Telaah Tentang Eksistensi Dan Ketangguhan Pelaku Ekonomi Rakya

nurcahyo

New member
Mathius Sinseng
TELAAH TENTANG EKSISTENSI DAN KETANGGUHAN PELAKU EKONOMI RAKYAT PASCA KRISIS MONETER 1997/1998 DI DUSUN PAKEL, DESA PIYAMAN, WONOSARI, GUNUNG KIDUL




I. PENDAHULUAN

Kegiatan pembangunan di Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang akan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional, bertujuan untuk menumbuh-kembangkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Kabupaten Gunungkidul dalam rangka meningkatkan kualitas dan mendayagunakan sumberdaya manusia untuk meletakkan landasan pembangunan yang mantap pada tahap kegiatan pembangunan berikutnya yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki daerah. Tujuan tersebut akan dicapai dengan mewujudkan : peningkatan peranan Kabupaten Gunungkidul sebagai gudang ternak, peningkatan pertanian dalam arti luas, khususnya pertanian lahan kering dan lereng bukit, serta pengembangan agrobisnis dan agroforestry, peningkatan pengelolaan bahan galian golongan C, peningkatan pengembangan pariwisata dengan menitikberatkan pada wisata pantai, wisata alam, dan wisata budaya guna memperkuat citra Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan dan daerah tujuan wisata, serta pengembangan pusat-pusat industri kecil.

Salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang tidak boleh dilupakan dalam proses pembangunan nasional umumnya dan Kabupaten Gunungkidul khususnya, adalah pelaku kegiatan sektor ekonomi rakyat di Dusun Pakel Jaluk. Karena, sebagai bagian dari anak bangsa, masyarakat Dusun Pakel Jaluk dengan segala keterbatasannya berusaha untuk tetap bertahan dalam situasi yang oleh kebanyakan masyarakat perkotaan terasa menyakitkan, khususnya bagi kota Jakarta yang disebut krisis moneter.

II. GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Kabupaten Gunungkidul

1. Keadaan Geografis dan Topografi

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu dari 5 (lima) kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta, terletak di sebelah tenggara Kota Jogjakarta dengan luas wilayah 1.485,36 km2 (148.536 ha), atau 46,63% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta.

Secara geografis terletak antara 110o21? ? 110o50? BT dan 7o46? ? 8o09? LS, dan berbatasan :

? Di sebelah barat dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman,

? Di sebelah utara dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo,

? Di sebelah timur dengan Kabupaten Wonogiri, dan

? Dengan Samudera Hindia di sebelah selatan.

Berdasarkan topografi dan keadaan lahannya, Kabupaten Gunungkidul dibagi ke dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan, yaitu :

? Wilayah Pengembangan Utara (Zone Baturagung), yaitu wilayah berbukit dan terdapat sungai/sumber-sumber air tanah yang dapat digali sebagai sumur dengan kedalaman 6 ? 12 m dari permukaan tanah.

? Wilayah Pengembangan Tengah (Zone Ledok Wonosari), yaitu daerah yang memiliki sumber air tanah dan sungai yang akan mengalami kekeringan dimusim kemarau.

? Wilayah Pengembangan Selatan (Zone Gunung Seribu), keadaan wilayahnya berbukit karang kapur dan banyak memiliki telaga genangan air hujan.

Sedangkan berdasarkan peruntukan tata guna lahannya, wilayah Kabupaten Gunungkidul dapat dibagi menjadi :

? Tanah Pekarangan : 28.147 ha (19 %)

? Tanah Sawah : 8.311 ha (5,6 %)

? Tanah Tegalan : 77.163 ha (52 %)

? Tanah Hutan : 12.113 ha (8,15 %)

? Tanah Perkebunan : 55 ha (0,1%)

? Kolam/Empang : 61 ha (0,1%).

2. Administrasi Pemerintahan dan Kependudukan

Secara administratif Kabupaten Gunungkidul yang beribukota Wonosari, membawahi 18 kecamatan, yang terdiri dari 144 desa, 1.431 dusun, 3.114 RT, 7.077 RW, dan 147.836 KK.

