bumnbersatu
New member
JAKARTA, TRIBUN - Perang survei kian membuat suhu politik menjelang pemilu meningkat. Setelah heboh melejitnya partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), lembaga riset lain pun pamer data tandingan.
Berdasarkan survei Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, kaum buruh tak lagi berniat memilih Presiden Yudhoyono pada Pemilu 2009. Dari sampel 5.123 responden buruh baik BUMN maupun swasta, hanya 17,2 persen yang setuju memilih kembali Yudhoyono. Sedangkan 80,6 persen di antaranya menyatakan memilih calon presiden lain, dan sisanya menyatakan abstain.
Ketua Presidium Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu FX Arief Poyuono saat konferensi pers mengenai Suara Kaum Buruh Menjelang Pemilu 2009 di Hotel Aston Atrium, Jakarta, Kamis (22/1) menyatakan, aksi populis SBY selama ini belum sepenuhnya menyentuh kalangan buruh.
“Dari survei itu jelas terlihat ternyata gencarnya aksi-aksi populis Yudhoyono, se perti menurunkan harga BBM hingga tiga kali, melakukan sidak, dan beriklan ternyata tak mendongkrak elektibilitasnya di mata pemilih,” kata Arief.
Meski citranya tak lagi populer di mata kaum buruh, berdasar data survei, tokoh yang paling sering diperbincangkan menjelang pemilu adalah presiden Yudhoyono yakni sebesar 34,9 persen, disusul Megawati Soekarnoputri 14,2 persen, dan Jusuf Kalla meraih 14,4 persen.
“Memang Yudhoyono paling banyak dibicarakan buruh, tetapi karena kebijakannya yang tak memihak pada buruh dan justru memojokkan nasib buruh,” ujarnya.
Beberapa kebijakan yang tak populis, menurut Arief, di antaranya revisi UU No 13/2003 tentang Tenaga Kerja, nilai upah yang ditetapkan tak sesuai dengan peningkatan kebutuhan hidup, dan tak ada jaminan kepastian kerja serta kesejahteraan buruh.
Selain itu, kebijakan SKB 5 Menteri soal hari Sabtu-Minggu menjadi hari kerja, SKB 4 Menteri soal antisipasi krisis global, politik upah murah, penangkapan dan pemecatan aktivis buruh, dan penggunaan dana Jamsostek yang tak proburuh. “Semua kebijakan itu tak berpihak pada buruh dan ini yang menurunkan citra Yudhoyono di mata buruh,” kata Arief.
Sementara itu, tokoh yang dinilai dapat memberikan perbaikan kehidupan buruh, menurut survei, adalah Megawati Soekarnoputri sebesar 30,7 persen, sedangkan Jusuf Kalla menduduki 19,6 persen dan Yudhoyono sendiri 12,7 persen, serta sisanya adalah tokoh lain.
“Padahal sebagian besar pemilih pada Pemilu 2009 itu adalah buruh. Saat ini suara buruh belum mengerucut di satu kandidat capres tertentu, karena memang suara kaum buruh belum menyatu. Kita akan upayakan pertemuan untuk memadukan suara,” jelasnya.
Survei ini dilakukan dengan metode wawancara atau pengisian kuisioner pada 8-20 Desember 2008 pada responden buruh BUMN atau swasta dari 33 provinsi di seluruh Indonesia. Responden dipilih dengan usia 18 tahun atau lebih yang memiliki hak pilih untuk Pemilu 2009. Teknik survei dengan diwawancara tatap muka. (kps)
Berdasarkan survei Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, kaum buruh tak lagi berniat memilih Presiden Yudhoyono pada Pemilu 2009. Dari sampel 5.123 responden buruh baik BUMN maupun swasta, hanya 17,2 persen yang setuju memilih kembali Yudhoyono. Sedangkan 80,6 persen di antaranya menyatakan memilih calon presiden lain, dan sisanya menyatakan abstain.
Ketua Presidium Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu FX Arief Poyuono saat konferensi pers mengenai Suara Kaum Buruh Menjelang Pemilu 2009 di Hotel Aston Atrium, Jakarta, Kamis (22/1) menyatakan, aksi populis SBY selama ini belum sepenuhnya menyentuh kalangan buruh.
“Dari survei itu jelas terlihat ternyata gencarnya aksi-aksi populis Yudhoyono, se perti menurunkan harga BBM hingga tiga kali, melakukan sidak, dan beriklan ternyata tak mendongkrak elektibilitasnya di mata pemilih,” kata Arief.
Meski citranya tak lagi populer di mata kaum buruh, berdasar data survei, tokoh yang paling sering diperbincangkan menjelang pemilu adalah presiden Yudhoyono yakni sebesar 34,9 persen, disusul Megawati Soekarnoputri 14,2 persen, dan Jusuf Kalla meraih 14,4 persen.
“Memang Yudhoyono paling banyak dibicarakan buruh, tetapi karena kebijakannya yang tak memihak pada buruh dan justru memojokkan nasib buruh,” ujarnya.
Beberapa kebijakan yang tak populis, menurut Arief, di antaranya revisi UU No 13/2003 tentang Tenaga Kerja, nilai upah yang ditetapkan tak sesuai dengan peningkatan kebutuhan hidup, dan tak ada jaminan kepastian kerja serta kesejahteraan buruh.
Selain itu, kebijakan SKB 5 Menteri soal hari Sabtu-Minggu menjadi hari kerja, SKB 4 Menteri soal antisipasi krisis global, politik upah murah, penangkapan dan pemecatan aktivis buruh, dan penggunaan dana Jamsostek yang tak proburuh. “Semua kebijakan itu tak berpihak pada buruh dan ini yang menurunkan citra Yudhoyono di mata buruh,” kata Arief.
Sementara itu, tokoh yang dinilai dapat memberikan perbaikan kehidupan buruh, menurut survei, adalah Megawati Soekarnoputri sebesar 30,7 persen, sedangkan Jusuf Kalla menduduki 19,6 persen dan Yudhoyono sendiri 12,7 persen, serta sisanya adalah tokoh lain.
“Padahal sebagian besar pemilih pada Pemilu 2009 itu adalah buruh. Saat ini suara buruh belum mengerucut di satu kandidat capres tertentu, karena memang suara kaum buruh belum menyatu. Kita akan upayakan pertemuan untuk memadukan suara,” jelasnya.
Survei ini dilakukan dengan metode wawancara atau pengisian kuisioner pada 8-20 Desember 2008 pada responden buruh BUMN atau swasta dari 33 provinsi di seluruh Indonesia. Responden dipilih dengan usia 18 tahun atau lebih yang memiliki hak pilih untuk Pemilu 2009. Teknik survei dengan diwawancara tatap muka. (kps)