Dimana Alloh ?

ALLAH, ada pada setiap mereka yg mengimaninya.
dengan iman itu,setiap insan akan merasa takut untuk berbuat dosa.
maka beruntunglah orang2 yg beriman kepadanya.
 
Allah ada di setiap bagian terkecil dalam manusia itu karena manusia yang kecil pada dasarnya beradala dalam kuasa Allah Yang Maha besar,
seperti butir beras dalam lumbung, titik pasir di pantai.
Allah tidak berada diluar manusia, tapi pikiran, dan hati manusia yang berpendapat spt itu.
 
bahkan tetes hujan pun tidak membedakan manusia itu yg beriman atau tidak pada Allah, itu karena rasa sayangnya begitu Maha besar. tapi manusia sendiri yang selalu memisahkan [walau tidak akan pernah bisa] dari Allah. seperti orang tua pada anaknya yang tetap menyayangi anaknya bahkan disaat anaknya berseteru padanya [kita mengacu pada orangtua sewajarnya/ideal].

sayangnya, demi membahas kebenaran semu masing2 berbagai kepercayaan dan agama, bisa membuat pertentangan tapi sifat dan keberadaan Allah tetap tidak berubah. sangat menyedihkan di dunia ini orang2 bertempur saling mengutuk mengaku demi perjuangan Allah tapi mengorbankan yang lemah, membiarkan yang tidak berdaya.>:'(
 
PimpinaN HizBuLLAH,LibanOn,sayyid Hasan NasRaLLah meMinTa seLuruh musLim Utk MELAFADZKAN QS.AL-fath Ayat 26-27,MALAM INI!! ToLoNg seBarkan agar isRaeL HANCUR!! Skrg Masjid AL-AQSHA sdg di SeRang Oleh IsRaeL seKuTu.(Ini AmaNat Dr poNpes LangiTan TuBan).
 
Hadits Jariyah (budak perempuan) ini bersama hadits-hadits yang lain yang sangat banyak dan berpuluh-puluh ayat Al-Qur'an dengan tegas dan terang menyatakan : "Sesungguhnya Pencipta kita Allah 'Azza wa Jalla di atas langit yakni di atas 'Arsy-Nya, yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya". Maha Suci Allah dari menyerupai mahluk-Nya.!.

Dan Maha Suci Allah dari ta'wilnya kaum Jahmiyyah yang mengatakan Allah ada dimana-mana tempat !??.

Dapatlah kami simpulkan sebagai berikut :