Pada pertengahan tahun 2000 penduduk Kabupaten Gunungkidul berjumlah 736.944 jiwa, terdiri atas penduduk laki-laki sebanyak 360.364 jiwa dan perempuan sebanyak 376.580 jiwa. Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu modal pembangunan jika kualitas sumberdaya manusianya tinggi, namun jika kualitasnya rendah justru akan menambah beban perekonomian daerah.

3. Struktur Ekonomi

Struktur perekonomian di Kabupaten Gunungkidul masih didominasi oleh sektor Pertanian, yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan kemudian disusul secara berturut-turut oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Industri pengolahan; Jasa-jasa; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, sewa dan Jasa Perusahaan; Bangunan; Pertambangan dan penggalian; serta Listrik, Gas, dan Air Bersih, sebagaimanan terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut :



Dari tabel di atas dapat dilihat peranan sektor pertanian masih sangat dominan, yaitu sebesar Rp.556.631.000,- pada tahun 1998 atau sekitar 34 % dari total PDRB, meningkat menjadi Rp.919.993.000,- pada tahun 2000 (41 %). Sedangkan pada tahun 2001 secara nominal mengalami peningkatan menjadi Rp.955.962.000,- namun prosentase kontribusinya menurun menjadi 40 %.

Masih cukup dominannya peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Gunungkidul didukung oleh wilayah Kabupaten Gunungkidul yang masih sangat luas untuk mengembangkan potensi pertaniannya. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dunia usaha mengalami kesulitan karena krisis ekonomi yang berkepanjangan ternyata sektor pertanian masih mampu menopang perekonomian Kabupaten Gunungkidul.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunung Kidul dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Pada Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gunungkidul mulai tahun 1994 hingga tahun 1998 secara riil menunjukkan kemunduran. Pada tahun 1994 perekonomian mampu tumbuh sebesar 8,08 %; tetapi pada tahun 1998 turun menjadi 7,80 %; pada tahun 1996 juga turun sebesar 0,65 point, dan akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 turun drastis menjadi 3,88 %, bahkan pada tahun 1998 menunjukkan angka yang negatif sebesar ?7,14 %. Pendapatan perkapita Kabupaten Gunungkidul pada tahun 1998 adalah sebesar Rp. 2.595.148,00 akan tetapi secara riil (atas dasar harga konstan tahun 1993) pendapatan perkapita tahun 1998 hanya sebesar Rp. 1.286.192,00.

Krisis moneter yang melanda perekonomian nasional sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu, ternyata dampaknya sangat terasa di hampir semua sektor ekonomi. Pada tahun 1998, semua sektor mengalami pertumbuhan negatif, kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih yang pertumbuhannya mencapai 15,94% atau lebih tinggi 0,77 point dibandingkan keadaan tahun 1997 dan sektor pertanian yang pertumbuhannya hanya 0,9% atau lebih rendah 1,38 point dibanding tahun 1997. Hasil-hasil pertanian yang tidak stabil harganya, bahkan cenderung turun pada saat panen, sementara harga pupuk dan sarana produksi lainnya mahal merupakan salah satu penyebab merosotnya pertumbuhan di sektor pertanian. Sektor paling parah pertumbuhannya adalah sektor bangunan dengan pertumbuhan ?22,58%, hal ini disebabkan oleh adanya penundaan proyek fisik pemerintah sebagai dampak dari krisis moneter. Demikian pula yang terjadi dengan sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan yang pertumbuhannya ?14,13%, sebagai dampak adanya rekapitalisasi perbankan nasional oleh pemerintah. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi juga menunjukkan angka negatif yaitu ?7,5% dikarenakan kenaikan tarif angkutan.
B. Kecamatan Wonosari

1. Letak Geografi

Kecamatan Wonosari adalah salah satu wilayah kecamatan dari 18 Kecamatan yang ada di Wilayah Kabupaten Gunung Kidul, yang terletak di Zone Tengah bersama Kecamatan Playen, Karangamojo, Ponjong Tengah dan Semanu bagian utara daerah ini disebut Ledok Wonosari Kano.

