Chapter 1
1820 Dublin, Irlandia
Raja Lincoln amat bahagia. Karena, dua bulan lagi, ia akan memiliki anak yang akan menjadi putra mahkota.
Dominique dan Monalis, kedua istri Raja Lincoln, yang salah satunya nanti berhak menjadi Permaisuri Yang Agung. Syaratnya, harus melahirkan seorang putra terlebih dulu.
Suatu hari, Dominique didatangi oleh seorang wanita tua bernama Rah Digga. Ia peramal yang datang jauh dari luar kota Dublin. Ia mengagumi Dominique, dan ingin Dominique menjadi permaisuri.
Rah Digga: "Dengan berat hati saya katakan.. bahwa anda akan menjadi permaisuri dengan cara anda sendiri."
Dominique: "Apa maksudmu?"
Rah Digga: "Anak yang akan segera anda lahirkan, bukanlah seorang putra. Melainkan.. putri.."
Dominique terkejut. Ia sudah berambisi menjadi permaisuri sejak awal menikah dengan Raja Lincoln.
Dominique: "Apa yang harus aku lakukan?"
Dua bulan kemudian, Dominique melahirkan terlebih dulu. Ramalan Rah Digga benar. Ia melahirkan seorang bayi perempuan.
Tapi.. Dominique dan Rah Digga telah mengatur segalanya.
Rah Digga telah menyiapkan bayi laki-laki yang baru lahir, dan menukarnya dengan bayi perempuan Dominique.
Sementara itu, Monalisa melahirkan seorang bayi perempuan bernama Jean.
Bagaimana nasib bayi perempuan Dominique selanjutnya?
17 tahun kemudian
1837 London, Inggris
Ivan: "Gaun ini adalah rancangan terbaru saya. Pasti anda akan terlihat sangat cantik."
Wanita yang dipuji itu tersenyum.
Dari luar jendela kaca, seorang gadis muda melihat mereka.
Rose: "Aku ingin bisa seperti wanita itu.."
Kemudian..
"Rose! Ayo cepat!"
Temannya yang sesama gadis muda menarik tangannya.
Livia: "Kita tidak boleh terlambat lagi. Nanti kita dihukum. Dan aku tidak mau itu terjadi."
Rose: "Iya, aku tau. Kau jangan bicara terus..!"
Rose dan Livia bersekolah di sebuah lembaga pendidikan yang dibangun oleh sukarelawan mahasiswa untuk warga yang tidak mampu.
Rose dan Livia tinggal di pinggiran kota London. Orang tua Rose, yaitu John dan Tanya Tucker adalah sepasang suami istri sederhana dan bersahaja. John bekerja di sebuah pabrik sepatu, sedangkan Tanya, ia ibu rumah tangga biasa yang baik dan lembut.
Lagi-lagi, Rose dan Livia terlambat. Miss Frida, guru kelas mereka sudah menyambut bersama sebilah rotan di tangannya.
Miss Frida: "Alasan apa yang bisa kalian katakan padaku? Kenapa kalian terlambat lagi?"
Livia berdiri di belakang Rose.
Miss Frida: "Cepat jawab!"
Rose: "Ma, maafkan kami. Ng.. ini salah saya. Tadi, waktu kami berangkat ke sekelolah, saya melihat seorang wanita cantik di butik Tuan Ivan. Saya benar-benar kagum. Hingga tak menyadari kalau sudah siang. Saya benar-benar mengagumi kecantikannya, dengan gaun yang sangat indah.."
Rose hanyut dalam lamunannya. Namun, sentuhan kasar rotan yang menempel pada kakinya, membuat lamunan itu buyar seketika!
Jalanan kota London sedang ramai dengan atraksi karnaval. Menjadi iring-iringan kereta kencana Ratu Elizabeth.
Rose dan Livia baru pulang sekolah, dan menonton atraksi tersebut.
Sederet pasukan drumband memainkan drum dan terompet dengan lagu yang gagah. Gadis-gadis akrobat sedang memperagakan atraksi mereka, dengan membentuk formasi-formasi yang keren.
Rose: "Wah.. bagus sekali!"
Lalu, Rose melihat seorang wanita di dalam salah satu kereta kencana. Wanita itu, yang tadi di butik Tuan Ivan. Cantik sekali..
Rose kembali hanyut dalam lamunan. Tiba-tiba..
"Awas!!"
Seorang pemuda menyambar tubuh Rose, dan mereka sama-sama jatuh ke pinggir jalan.
Rose: "Aduh..!!"
Ia memegangi lengan kanannya. Sikunya berdarah.
Rose: "Kau ini.. apa-apaan?"