Sesungguhnya bertanya dengan pertanyaan : "Dimana Allah ?, disyariatkan dan penanya telah mengikuti Rasulullah SAW.
Wajib menjawab : "Sesungguhnya Allah di atas langit atau di atas 'Arsy". Karena yang dimaksud di atas langit adalah di atas 'Arsy. Jawaban ini membuktikan keimanannya sebagai mu'min atau mu'minah. Sebagaimana Nabi SAW, telah menyatakan keimanan budak perempuan, karena jawabannya : Allah di atas langit !.
Wajib mengi'tiqadkan sesungguhnya Allah di atas langit, yakni di atas 'Arsy-Nya.
Barangsiapa yang mengingkari wujud Allah di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir.
Barangsiapa yang tidak membolehkan bertanya : Dimana Allah ? maka sesungguhnya ia telah menjadikan dirinya lebih pandai dari Rasulullah SAW, bahkan lebih pandai dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Na'udzu billah.
Barangsiapa yang tidak menjawab : Sesungguhnya Allah di atas langit, maka bukanlah ia seorang mukmin atau mukminah.
Barangsiapa yang mempunyai iti'qad bahwa bertanya :"Dimana Allah ?" akan menyerupakan Allah dengan mahluk-nya, maka sesunguhnya ia telah menuduh Rasulullah SAW jahil/bodoh !. Na'udzu billah !
Barangsiapa yang mempunyai iti'qad bahwa Allah berada dimana-mana tempat, maka sesunguhnya ia telah kafir.
Barangsiapa yang tidak mengetahui dimana Tuhannya, maka bukankah ia penyembah Allah 'Azza wa Jalla, tetapi ia menyembah kepada "sesuatu yang tidak ada".
Ketahuilah ! Bahwa sesunguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas langit, yakni di atas 'Arsy-Nya di atas sekalian mahluk-Nya, telah setuju dengan dalil naqli dan aqli serta fitrah manusia. Adapun dalil naqli, telah datang berpuluh ayat Al-Qur'an dan hadits yang mencapai derajat mutawatir. Demikian juga keterangan Imam-imam dan Ulama-ulama Islam, bahkan telah terjadi ijma' diantara mereka kecuali kaum ahlul bid'ah. Sedangkan dalil aqli yang sederhanapun akan menolak jika dikatakan bahwa Allah berada di segala tempat !. Adapun fitrah manusia, maka lihatlah jika manusia -baik muslim atau kafir- berdo'a khususnya apabila mereka terkena musibah, mereka angkat kepala-kepala mereka ke langit sambil mengucapkan 'Ya ... Tuhan..!. Manusia dengan fitrahnya mengetahui bahwa penciptanya berada di tempat yang tinggi, di atas sekalian mahluk-Nya yakni di atas 'Arsy-Nya. Bahkan fitrah ini terdapat juga pada hewan dan tidak ada yang mengingkari fitrah ini kecuali orang yang telah rusak fitrahnya.
Tambahan
Sebagian ikhwan telah bertanya kepada saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) tentang ayat :
Artinya :
"Dan Dia-lah Allah di langit dan di bumi, Dia mengetahui rahasia kamu dan yang kamu nyatakan, dan Dia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan ". (Al-An'am : 3)

Saya jawab : Ahli tafsir telah sepakat sebagaimana dinukil Imam Ibnu Katsir mengingkari kaum Jahmiyyah yang membawakan ayat ini untuk mengatakan :

"Innahu Fii Qulli Makaan"
"Sesungguhnya Ia (Allah) berada di tiap-tiap tempat !".

Maha Suci Allah dari perkataan kaum Jahmiyyah ini !

Adapun maksud ayat ini ialah :

Dialah yang dipanggil (diseru/disebut) Allah di langit dan di bumi.
Yakni : Dialah yang disembah dan ditauhidkan (diesakan) dan ditetapkan bagi-Nya Ilaahiyyah (Ketuhanan) oleh mahluk yang di langit dan mahluk yang di bumi, kecuali mereka yang kafir dari golongan Jin dan manusia.
Ayat tersebut seperti juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Artinya :
"Dan Dia-lah yang di langit (sebagai) Tuhan, dan di bumi (sebagai) Tuhan, dan Dia Maha Bijaksana (dan) Maha mengetahui". (Az-Zukhruf : 84)

Yakni : Dia-lah Allah Tuhan bagi mahluk yang di langit dan bagi mahluk yang di bumi dan Ia disembah oleh penghuni keduanya. (baca : Tafsir Ibnu Katsir Juz 2 hal 123 dan Juz 4 hal 136).

Bukanlah dua ayat di atas maksudnya : Allah ada di langit dan di bumi atau berada di segala tempat!. Sebagaimana ta'wilnya kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka. Atau perkataan orang-orang yang "diam" Tidak tahu Allah ada di mana !.

