Suatu Malam di Ciputat

Administrator

Administrator
Sore menjelang malam, temaram senja di Ciputat tidak membuat nafas kota berhenti. Geliat bisnis dibawah flyover Ciputat justru semakin semarak dan hangat.

1_09072010_004_.jpg

Senja di Ciputat, temaram lampu tak menghentikan geliat bisnis pedagang

Kendaraan angkutan kota belum juga menghentikan aktifitas mencari penumpang. Pada jam 9 sore adalah jam pulang karyawan dari DKI pulang ke Ciputat. Para sopir ankutan masih memburu rupiah dari kalangan karyawan tersebut.

Bersambung dari itu tukang ojek motor dan minuman hangat seperti kopi siap menyambut mereka, baik karyawan maupun sopir angkutan yang sekedar untuk ngopi atau merokok dapat beristirahat sejenak dibawah naungan flyover Jl. Ir. Juanda.

1_09072010_006_.jpg

Pot untuk penanaman pohon yang digunakan tidak sesuai fungsinya

Sebut saja ibu Wilda (44), ia mengaku dengan adanya flyover di Ciputat sangat menguntungkan pedagang kecil seperti beliau untuk berdagang kopi susu instant dan makanan ringan lainnya. Untuk dapat berjualan disitu tidak memerlukan modal yang besar. Bu Wilda hanya membawa peralatan seperti thermos panas dan gelas, barang dagangannya boleh mengambil dulu dari toko yang sudah kenal dan percaya kepada beliau. Untuk masalah tempat jualan atau warung cukup bernaung di bawah flyover. Tidak ada pungutan pajak atau retribusi yang membebani bagi beliau.

"Kalau berjualan dibawah flyover engga ada pungutan apa-apa. Kecuali yang di pinggiran Ciputat Plaza. Kalo disana ada pungutan retribusi 500 dari petugas yang menagih sampai beberapa kali. Sehari kita bisa mengeluarkan 5000 buat bayar petugas disana."Ujar Ibu Wilda yang pernah berjualan berpindah-pindah di Ciputat.

Alasan ibu Wilda berjualan di bawah flyover karena adanya informasi bahwa dipinggiran Ciputat Plaza akan ada penertiban oleh Satpol PP. Informasi tersebut didapat oleh bu Wilda dari info mulut ke mulut sesama pedagang.

"Ya disini juga cuman coba-coba aja, kalo dilarang sih kita juga tinggal pindah lagi aja," Kata bu Wilda saat menyadari lokasi berjualan yang ditempatinya juga merupakan daerah terlarang berjualan.

"Bagi ibu sih, yang penting pemerintah engga mempersulit orang kecil aja. Setiap orang juga pingin kebeli rumah. Tapi dengan berjualan seperti ini dan dibantu bapak ngesol sepatu, udah sukur buat mencukupi makan dan sekolah anak." Papar bu Wilda menyesali tindakan pemerintah yang masih sering menggusur rakyat jelata seperti beliau. Saat ini beliau masih tinggal mengontrak dengan biaya sewa Rp.550.000 per bulan.

1_09072010_012_.jpg

Ibu Wilda berharap pemerintah lebih memerhatikan hak rakyat jelata untuk dapat memiliki rumah, bukan ngontrak
 
Back
Top