Tanaman padi sawah, padi gogo, palawija dan kawasan hutan, mendominasi daerah Kecamatan Wonosari, dengan keadaan alamnya yang datar mempermudah dalam transportasi antar desa ke wilayah kecamatan lainnya.

Kecamatan Wonosari yang memiliki luas wilayah 75,51 km2, merupakan kecamatan kota yang menjadi ibu kota kabupaten Gunung Kidul, yang secara administrasi berbatasan dengan :

v Kecamatan Nglipar di sebelah Utara

v Kecamatan Tepus dan Kecamatan Paliyan di sebelah selatan

v Kecamatan Playen di sebelah barat

v Kecamatan Karangmojo dan Kecamatan Semanu di sebelah timur.

2. Tata Guna Lahan

Berdasarkan peruntukkan tata guna lahan, total areal pertanian (seluas 684,5 ha) di wilayah Kecamatan Wonosari dapat dibagi menjadi :

? Sawah tegal (406,4 ha)

? Pekarangan (208,7 ha)

? Lain-lain (69,4 ha)

Areal persawahan tegalan memiliki areal terluas (406,4 ha), hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama, masih dominan dalam mewarnai kegiatan ekonomi masyarakat di Kecamatan Wonosari. Disusul oleh areal di sekitar pekarangan rumah-rumah masyarakat yang menempati areal seluas 208,7 ha.

3. Kependudukan

Komposisi penduduk Kecamatan Wonosari sebanyak 76.994 jiwa yang terdiri dari 38.095 jiwa laki-laki dan 38.899 jiwa perempuan, serta 15.446 kepala keluarga (rata-rata 4,93 jiwa per RT). Sedangkan menurut kelompok umur 7 ? 16 tahun yang bersekolah sebanyak 15.995 jiwa dan yang tidak sekolah sebanyak 187 jiwa.

4. Sarana Perumahan

Masyarakat Kecamatan Wonosari memiliki beragam bentuk dan bahan yang digunakan dalam membangun sarana perumahannya, seperti tembok berjumlah 265 buah rumah, setengah tembok 550 buah rumah, beratap genting sebanyak 1.540 buah rumah, dan lainnya sebanyak 725 buah rumah.

Sedangkan lantai yang digunakan pada umumnya adalah ubin, teraso, keramik dan tanah. Bahan bakar untuk keperluan memasak adalah minyak tanah, kayu dan gas LPG. Untuk keperluan MCK, penduduk di Kecamatan Wonosari memiliki MCK sendiri sebanyak 1.529 dan 11 buah MCK yang dimiliki secara bersama-sama.

5. Bantuan-bantuan Dana

Pada tahun 2001, Kecamatan Wonosari mendapat bantuan dana bagi usaha pengembangan ekonomi desa dari Pemerintah Pusat sebesar Rp. 9.000.000,- ; dari Pemerintah Propinsi sebesar Rp. 1.890.000,- dan dari Pemerintah Kabupaten sebesar Rp.600.000,-

Selain itu terdapat Dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang diterima pada tahun 2001 sebesar Rp. 71.526.000,- untuk keperluan :

? Pengembangan kelompok Simpan Pinjam ?Andini Makmur? di Dusun Pakel Jaluk sebesar Rp. 10.526.000,-

? Pengerasan jalan di Dusun Piyaman II sebesar Rp. 34.200.000,-

? Pengerasan jalan di Dusun Pakel Rejo sebesar Rp. 26.800.000,-

Untuk mendapatkan pinjaman pada kelompok Simpan Pinjam Andini Makmur harus menjadi anggota dulu, dengan konsekuensi membayar biaya bunga dengan prosentase tertentu.

C. Desa Piyaman

1. Letak Geografis dan Keadaan Topografi

Desa Piyaman adalah salah satu dari 14 desa yang ada di Wilayah Kecamatan Wonosari dan, yang terdiri dari 11 dusun, 27 RW, 58 RT dan menempati areal seluas 644,6260 ha.

