Sikap Dalam Menerima Dhamma

singthung

New member
Seseorang yang pikirannnya tidak ternoda oleh nafsu, terbebas dari kebencian, dapat mengatasi baik dan buruk, maka tidak ada lagi perasaan takut
(Dhammapada III:7)

Sikap Dalam Menerima Dhamma


Dharma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Buddha, berada sangat dekat, tidak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.

(Dhammanussati - perenungan terhadap Dhamma)

Kalau kita menyimak apa yang telah dinyatakan oleh Buddha tersebut akan timbul pertanyaan : mengapa kalau Dharma itu sangat dekat kita tidak dapat melihatnya, dan mengapa mereka yang mendengarkan Dharma tetap saja mengalami penderitaan ? Apakah Dhamma Sang Buddha tidak lengkap sehingga ada bagian penting yang terlupakan sehingga mereka yang mendengar Dhamma tidak mengetahuinya ? Atau Dharma Sang Buddha sudah tidak cocok lagi dengan kondisi jaman sekarang, jaman yang serba teknologi, abad modern, sehingga Dharma dianggap kuno dan yang sudah kuno ditinggalkan ? Masih banyak lagi pertanyaan yang dapat muncul ketika kita benar-benar tidak memahami Dharma.

Sang Buddha telah membabarkan Dharma kepada semua makhluk untuk menolong mereka agar terbebas dari penderitaan. Terbebasnya makhluk-makhluk dari penderitaan ini bukan bergantung dari Sang Buddha saja yang mengajarkan Dharma, tetapi juga sangat bergantung pada yang mendengarkan Dharma. Apakah mereka hanya mendengarkan saja atau dilanjutkan dengan mempraktekkan apa yang diajarkan Buddha ? Sang Buddha telah menaburkan benih-benih Dharma kepada semua makhluk tanpa membeda-bedakan. Namun karena masing-masing pendengarnya berbeda-beda kemampuannya, maka hasilnya juga berbeda-beda.

Ada suatu perumpamaan menarik tentang orang-orang yang menerima Dharma Buddha. dikisahkan pada suatu ketika ada seorang anak petani yang bermain-main dengan segenggam benih padi. Anak ini bermain disebuah jalan aspal yang membelah sebuah lahan pertanian yang subur milik ayahnya. Kemudian dilemparkannya semua benih padi dalam genggamannya ke udara. Maka berhamburanlah benih padi yang sudah siap tanam itu terbawa oleh tiupan angin. Ketika berhamburan itu benih padi jatuh ditempat yang berbeda. Ada sebagian biji padi jatuh di atas jalan keras yang aspal. Benih ini tentunya tidak akan tumbuh dan berbuah di atas jalan aspal yang keras. Kemudian benih ini dilindas mobil atau dimakan burung-burung. Benih ini tersia-siakan.

Ada sebagian lagi dari benih yang ditaburkan jatuh di atas bebatuan yang bercampur sedikit tanah di sepanjang tepi jalan aspal. Benih ini kemudian tumbuh karena ada sedikit tanah disana. Tetapi karena kondisi tanah yang sedikit dan bebatuan, maka akarnya tidak bisa menembus kerasnya batu sehingga kemudian tanaman padi ini tidak tumbuh dengan baik dan akhirnya mati sebelum besar. Sebagian lagi biji tersebut jatuh di sepanjang tepi jalan yang penuh dengan ilalang dan semak-semak. Karena tanah yang subur maka benih padi ini kemudian tumbuh dengan lebih baik, bahkan akarnya pun mampu menembus cukup kuat ke dalam tanah, maka tumbuhlah tanaman padi hingga dewasa. Tetapi tumbuhan ini kemudian tumbuh kurang baik, bahkan tidak mampu menghasilkan bulir padi karena kekurangan makanan sebab harus bersaing dengan ilalang dan semak belukar yang lebih banyak.

Meskipun tumbuh dan berkembang tetapi karena kurang makanan maka akhirnya tanaman padi inipun mati tanpa menghasilkan bulir padi. Sedangkan yang sebagian lagi tersebar di atas petak sawah yang siap tanam. Karena tanah yang subur maka benih padi ini tumbuh menjadi tanaman padi. Tumbuh sangat subur dan menghasilkan bulir padi yang cukup besar dan sehat. Karena semua nutrisi dalam tanah hanya dipakai untuk menumbuhkan tanaman padi. Jika kita menyimak kisah Segenggam benih padi tersebut kita akan mengetahui bahwa keempat bagian benih padi yang tersebar tersebut mewakili empat sikap/kondisi manusia dalam menganggapi Buddha Dharma yang telah mereka terima.

Perumpamaan pertama adalah orang yang sama sekali tidak meyakini akan kebenaran dan manfaat kebaikan yang diajarkan, ibarat jalan aspal yang keras. Dharma yang diajarkan kepada orang yang tidak yakin, tidak akan dapat dicerna orang tersebut. kondisi kedua, menggambarkan kondisi orang yang meskipun memiliki keyakinan terhadap Dharma tetapi belum mampu mempraktikannya. Ia seringkali mendengarkan Dharma, dan senang dengan keindahan Dharma dari apa yang diceritakan, tetapi ia tidak bisa melaksanakannya, ia akan mengatakan sulit sekali melaksanakan Dharma. Ia pun tidak dapat mendapatkan manfaat Dharma. Perumpamaan ketiga, adalah kondisi orang yang meyakini kebenaran Buddha Dharma tetapi kurang bijaksana, karena tertutup oleh sifat egoisme. Ia sangat kuat keyakinannya, ia mampu melaksanakan Dharma dalam kehidupan sehari-hari, ia dapat merasakan manfaatnya tetapi ia kurang bijaksana dalam menilai sebuah kebenaran sehingga memiliki pengertian yang salah dalam menerapkan Buddha Dharma. Karena ketidak hati-hatiannya dalam menerapkan Dharma maka pemikirannya masih mengandung keserakahan, kebencian dan kebodohan, karena pemikiran ini dominan maka Buddha Dharma yang murni seakan-akan tenggelam dalam kesombongan pikirannya sendiri. Maka ia tidak akan mendapat kebenaran lain yang lebih tinggi.

Sedangkan perumpanaan keempat adalah kondisi orang yang memiliki keyakinan dan kebijaksanaan dalam mendengar, mengerti, memahami dan melaksanakan Buddha Dharma. Karena pikirannya bersih dari pikiran-pikiran yang tidak benar maka Dharma yang hadir dalam hatinya dapat diterima dengan jelas dan benar. Ia memiliki kebijaksanaan yang didasari oleh pengertian benar. Sehingga Buddha Dharma dapat tumbuh subur dalam hatinya dan dapat memberikan manfaat yang besar dalam hidup sehari-hari.

Marilah kita berkaca pada diri kita sendiri, termasuk bagian yang manakah kita, yang pertama, kedua, ketiga, ataukah yang keempat ?
 
Back
Top