Lamban dan Suka Mengeluh
“Kita tertawakan sendiri pekerjaan yang aneh-aneh. Kalau kita dengar dari media, mesti berantas KKN, mesti... mesti... harus... harus. Tertawalah saya sendiri karena kalau di antara kita sendiri sebenarnya tidak mau melakukan yang mesti-mesti,” ujar Megawati.
Di antara lima presiden yang pernah memimpin negeri ini, Megawati Soekarnoputri adalah yang paling lamban merespons berbagai fenomena di sekitarnya. Ketua MPR Amien Rais dan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra pernah mengaku kesal dan gemas melihat kelambanan bersikap dan mengambil keputusan itu.
Sebagai pejabat publik dan pimpinan nasional, Megawati juga sering mengeluh. Baik di dalam forum rapat kabinet yang tertutup, atau secara terbuka dan terungkap di media massa. Mau tahu keluhannya?
Misalnya seperti yang diceritakan oleh Gus Dur pada pertengahan November 1999. Dalam bincang-bincang dengan masyarakat Indonesia di Salt Lake City (Amerika Serikat), Abdurrahman mengaku pernah memberi tugas kepada Megawati selaku wakilnya untuk menyelesaikan masalah Ambon, Irian Jaya, dan Aceh. Menurut Gus Dur, tugas itu sengaja diberikan sebagai wahana belajar agar Mega siap dan matang memimpin. Eh, Mega meresponsnya dengan keluhan, “Mengapa yang sulit-sulit dikasih ke saya?”
Soal Aceh, Mega malah mengaku tidak sanggup. Karena itu, ketika Aceh memanas, Mega meminta agar Gus Dur yang saat itu sedang melawat ke negara-negara ASEAN buru-buru balik kandang. “Aceh bikin mumet (pusing) saya. Karena itu Mas Dur perlu pulang,” kata Mega seperti ditirukan Gus Dur. Terkesan lucu, ada presiden yang dipanggil pulang oleh wapresnya.
Sebagai presiden, Megawati pernah mengeluh di arena Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), 11 Februari 2002, di Jakarta. Dengan polos Mega menyebut pemerintah yang dikomandaninya sebagai “keranjang sampah”. Lebih lanjut Ketua Umum PDIP ini mengatakan, “Perangai mereka arogan. Organisasi yang ada tambun dan geraknya lambat. Sifat para birokrat itupun korup. Profesionalisme dan produktivitas mereka rendah.”
Amien Rais langsung angkat bicara. Menurutnya, pernyataan presiden semacam itu bisa menimbulkan citra negatif terhadap pemerintahan sekarang. “Kalau birokasi seperti keranjang sampah, artinya tidak ada harapan lagi. Kalau tidak bisa didaur ulang, ya harus dibakar karena tidak ada gunanya sama sekali,” katanya kepada wartawan.
Mega juga pernah mengeluhkan tentang kinerja menter-menterinya. Menurut penilaiannya, para menteri tidak bisa bekerja sempurna. Amien menilai itu sebagai pernyataan yang kebablasan dan sama dengan pernyataan Gus Dur Gus Dur yang menyebut DPR seperti murid taman kanak-kanak (TK).
Beberapa kalangan menilai, Megawati cuma pintar mengeluh dan menyalahkan masa lalu. Dia sendiri belum mampu menunjukkan prestasi. Ketua DPR Akbar Tandjung bahkan pernah meminta agar Megawati merombak kabinet. “Jika keranjang sampah itu adalah anggota Kabinet Gotong Royong, silakan Presiden merombaknya. Kalau tidak bagus, buat apa dipertahankan?”
Boleh saja komentar datang silih berganti, namun Megawati tetap “konsisten” dengan karakteristiknya. Menurut Mashadi, anggota DPR dari Fraksi Reformasi, sekarang ini pemerintah malah lebih banyak melakukan kompromi politik atau pragmatisme. “Untuk persoalan yang sangat serius, malah tak ada good will.”
Komentar senada disampaikan Wakil Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Effendy Choirie. “Dalam hal penegakan hukum amat parah. Pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak jalan. Orang-orang bermasalah malah dipelihara.”
Rupanya lama-lama Megawati tak tahan juga sering dikritik. Bukan menjawab dengan langkah nyata, tetapi justru kembali mengeluh. "Selama ini saja, aduh... pusing sekali menghadapi urusan negara ini. Satu selesai, satu lagi datang. Satu selesai, satu lagi datang,” katanya saat berpidato di luar teks dalam acara Pencanangan Peningkatan Produktivitas Nasional di Istana Negara, Jakarta (17 September 2003).
Masalah yang dimaksud adalah soal TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang terus disorot, berakhirnya kontrak dengan IMF dan PPM (post program monitoring)-nya yang dikejar-kejar waktu. Dia lantas mengkritik anak buahnya sendiri, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. yang dinilainya terlalu sering mengikuti seminar-seminar. “Seminar berpuluh kali tapi tidak menyelesaikan persoalan. Berhentilah itu seminar-seminar itu.”
Namun begitu, Mega mengaku beruntung karena menteri-menteri bisa diajak bercanda dan tertawa. “Kita tertawakan sendiri pekerjaan yang aneh-aneh. Kalau kita dengar dari media, mesti berantas KKN, mesti...mesti...harus...harus. Tertawalah saya sendiri karena kalau di antara kita sendiri sebenarnya tidak mau melakukan yang mesti-mesti,” ujar Megawati.
Dia juga mengaku sudah mendengar adanya penilaian dari masyarakat mengenai kelambatannya dalam mengambil sebuah keputusan. “Saya kan seringkali dibilang lambat. Mega itu orang lambat, tidak mau cepat memutuskan, tidak mau ngomong. Ya biar saja, yang penting ke depannya. Itu lebih berguna ketimbang nanti buru-buru, cepat-cepat.”* Ahmad, Jumari, Saifuddin, Dedi Junaedi/Hidayatullah