Tanaman padi sawah, padi gogo, palawija dan kawasan hutan, mendominasi desa Piyaman, dengan ketinggian 230 m di atas permukaan laut, yang sebagian besar terdiri dari dataran rendah serta suhu rata-rata 23oC.

Secara administrasi Desa Piyaman berbatasan langsung dengan :

v Desa Giri di sebelah Utara

v Desa Kepek-Wonosari di sebelah selatan

v Desa Logondeng di sebelah barat

v Desa Karang Tengah di sebelah timur.

2. Tata Guna Lahan

Berdasarkan peruntukkan tata guna lahan, di wilayah Desa Piyaman dapat dibagi menjadi :

? Jalan (22,500 ha)

? Sawah dan ladang (407,9370 ha)

? Tegalan (409,937 ha)

? Pemukiman/perumahan (216,6280)

? Pekuburan (1,3350 ha)

? Industri (0,9870 ha)

? Pertokoan/pergudagangan (0,2225 ha)

? Perkantoran (3,0115 ha)

? Pasar desa (0,1400 ha)

? Tanah wakaf (0,2880 ha)

? Lain-lain (13,7450 ha)

Areal persawahan dan perladangan memiliki areal terluas (407,9370 ha), hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama, masih dominan dalam mewarnai kegiatan ekonomi masyarakat di Desa Piyaman.

3. Kependudukan, Pendidikan dan Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk Desa Piyaman sebanyak 7.588 jiwa yang terdiri dari 3.699 jiwa laki-laki dan 3.889 jiwa perempuan, serta 1.542 kepala keluarga (rata-rata 4,93 jiwa per RT).

Komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :



Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :



Komposisi penduduk menurut kelompok usia kerja dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :



Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini :





III. DATA DAN FAKTA KEHIDUPAN BAPAK SUNARDI

Kuliah pengamatan lapangan dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2002, di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Mubyarto beserta asisten selama satu hari penuh. Rombongan pertama kali diterima oleh Bupati Kabupaten Gunungkidul yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Bappeda dengan di dampingi oleh Kepala Dinas Pertanian dan pejabat dari unsur-unsur terkait. Pada kesempatan tersebut rombongan mendapat beberapa penjelasan dan tanya jawab tentang situasi dan kegiatan ekonomi penduduk serta hal-hal yang berkaitan dengan ketahanan masyarakat di Kabupaten Gunungkidul dalam menghadapi krisis moneter. Setelah itu rombongan bertugas ke lokasi yang telah ditentukan di Desa Piyaman.

Adalah merupakan suatu pengalaman yang sangat mengesankan bagi penulis dalam melihat kehidupan masyarakat di pedesaan, terutama dalam mengamati bagaimana masyarakat di pedesaan menyiasati setiap fenomena ekonomi yang mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi mereka, baik yang datang dari luar maupun yang datang dan berkembang dari dalam masyarakat desa itu sendiri.

Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini penulis mencoba untuk menguraikan hasil pengamatan lapangan secara langsung terhadap salah seorang penduduk (Bapak Sunardi), yang beralamat di RT 01/RW 02 Dusun Pakel Jaluk, Desa Piyaman Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul dalam mempertahankan kehidupannya pada saat krisis dan sesudahnya.

A. Kesejahteraan Keluarga Bapak Sunardi

Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan Bapak Sunardi sebagai responden, yang berpendidikan tamat SD, beliau memiliki usaha utama sebagai pandai besi dengan jumlah anggota keluarga 3 orang (1 putra dan 1 orang istri). Usaha pandai besi ini didapat dari warisan orang tua. Di samping usaha utama tadi responden memelihara beberapa ekor kambing, sebagai cadangan untuk berjaga-jaga apabila kelak mengalami kesulitan keuangan bisa dilakukan dengan menjual ternak tersebut. Responden mengkategorikan dirinya sekarang sebagai keluarga yang ?cukup miskin? dan pada saat sebelum krisis moneter tahun 1997 yang lalu masih masuk dalam kategori yang sama. Dan untuk situasi sekarang responden merasa kehidupan dengan mata pencaharian sebagai pandai besi (penghasilan total keluarga Rp. 250.000,- per bulannya) masih berkecukupan untuk kebutuan keluarga, walaupun jika dibandingkan dengan pengeluaran total keluarganya sebesar Rp. 300.000,- per bulan masih minus Rp. 50.000,-. Keadaan ini mengakibatkan responden tidak memiliki kelebihan uang sepeser pun untuk ditabung di Bank, walaupun tabungan milik kelompok tani ada (responden merupakan salah seorang anggotanya).

