan demikian, asosiasi pendengar tidak mengarah pada aspek jorok atau banalnya, melainkan aspek sisi taste seni yang tinggi.*multiplynya sirenciel