Mereka selain telah menyalahi ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi serta keterangan para sahabat dan Imam-imam Islam seluruhnya, juga bodoh terhadap bahasa Arab yang dengan bahasa Arab yang terang Al-Quran ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Imam Abu Abdillah Al-Muhasiby dalam keterangan ayat di atas (Az-Zukhruf : 84) menerangkan : "Yakni Tuhan bagi penduduk langit dan Tuhan bagi penduduk bumi. Dan yang demikian terdapat di dalam bahasa, (umpamanya ) engkau berkata : "Si Fulan penguasa di (negeri) Khirasan, dan di Balkh, dan di Samarqand", padahal ia berada di satu tempat". Yakni : Tidak berarti ia berada di tiga tempat meskipun ia menguasai ketiga negeri tersebut. Kalau dalam bahasa Indonesia, umpamanya kita berkata "Si Fulan penguasa di Jakarta, dan penguasa di Bogor, dan penguasa di Bandung". Sedangkan ia berada di satu tempat.
Bagi Allah ada perumpamaan/misal yang lebih tinggi (baca : Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 73).

Adapun orang yang "diam" (tawaqquf) dengan mengatakan : "Kami tidak tahu Dzat Allah di atas 'Arsy atau di bumi", mereka ini adalah orang-orang yang telah memelihara kebodohan !. Allah Rabbul 'Alamin telah sifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat ini, yang salah satunya bahwa Ia istiwaa (bersemayam) di atas 'Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu "diam" darinya dengan ucapan "kita tidak tahu" nyata telah berpaling dari maksud Allah. Pantaslah kalau Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian, sama seperti orang yang menta'wilnya.
 
ALLAH SWT BUKAN SEBUTAN ALLOH SAJA YA MAS BEGINI PEDOMANNYA !
1.Hadits: ALLAH BERFIRMAN:katakanlah pada mereka MUhammad bahwa sesungguhnya aku ini dekat
2.Hadits & AL-QUR'AN : al-isra' ...nabi muhammad menerima perintah langsung perintah sholat 5 waku sehari semalam pada peristiwa isra mi'raj di sidratul muntaha( langit ketujuh);)
 
Last edited:
Bls: Dimana Alloh ?

sebenarnya males ikut komentar but cuma memberi kejelasan aja,
kaum yang meng ijma kan bahwa ALLAH SWT ada di atas ars itu adalah kaum salafi(wahabi) yang sedikit di dukung oleh ibnu taymiah
tetapi di beberapa blog ada yang mengatakan ibnu taymiah akhirnya tobat dengan pernyataan ini.

kalo menurut saya seseorang menanyakan ALLAH ada dimana sesungguhnya mereka memakhlukkan ALLAH,kita seperti menanyakan dimana alamat ALLAh, mengkotakkan allah yang akhirnya memakhlukkan Allah,
cukup kita beribadah dan rasakan dengan hati kita keberadaan ALLAH, itulah yang lebih baik
fiqih penting dipelajari tetapi ibadah yang mesti di utamakan

ingat apa yang menyebabkan bani israel di laknat Allah,bukan hanya karena mereka merendahkan para nabi tetapi kesombongan mereka meminta kedetilan akan suatu perintah.
lhat ayat alquran tentang perintah ALLAH kepada nabi musa untuk menyembelih Sapi(di cari sendiri ayatnya)

belajarlah kepada malaikat ketika diperintah sujud kepada adam maka mereka bersujud tanpa bertanya.
begitu juga kepada Nabi Ibrahim dan ismail(walau ada keraguan tetapi dengan keyakinan tetap melaksanakanya)
 
Last edited:
Bls: Dimana Alloh ?

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy . (QS. Al-A’raf: 54)

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan. (QS. Yunus: 3)

Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan (QS. Ar-Ra’d: 2)

Apakah Arti Istiwa’?

Di dalam kamus Al-Mu’jamul WAshith halaman 466, kata istawa bermakna istaqrra wa tsabata. Istaqarra artinya menetap dan tsabata artinya menetap.

Sedangkan kata istawa ‘ala artinya adalah ‘alaa wa sha’ada, artinya tinggi dan naik. Kalau istawa fulan artinya orang yang telah matang kepemudaannya. Kalau istawa at-tha’amu artinya makanan itu telah matang.