Dari segi perawatan kesehatan keluarga responden boleh dikatakan sebagai keluarga yang cukup terjamin/terawat kesehatannya. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan rumah yang cukup asri dan sehat untuk ukuran desa/ dusun. Kebetulan anggota keluarga ini tidak pernah mengidap penyakit yang berbahaya.

Menurut responden lebih kurang 40 KK (30%) dari 126 KK di Dusun Pakel Jaluk masih tergolong miskin. Hal ini disebabkan mereka kurang usaha untuk mencari kegiatan yang lebih bermanfaat untuk menambah penghasilan keluarga. Krisis moneter (bagi orang perkotaan) yang terjadi tahun 1997/1998 tidak berpengaruh bagi keluarga responden. Demikian pula terhadap pendidikan putera semata wayangnya yang duduk di kelas I, di SMA Kecamatan Patuk (berjarak 20 km atau kira-kira setengah jam perjalanan dari Dusun Pakel Jaluk) tetap jalan/tidak sampai membuat pendidikannya menjadi drop out. Sekedar diketahui putera responden ini rata-rata menghabiskan uang sebesar Rp. 4.500,- per harinya untuk keperluan bensin dan jajanan di sekolah, karena berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan merk Yamaha yang dikenal cukup boros akan bensin. Responden, membandingkan keadaan ekonomi keluarganya sendiri dengan keadaan orang tuanya di masa lalu tidak ada perbedaan/sama saja. Artinya keluarga responden masih dalam taraf berjuang dan memiliki peluang untuk bisa lebih meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Penduduk Desa Pakel Jaluk pada umumnya merantau ke kota Jogjakarta untuk mengadu nasib dengan berjualan bakmi. Pada setiap akhir bulan selalu pulang ke dusun dengan membawa hasil usahanya selama di Jogjakarta.

Kehidupan responden jika dilihat secara langsung, cukup memadai untuk ukuran masyarakat di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari keadaan rumah yang berlantai semen cor sederhana yang terlihat bersih dan apik dengan sirkulasi udara yang cukup serta sederet perabotan elektronik seperti televisi berwarna 14 inch dan radio ikut menghiasi lemari bufet kaca. Di samping itu peralatan pandai besi pun seakan tak mau kalah turut menghiasi ruang tamu yang berukuran 4 x 6 m.

Hal yang sangat membanggakan dan patut diacungi jempol bagi keluarga responden adalah mereka hanya memiliki seorang anak. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga responden memiliki kesadaran untuk membentuk keluarga kecil yang bahagia, padahal pasangan keluarga responden ini masih dalam usia produktif.

B. Bidang Keuangan Desa

Dalam hal pengelolaan keuangan desa, di Dusun Pakel Jaluk telah memiliki kelompok Simpan Pinjam ?Andini Makmur? sebagai tempat untuk menggalang dana bagi keperluan masyarakat yang membutuhkan dana mendesak. Jika mengalami kesulitan keuangan responden meminjam ke kelompok Simpan Pinjam ?Andini Makmur? maupun kelompok arisan dengan bunga 5 %. Dan responden pernah meminjam untuk suatu keperluan yang sangat mendesak sebesar Rp. 10.000 s.d Rp. 25.000,-. Alternatif lain jika mengalami kesulitan keuangan, keluarga responden kadang-kadang menjual kambing peliharaannya yang ada di samping pekarangan rumah (hal ini kalau keadaan memaksa). Sedangkan untuk meminjam ke bank, sesuai penuturan responden masih belum berani.

