gusrus
New member

Sinetron merupakan salah satu menu favorit yang menyedot banyak perhatian penikmat tayangan televisi. Namun kalau kita amati lebih jauh tayangan sinetron televisi lebih banyak rapor merah ketimbang rapor biru.
Mengapa lebih banyak rapor merah. Dari sisi cerita, Sinetron kita defesit ide kreatif dalam tema cerita. Tema cerita sinetron hanya berkutat pada lubang perebutan harta, jabatan, kekasih. Dan yang lebih parah dalam sinetron orang jujur, miskin, pembantu rumah tangga memiliki takdir yang bersifat permanen yakni takdir untuk ditindas dan diekploitasi. Walaupun diakhir episod mereka menjadi orang yang “berbahagia dan keluar sebagai pemenang”.
Dalam tayangan sinetron bahwa untuk menjadi orang yang berhasil (kaya-sukses) tidak perlu bekerja keras atau menghargai sebuah proses. Cukup dengan memasang topeng menjadi orang baik kita bisa menjadi orang sukses. Namun kalau hal tersebut tidak berhasil, maka gunkan jurus lain yakni menyingkirkan, mengorbankan orang lain bahkan jikalau perlu sahabat serta keluarga sendiri harus disingkirkan jikalau mereka menghalangi serta menghambat niat kita untuk menjadi sukses. Singkat kata persetan dengan nurani, nilai-nilai kejujuran dan kemanusiaan. Karena nilai-nilai tersebut hanya menghambat sekaligus mempersulit
Lembaga pendidikan dalam Sinetron bukanlah lembaga untuk mendampat ilmu pengetahuan namun lembaga pendidikan adalah ajang untuk pamer kekayaan (kendaraan), ajang untuk merebut atau mendapatkan kekasih dengan berbagai cara hingga ajang untuk menunjukan eksistensi serta hegemoni kelompok (geng).
Dari sisi properti. Sinetron akan kehilangan aura tidak gaul jikalau tidak menghadirkan rumah serta kendaraan super mewah.
Itulah rapor merah sinetron kita. hal tersebut diperparah oleh sinetron yang berbau mistik serta hayalan. Masalah dalam hidup ini akan selesai jikalau kita mampu bersahabat dengan peri, menyelamatkan hewan yang mampu berbicara dengan kita. Kita pun akan bahagia dalam hidup apabila kita memiliki jimat plus ditambah kekuatan supra natural. Yang membuat ironi hati adalah orang jahat pun diundikan dengan cara mengirimkan komentar siapa tokoh yang paling jahat, jawaban yang bagus akan diberi hadiah. Belum lagi karakteristik manusia dalam seting kisah-kisah zaman kerajaan. Bahwa manusia pada era zaman kerjaan adalah manusia yang sangat sakti mampu terbang dengan mudah, mampu berpindah dari satu lokasi kelokasi lain hanya dengan memejamkan mata ditambah kesaktian bisa merubah wujud hanya dalam hitungan detik.
Itulah wajah sinetron kita jauh dari nilai-nilai inspiratif bahkan edukatif. Walau pun ada sinetron yang dalam pandangan penulis yang sangat inspiratif dan edukatif yakni Keluarga Cemara, Si Doel Anak Sekolahan, Para Pencari Tuhan. Sinetron tersebut jauh dari nuansa glamorisme, hedonisme, serta praktik saling tindas-menindas. Namun tayangan sinetron tersebut bisa dihitung dengan jari.
Para pelaku industri Sinetron seharusnya bisa belajar dari Sinetron yang penulis sebutkan. Sinetron tersebut dengan tidak menggunakan properti yang mewah, tema cerita yang keluar dari arus pasar ternyata bisa diterima hati masyarakat.
Catatan kaki yang bisa kita reflesikan adalah pelaku industri Sinteron kita miskin kreatifitas dan inovasi