Livia menghampiri mereka.
Livia: "Rose.. kau tidak apa-apa?"
Ia membantu Rose berdiri.
Rose: "Kalau bukan karena dia, aku pasti masih baik-baik saja."
Livia: "Maksudmu?"
Rose: "Dia mendorongku!"
Pemuda itu sibuk menyangkal. "Bukan begitu, Nona. Tadi kau.."
Livia: "Tadi, kau hampir saja ditabrak kereta kuda. Untung saja, dia menolongmu."
Pemuda itu tersenyum. Lega rasanya, karena Livia menjelaskan yang sebenarnya.
Rose menatap pemuda itu.
Rose: "Jadi begitu? Terimakasih.."
Lalu menggandeng Livia dan pergi.
John dan Tanya sedang terlibat pembicaraan serius di rumah kecil mereka.
John: "Aku dipecat."
Tanya: "Apa?! Kenapa bisa begitu?"
John: "Ya.. karena menurut mereka aku sudah tua dan lamban."
Tanya: "Hanya karena itu? Lalu.. apa rencanamu?"
John: "Kita kembali ke Dublin."
Tanya: "Kau sudah gila? Kita tidak bisa kembali ke sana.."
John: "Dengarkan aku, Sayang.. Dengan kembali ke Dublin, kita bisa dapat banyak uang tanpa harus bekerja. Kau pasti sudah tau bagaimana caranya."
Tanya terdiam. Lalu tersenyum penuh arti.
Tanya: "Ya.. ya.. kalau begitu, aku setuju."
Dublin, Irlandia
Suara derap langkah kuda menggema di lereng pegunungan Kerry.
Damian, si putra mahkota kerajaan Irlandia, sedang melakukan aktifitas berburunya. Bersama sahabatnya, Leigh. Mereka dapat seekor rusa yang besar.
Damian: "Wah, ini bisa jadi rusa panggang yang sangat lezat."
Mereka tertawa.
Dari pegunungan Kerry menuju Istana, sebenarnya tidak begitu jauh. Tapi, dasar Damian yang nakal, ia suka keluyuran.
Leigh: "Damian, sebaiknya kita kembali ke Istana saja."
Damian: "Iya. Nanti kita pulang.. setelah bersenang-senang."
Damian memacu kudanya ke kota. Di sana ada sebuah bar favorit Damian. Sebenarnya, Damian belum cukup umur masuk ke bar. Usianya masih 17 tahun. Tetapi, Lucifer, pemilik bar itu adalah sahabat baik keluarga kerajaan. Ia terpaksa mengizinkan Damian masuk barnya, dan minum vodka.
Hari itu, Lucifer kedatangan seorang tamu wanita. Namanya Sinead. Dia kekasih Lucifer yang baru.
Melihat Lucifer dan Sinead bermesraan, timbul ide jahil di kepala Damian.
Lucifer's Bar
Damian menghampiri Sinead yang sedang sendirian di salah satu meja, lalu berkata..
Damian: "Hei, Nona.. apa benar, kau menyukai Lucifer?"
Sinead: "Tentu saja. Memangnya kenapa?"
Damian: "Perlu kau tau.. Lucifer telah memilih calon istrinya. Dia sangat cantik. Namanya Trinidad. Kalau dibandingkan denganmu.. kau terlihat biasa saja.."
Seketika, wajah Sinead berubah jadi merah padam. Amarahnya naik ke ubun-ubun.
Lalu..
Sinead: "Lucifer..!"
Ia menghampiri Lucifer yang sedang melayani tamunya.
Lucifer: "Ada apa, Sayang?"
Ia menjawab dengan tersenyum manis. Tapi, BYUR!! Segelas bir disiramkan ke wajahnya, oleh Sinead.
Sinead: "Rasakan itu!"
Lucifer: "Sa, sayang.. ada apa ini?"
Sinead: "Siapa itu Trinidad?!"
Lucifer: "Bohong! Dia calon istrimu yang sangat cantik itu, kan?"
Lucifer melotot. Ia bingung dengan yang Sinead katakan.
Lalu, ia mendengar suara gelak tawa. Itu tawa Damian. Lucifer menghampirinya sambil menarik tangan Sinead. Matanya melotot. Ia sangat marah.
Lucifer: "Damian..!!!"
Damian: "Huaaaahhh..!!!"
Suara Lucifer sangat memekakan telinga.
Damian: "Ampuni aku, Lucifer.."
Lucifer membuat Damian harus menimba air sumur di belakang bar. Sedangkan Lucifer sendiri kembali bermesraan dengan Sinead, yang akhirnya tau, bahwa Damian amat sangat jahil.