Dipi76
New member
Ummu Kultsum binti Muhammad SAW, Sang Pemilik Cahaya
Ummu Kultsum adalah putri ketiga Rasulullah SAW dan Khadijah Al-Kubra, setelah Zainab dan Ruqayyah. Karena jarak yang tidak terlalu jauh, Ummu Kultsum dan kakaknya Ruqayyah bagaikan anak kembar. Mereka gemar melakukan segala sesuatu bersama-sama, bermain, hingga tidur pun di atas satu tikar.
Ruqayyah dan Ummu Kultsum adalah dua orang saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua terlahir dari ibu bapak yang sama, suami mereka pun kakak beradik yang namanya mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang sama, masuk Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan setelah perceraian itu, mereka mempunyai suami yang sama pula.
Kedekatan dua bersaudara ini tentu mudah dipahami. Selisih usia yang cukup dekat dan juga sifat dan rupa yang juga sama, membuat mereka sangat dekat satu sama lain. Masa kecil mereka lalui bersama. Dan ketika Zainab, kakak tertua menikah dengan Abul Ash, sudah banyak pemuda pemuda Makkah yang ingin meminang Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Sebelum datang masa kenabian, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda bernama Utbah, putra Abu Lahab bin Abdul Muththalib. Sementara Ummu Kultsum menikah dengan Utaibah bin Abi Lahab, saudara Utbah. Namun, pernikahan itu tak berlangsung lama.
Berawal dengan diangkatnya Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, menyusul kemudian turunnyaa surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab. Maka Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Mereka meminta kedua putranya agar menceraikan putri-putri Rasulullah. “Haram jika kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!” Ummu Jamil mengancam.
Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah menyelamatkan mereka berdua dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun masuk Islam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah SWT memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah disunting oleh seorang sahabat mulia, Utsman bin Affan. Ketika Ruqayyah meninggal dunia, maka Utsman menikahi Ummu Kultsum yang belum terjamah oleb Utaibah, pada bulan Rabi’ul-Awwal tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani.
Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah.
Rasulullah berkata, "Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman."
Ummu Kultsum adalah seorang wanita yang cantik. la senang memakai jubah sutra yang bergaris. Pada hari wafatnya, jenazahnya dimandikan oleh Asma’ binti Umais dan Shafiyah binti Abdul Muthalib. Jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari batang pohon palem yang baru dipotong.
Dan pada saat penguburannya, Rasulullah duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum dengan berlinang air mata. Jasad Ummu Kultsum dibawa turun ke liang lahat oleh Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari.
Sumber:
A'lamu An-Nisa
Republika
-dipi-
Ummu Kultsum adalah putri ketiga Rasulullah SAW dan Khadijah Al-Kubra, setelah Zainab dan Ruqayyah. Karena jarak yang tidak terlalu jauh, Ummu Kultsum dan kakaknya Ruqayyah bagaikan anak kembar. Mereka gemar melakukan segala sesuatu bersama-sama, bermain, hingga tidur pun di atas satu tikar.
Ruqayyah dan Ummu Kultsum adalah dua orang saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua terlahir dari ibu bapak yang sama, suami mereka pun kakak beradik yang namanya mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang sama, masuk Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan setelah perceraian itu, mereka mempunyai suami yang sama pula.
Kedekatan dua bersaudara ini tentu mudah dipahami. Selisih usia yang cukup dekat dan juga sifat dan rupa yang juga sama, membuat mereka sangat dekat satu sama lain. Masa kecil mereka lalui bersama. Dan ketika Zainab, kakak tertua menikah dengan Abul Ash, sudah banyak pemuda pemuda Makkah yang ingin meminang Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Sebelum datang masa kenabian, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda bernama Utbah, putra Abu Lahab bin Abdul Muththalib. Sementara Ummu Kultsum menikah dengan Utaibah bin Abi Lahab, saudara Utbah. Namun, pernikahan itu tak berlangsung lama.
Berawal dengan diangkatnya Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, menyusul kemudian turunnyaa surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab. Maka Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Mereka meminta kedua putranya agar menceraikan putri-putri Rasulullah. “Haram jika kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!” Ummu Jamil mengancam.
Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah menyelamatkan mereka berdua dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun masuk Islam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah SWT memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah disunting oleh seorang sahabat mulia, Utsman bin Affan. Ketika Ruqayyah meninggal dunia, maka Utsman menikahi Ummu Kultsum yang belum terjamah oleb Utaibah, pada bulan Rabi’ul-Awwal tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani.
Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah.
Rasulullah berkata, "Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman."
Ummu Kultsum adalah seorang wanita yang cantik. la senang memakai jubah sutra yang bergaris. Pada hari wafatnya, jenazahnya dimandikan oleh Asma’ binti Umais dan Shafiyah binti Abdul Muthalib. Jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari batang pohon palem yang baru dipotong.
Dan pada saat penguburannya, Rasulullah duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum dengan berlinang air mata. Jasad Ummu Kultsum dibawa turun ke liang lahat oleh Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari.
Sumber:
A'lamu An-Nisa
Republika
-dipi-