TEKNOLOGI AMRIK Skala Dusun

Dewa

New member
sejarah telah mencatat
SKabupaten Jembrana, Bali, sebagai daerah pioner penerapan e-voting cli Indonesia. Saat Iemlga-lembaga lain, termasuk DPR, masih bingung menghadapi teknologi tersebut, Jembrana tanpa ragu menerapkannya dalam pemilihan kepala dusun (pilkadus), dan berhasil. Jembrana
yang memecah kebuntuan regulasi untuk menerapkannya dalãm skala yang lebih besar.
E-votingdi Jembrana, bermula dan penerapan sistem kependudukan online berbasis Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK). Teknologi kependudukan yang melahirkan KTP ber-chip alias e-KTP,
menginspirasi Bupati embrana, I Gede Winasa, untuk melakukan pemilihan dengan teknologi e-voting, seperti pemilihan yang diterapkan di Amerika Serikat.
Teknologi e-voting yang diterapkan
Jembrana mi, memang mirip dengan
diterapkan di sejumlah negara bagian di Amerika. Yaitu teknologi Direct Recording Electronic (DRE), menggunakan layar sentuh (touch screen).
E-votingmulai diterapkan pada April 2009. Hingga saat ni, sudah sekitar
70-an kepala dusun yang dipilih dengan cera canggih mi. Dan, teknologi
diklaim Kabupaten Jembrana, telah mengefisienkan waktu dan biaya.
Kekisruhan daftar pemilih tetap (OPT), seperti yang terjadi dalam pemilu lalu, pun bisa dihindari di Jembrana. Sebab, setiap pemilih telah menggunakan e-KTP alias kartu Radio Frequency Identification (RFID), yang menjadi identitas tunggal bagi setiap penduduk.
‘PrpmilLhan dengane-voin_ menurut paparan di situs muiR Pemerintah Kabupaten Jembrana, dimulai dengan verifikasi pemilih, untuk memastikan yang bersangkutan terdaftar. Caranya, dengan memasukkan kartu ke dalam card reader.
Selanjutnya, pemilih menggunakan hak pilihnya (lihat bagan alur e-voting Jembrana).
Karena berhasil di tingkat dusun, skala pemilihan dengan e-voting pun kemudian hendak diperbesar. Yaitu, dengan menerapkannya pada pemilihan kepala daerah (pilkada). Kebetulan, pertengahan 2010, digelar pilkada Jembrana. Masalahnya, regulasi tak memungkmnkan. Pasal 88 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, hanya memberi ruang bagi teknik pencoblosan.
Maka, UU tersebut pun kemudian cl-judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Pemohonnya adalah Gede Winasa dan 20 kepala dusun. Dan, 30 Maret 2010, lewat putusan nomor 147/PUU-VII/2009, lampu hijau pun menyala. Tapi, MK memberi syarat: evoting diterapkan flka mampu memenuhi “syarat kumulatif”, yaitu, tidak melangggar asas luber dan jurdil, serta siap dan sisi teknologi, pembiayaan, SDM, perangkat lunak, serta masyarakat.
Untuk menghadapi pulkada itu, perangkat e-vot/ngdi Jembrana telah dimodifikasi lebih lanjut, sehingga semakin lengkap. Yaitu, dengan adanya fasilitas struk bagi pemilih. mi merupakan teknologi tambahan, yang biasa disebut dengan istilah voter verifiable paper audit trail (VVPAT). Adanya struk yang dikumpulkan di kotak suara itu, selain menjadi bukti bagi pemilih, juga berguna untuk penghitungan ulang suara secara manual, jika terjadi masalah pada mesin e-voting, atau terjadi sengketa.
Kendati pintu sudah terbuka, Jembrana urung menggelar e-votingdi pilkada. Penyebabnya, antara lain karena belum memenuhi syarat kumulatif MK. Sebab, ada 260 TPS yang djLenlcanakan didinikn pada perhelatan demokrasi oRal itu. Namun, perangkat yang tersedia hanya sekitar 21 unit. Alhasil, pilkada tetap menggunakan cara kuno yang di muka bumi hanya dipertahankan oleh Indonesia dari kamerun menerobos.
 
Back
Top