Makna Istiwa’ Menurut Para Ulama

Kalau kita buka kitab tafsir, katakanlah Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Quran karya Al-Qurthubi, pada jilid 1 halaman 381, di sana disebutkan tentang masalah yang anda tanyakan. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa pengertian kata istiwa pada ayat 29 dari surat Al-Baqarah itu memang musykilah tersendiri. Setidaknya, menurut beliau, orang-orang terpecah menjadi tiga kelompok pendapat.

1. Pendapat Pertama: Jumhur Ulama

Jumhur Ulama berpendapat bahwa kalau kita menemukan ayat-ayat seperti ini, misalnya tentang bersemayamnya Allah SWT, maka sikap yang paling tepat bagi kita adalah membacanya, lalu mengimaninya, tetapi tidak menafsirkannya.
Salah satu yang mewakili sikap ini adalah Al-Imam Malik rahimahullah. Ketika ada orang datang kepadanya menanyakan hal-hal seperti ini, beliau menjawab tegas, “Istiwa’ itu bukan hal yang majhul (tidak dikenal), namun teknisnya (al-kaifu) tidak bisa dipikirkan secara akal (ghairu ma’qul), sedangkan mengimaninya wajib, dan bertanya tentang itu adalah bid’ah.

2. Pendapat Kedua: Musyabbihin

Sebagian kalangan yang kita sebut musyabbihin bersikap agak lain. Dalam pandangan mereka, kalau ada ayat seperti ini, kita harus membacanya, lalu menafsirkannya sesuai dengan kemungkinan bahasa.

3. Pendapat Ketiga: Ta’wil

Sebagian yang lain lagi mengatakan bahwa ayat seperti ini kita baca namun kita ta’wilkan. Serta kita ganti kemungkinannya kepada bentuk dzhahirnya.

Pendapat Pilihan

Dibandingkan dengan pendapat kedua dan ketiga, kita lebih tepat untuk mengambil pendapat pertama. Selain nyaris seluruh ulama berada pada pendapat pertama, memang pendapat ini adalah pendapat yang paling tengah-tengah.

Kita tidak menyamakan Allah dengan makhluk, tetapi juga tidak menolak keterangan dari Allah SWT sendiri.

Kalau kita menafsirkan kata istiwa’ dengan duduk sebagaimana duduknya kita manunisa, maka jelas sekali kita telah melakukan tasybih, yaitu menyamakan atau menyerupakan Allah SWT dengan makhluk. Dan tentu hal itu haram hukumnya. Sebab Allah SWT sendiri telah menegaskan bahwa Diri-Nya tidak sama dengan makhluk ciptaan-Nya.

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat. (QS. Asy-Syura: 11)

Dan tidak ada satu pun yang sebanding dengan-Nya (QS. Al-Ikhlash: 4)

Namun kita tetap tidak menolak bahwa Allah SWT melakukan istiwa’ (duduk, bersemayam), karena memang Allah SWT tegas menyebutkannya di dalam ayat Quran. Bahkan kami malah berpendapat bahwa sebaiknya kita pun tidak perlu menterjemahkan ke dalam bahasa lain. Kita sebut saja Allah melakukan istiwa’, sesuai dengan bahasa aslinya yaitu bahasa Arab.

Agar jangan lagi terjadi noise atau kesalahan dalam menterjemahkan. Jangan kita bilang bersemayam, duduk, atau terjemahan lain. Sebab dari terjemahan itu seringkali timbul salah pengertian dan salah paham yang berat.

Sebagaimana kita akan jauh lebih bijak kalau menyebut istilah shalat ketimbang sembahyang atau praying, istilah shaum ketimbang puasa atau fasting, isitlah haji ketimbang pilgrimate. Lebih aman dan lebih selamat dari kesalahan interpretasi.
 
Bls: Dimana Alloh ?

Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang bersemayamnya Allah, beliau menjawab, "Bersemayam adalah sesuatu yang dimengerti, tetapi bagaimana bersemayamnya adalah sesuatu yang tidak masuk akal namun harus diimani dan mempertanyakannya adalah bid'ah." Ini adalah ukuran untuk semua sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan-Nya untuk Diri-Nya sendiri dalam bentuk yang sesuai dengan-Nya tanpa mengubah, tanpa mengada-ngada, tanpa mempertanyakan, dan tanpa membuat permisalan.
 
Bls: Dimana Alloh ?

KAMI LEBIH DEKAT DARI URAT LEHERNYA

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qs. Qaff 16-18)

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan tentang kekuasaan-Nya atas manusia bahwa Dia-lah yang menciptakannya dan ilmu pengetahuan-Nya mencakupi semua persoalan hidupnya,sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati-hati anak keturunan Adam tentang kebaikan,keburukan, dan tentang semua perkara.dan telah ditetapkan didalam sebuah hadits sahih dari rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam , bahwasanya beliau bersabda :

"Allah Subhanahu wa Ta'ala memaafkan apa yang dibisikkan oleh hati-hati umatku selama dia tidak mengatakannya atau mengerjakannya."





Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ;"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." Yang dimaksud adalah para Malaikat-NYA itu lebih dekat kepada manusia daripada kedekatan mereka dengan urat lehernya sendiri.Sebagaimana firman Allah berkenaan dengan sakaratul maut :

"(yang artinya) Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu.Tetapi kamu tidak melihat." (al Waaqi'ah :85).

Yang dimaksud dengan KAMI adalah para malaikat.Dan sebagaimana yang telah difirmankan-Nya :

"(yang artinya) Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan al Qur'an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya."( al-Hijr:9).

Maka para malaikat itulah yang telah turun dengan membawa Al Qur'an dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala .Demikian pula para malaikat adalah lebih dekat kepada manusia daripada URAT LEHERnya dengan penetapan Allah atas hal itu. Itulah sebabnya disini Allah berfirman :

"(yang artinya) Yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya," yaitu dua malaikat yang mencatat amalan manusia,"yang satu mengawasi di sebelah kanan dan yang lain mengawasi di sebelah kiri."

Firman Allah Subhanahu wa ta'ala;"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya " oleh manusia "diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" Melainkan kalimat itu diawasi dan dicatat oleh malaikat.Malaikat itu tidak membiarkan satu kalimat-pun,satu gerakan-pun dan apa-pun baik berupa perbuatan maupun ucapan kecuali dituliskannya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Bilal bin Harits Al Muzani radhiallahu anhu bahwa Rasulullahh Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Seseorang yang mengucapkan kata-kata yang diridhai Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut lanjut.Allah Subhanahu wa ta'ala akan mencatatkan bagi orang itu keridhaanNya sampai orang itu bertemu dengan Allah.Dan seseorang yang mengucapkan kata-kata yang dibenci Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut terus.Allah akan menuliskan murka-Nya untuk orang itu sampai dia bertemu dengan Allah."Alqamah pernah mengatakan,"Sudah berapa banyak ucapan yang tidak jadi aku ucapkan karena hadits Bilal bin Harits ini.."

Hadits ini turut pula diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan disahkannya.Dan, pernah disebutkan kisah tentang Imam Ahmad yang merintih dikala sakitnya,kemudian sampai berita kepadanya dari Thawus bahwa dia berkata,"Malaikat itu akan mencatat segala sesuatu,termasuk rintihan."Semenjak itulah Imam Ahmad tidak merintih lagi hingga wafat.Semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau.
 
Bls: Dimana Alloh ?

Wah saya jadi dapet ilmu baru tentang agama :)
boleh tanya ga ? Bukankah dalam tauhid tidak dibolehkan nya Tamsil ? klo dikatakan Alloh bertempat, apa itu tidak menyamakan dengan makhluk? bertempat itu bukannya sifat dari makhluk ?

Benarkan jika saya salah :)
 
Back
Top