Dipi76
New member
Mahfud MD: Nazaruddin Ancam Obrak-abrik Kantor MK
Jum'at, 20 Mei 2011 | 16:41 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mengatakan Muhammad Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat, sempat mengancam Sekretaris Jenderal Mahmakah Konstitusi, K. Janedri M. Gaffar. Ancaman itu tekait soal pemberian dua amplop senilai 120 ribu dolar Singapura.
Nazaruddin mengancam melalui sambungan telepon ke Janedri kalau tidak mau menerima uang itu, Mahkamah Konstitusi akan diobrak-abrik. "Saya dengar itu, lalu saya bilang biar saja MK diobrak-abrik. Saya kembalikan uang itu, saya ingin tahu apa berani," kata Mahfud dalam pernyataan pers bersama Presiden di Kantor Presiden, Jumat, 20 Mei 2011.
Nazaruddin disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang. Kasus itu menyeret Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Mindo Rosalina Manulang dan Muhammad El Idris, petinggi PT DGI.
Kedatangan Mahfud MD bersama Sekretaris Jenderal MK, Djanedri M. Gaffar, ke istana bukan untuk bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden, namun rekan dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Ia mengaku telah menyampaikan soal pemberian uang ini kepada Yudhoyono melalui surat yang ditulis tangan pada Kamis pekan lalu. "Karena waktu itu Pak SBY bilang soal hukum adalah hukum, saya sampaikan langsung kepada beliau tidak melalui orang, isinya saya tulis sendiri," kata Mahfud.
Saat menerima Mahfud dan Janedri, Yudhoyono didampingi Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana.
Mahfud mengaku awalnya Janedri mendapat telpon dari Nazaruddin, anggota Komisi Hukum DPR yang menjadi mitra Mahkamah Konstitusi. Awal dari mitra kerja itulah kemungkinan keduanya kenal. "Saya tidak pernah ke DPR. Urusan Sekjen-lah, dari situ barang kali kenal," katanya.
Tiba-tiba, Nazaruddin mengajak bertemu di suatu tempat yang dirahasiakan. Kejadiannya setahun yang lalu sekitar pukul 12 malam. "Anda bayangkan zaman sekarang seorang birokrat dipanggil anggota dewan. Ini ada apa?" kata Mahfud.
Dalam pertemuan itu, Nazaruddin menyerahkan dua amplop. Karena penasaran, Janedri mempertanyakan isi amplop itu. "Belum tahu isinya, dikejar oleh Sekjen dan dijawab Nazaruddin, 'ambil aja, untuk Pak Sekjen'," kata Mahfud. Setelah itu, Janedri menelepon dan menolak uang itu. Janedri pun melaporkan kepada Pimpinan MK esok harinya.
Janedri mengembalikan amplop yang belum jelas isinya itu ke rumah Nazaruddin di wilayah Jakarta Selatan melalui staf MK. Saat mengembalikan, sempat menyerahkan Kartu Tanda Penduduk dan diperiksa isinya yang ternyata uang sebanyak itu.
Tak lama berselang, Nazaruddin menelpon mempertanyakan kenapa uang itu dikembalikan. Nazaruddin berdalih itu uang persahabatan. "Itu pasti menimbulkan banyak tafsir, tapi bisa jadi bagian untuk menilai tindakan yang berkaitan dengan etika," kata Mahfud. "Suap juga bukan karena dia tidak ada urusan sama MK. Tetapi apa gratifikasi dan kita sebenarnya tidak ingin meramaikan itu di luar."
Usai bertemu Yudhoyono, Janedri enggan berkomentar banyak. Ia menyerahkan pemberian pernyataan kepada Mahfud MD. "Saya tak berkomentar dulu, ya." kata Janedri. "Intinya sesuai dengan apa yang disampaikan Bapak Ketua MK." Soal ancaman dari Nazaruddin pun, Janedri enggan menjawab.
Sumber: Tempo
-dipi-
Jum'at, 20 Mei 2011 | 16:41 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mengatakan Muhammad Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat, sempat mengancam Sekretaris Jenderal Mahmakah Konstitusi, K. Janedri M. Gaffar. Ancaman itu tekait soal pemberian dua amplop senilai 120 ribu dolar Singapura.
Nazaruddin mengancam melalui sambungan telepon ke Janedri kalau tidak mau menerima uang itu, Mahkamah Konstitusi akan diobrak-abrik. "Saya dengar itu, lalu saya bilang biar saja MK diobrak-abrik. Saya kembalikan uang itu, saya ingin tahu apa berani," kata Mahfud dalam pernyataan pers bersama Presiden di Kantor Presiden, Jumat, 20 Mei 2011.
Nazaruddin disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang. Kasus itu menyeret Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Mindo Rosalina Manulang dan Muhammad El Idris, petinggi PT DGI.
Kedatangan Mahfud MD bersama Sekretaris Jenderal MK, Djanedri M. Gaffar, ke istana bukan untuk bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden, namun rekan dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Ia mengaku telah menyampaikan soal pemberian uang ini kepada Yudhoyono melalui surat yang ditulis tangan pada Kamis pekan lalu. "Karena waktu itu Pak SBY bilang soal hukum adalah hukum, saya sampaikan langsung kepada beliau tidak melalui orang, isinya saya tulis sendiri," kata Mahfud.
Saat menerima Mahfud dan Janedri, Yudhoyono didampingi Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana.
Mahfud mengaku awalnya Janedri mendapat telpon dari Nazaruddin, anggota Komisi Hukum DPR yang menjadi mitra Mahkamah Konstitusi. Awal dari mitra kerja itulah kemungkinan keduanya kenal. "Saya tidak pernah ke DPR. Urusan Sekjen-lah, dari situ barang kali kenal," katanya.
Tiba-tiba, Nazaruddin mengajak bertemu di suatu tempat yang dirahasiakan. Kejadiannya setahun yang lalu sekitar pukul 12 malam. "Anda bayangkan zaman sekarang seorang birokrat dipanggil anggota dewan. Ini ada apa?" kata Mahfud.
Dalam pertemuan itu, Nazaruddin menyerahkan dua amplop. Karena penasaran, Janedri mempertanyakan isi amplop itu. "Belum tahu isinya, dikejar oleh Sekjen dan dijawab Nazaruddin, 'ambil aja, untuk Pak Sekjen'," kata Mahfud. Setelah itu, Janedri menelepon dan menolak uang itu. Janedri pun melaporkan kepada Pimpinan MK esok harinya.
Janedri mengembalikan amplop yang belum jelas isinya itu ke rumah Nazaruddin di wilayah Jakarta Selatan melalui staf MK. Saat mengembalikan, sempat menyerahkan Kartu Tanda Penduduk dan diperiksa isinya yang ternyata uang sebanyak itu.
Tak lama berselang, Nazaruddin menelpon mempertanyakan kenapa uang itu dikembalikan. Nazaruddin berdalih itu uang persahabatan. "Itu pasti menimbulkan banyak tafsir, tapi bisa jadi bagian untuk menilai tindakan yang berkaitan dengan etika," kata Mahfud. "Suap juga bukan karena dia tidak ada urusan sama MK. Tetapi apa gratifikasi dan kita sebenarnya tidak ingin meramaikan itu di luar."
Usai bertemu Yudhoyono, Janedri enggan berkomentar banyak. Ia menyerahkan pemberian pernyataan kepada Mahfud MD. "Saya tak berkomentar dulu, ya." kata Janedri. "Intinya sesuai dengan apa yang disampaikan Bapak Ketua MK." Soal ancaman dari Nazaruddin pun, Janedri enggan menjawab.
Sumber: Tempo
-dipi-