C. Bidang Otonomi Masyarakat Desa

Sebagai wadah penyaluran aspirasi bagi warga dusun, di Dusun Pakel Jaluk telah dilakukan pemilihan kepengurusan BPD (Badan Perwakilan Desa). Lembaga ini baru saja dibentuk, oleh karena itu masih belum dapat dilihat hasil kerjanya bagi masyarakat dusun, namun warga sangat berharap banyak atas kiprah dari lembaga ini agar dapat membawa kemakmuran bagi warga. Semangat gotong royong warga masyarakat di dusun ini sangat terpelihara dengan baik, sebagai contoh jalan yang ada di depan rumah responden merupakan hasil kerja gotong royong warga. Kegiatan ini diyakini oleh warga masyarakat sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan bagi penduduknya.

Satu fenomena menarik dari warga ini adalah mereka memiliki kebiasaan untuk makan bersama yang disediakan/disiapkan secara gotong royong. Di mana setiap keluarga membawa bahan-bahan dan bumbu-bumbu masakan/makanan dari rumah masing-masing dan dimasak secara gotong royong. Kegiatan ini terutama dilakukan apabila sehabis masa panen tiba, sehingga menambah keakraban warga atau paling tidak dapat melupakan segala kesulitan hidup yang mereka alami untuk sementara.

Satu hal yang sangat mengejutkan bagi penulis adalah pernyataan yang dilontarkan responden, yaitu bahwa walaupun diterpa kesulitan seperti sekarang ini masyarakat desa dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah. Penulis tidak tahu apakah responden mengucapkan kata-kata tersebut dalam keadaan sadar atau tidak, atau masyarakat desa sudah bosan dengan janji-janji dan retorika yang telah mereka terima selama ini dari pemerintah, namun tidak ada kelanjutannya. Apakah dalam hal ini pemerintah sudah tidak diperlukan lagi ? Hanya responden yang tahu. Tapi yang jelas inilah potret nyata sisi kecil kehidupan di sebuah dusun di Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul, bahwa sektor ekonomi rakyat dapat bertahan dalam situasi krisis. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan ekonomi di perkotaan terutama Jakarta yang sangat rentan (cengeng) terhadap segala bentuk perubahan.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab terdahulu, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pengamatan lapangan dengan metode induktif telah menemukan ketahanan keluarga salah seorang penduduk Dusun Pakel Jaluk yang tetap bertahan dalam masa krisis yang telah berlalu. Dalam hal ini krisis moneter tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan responden. Demikian pula terhadap pendidikan putera tunggalnya yang duduk di kelas I, di SMA Kecamatan Patuk (berjarak 20 km atau kira-kira setengah jam perjalanan dari Dusun Pakel Jaluk) tetap jalan/tidak sampai membuat pendidikannya menjadi drop out.

2. Dalam hal keuangan desa, kelompok Simpan Pinjam Andini Makmur, telah menjalankan fungsinya sebagai tempat pinjaman bagi warga yang kesulitan keuangan mendesak.

3. Kegiatan gotong royong di Dusun Pakel Jaluk telah digunakan sebagai salah satu sarana masyarakat dalam usaha mengatasi kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa otonomi masyarakat desa sudah mulai memperlihatkan kemandiriannya.

B. Saran :

Sektor ekonomi rakyat telah terbukti mampu bertahan disaat krisis, oleh karena itu pemerintah jangan menganggap remeh akan keberadaan sektor ekonomi rakyat, tapi justru harus diberdayakan sebagai salah satu penyangga perekonomian nasional. Diharapkan sekali kearifan pemerintah agar lebih memperhatikan dan lebih rajin turun melihat kehidupan masyarakat di pedesaan.

Mathius Sinseng : Mahasiswa Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada Angkatan XVI kelas/trimester 2B, Peserta Kuliah Kebijakan Pembangunan Daerah/ Ekonomi Indonesia yang diasuh Prof. Dr. Mubyarto
 
Back
Top