mbahsebul
New member
Bls: pertanyaan buat wanita (pria boleh jawab juga)
mari kita simak pendapat syaikh ubaid bin abdillah bin sulaiman al-jabiri (mantan dosen pengajar universitas islam madinah) dalam kitabnya at taqrir al mu'akkad bil ijabah'alaa tsalatsin su'aaal fi ta'addud
Islam adalah agama yang haq dan sempurna. Setiap muslim yang cinta kepada syariat ini, akan senantiasa berusaha dan berupaya agar hidup dan matinya berjalan diatas tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Poligami merupakan salah satu sunnah yang terang dan jelas pensyariatannya di dalam Islam yang banyak dilupakan oleh kaum muslimin. Maka dengan harapan agar setiap nilai-nilai ajaran Islam itu kembali dipahami dengan benar dan diamalkan diatas tujuan serta maksud yang mulia, Alhamdulillah atas pertolongan dan taufik dari Allah, kami menerbitkan buku kecil ini, yang berisikan pertanyaan-pertanyaan seputar poligami yang dijawab oleh Al-Allamah Asy Syaikh Ubaid Bin Abdillah Bin Sulaiman Al-Jabiri
"maka nikahilah perempuan (lain)yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapijika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki." (Q.S. An Nisa: 3)
Dan para wanita adalah sesuatu yang paling disenangi oleh Nabi kita Muhammad. Telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (2/128), An Nasaai dalam "Isyratun-Nisaa"(7/61), dari jalan Sallam Abul Mundzir dari Tsabit dari Anas berkata : "Bersabda Rasulullah "Telah dijadikan kecintaan kepadaku dari dunia : wanita, wangi-wangian, dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat." Hadits ini hasan.
Bahkan disebutkan dalam Sunan An-Nasaai (6/217] dari hadits Anas berkata : "Tidak ada sesuatu yang paling disenangi Rasulullah setelah wanita dari kuda."
Dan hadits ini terdapat dalam "Al-Jami' Ash-Shahih Mimma Laisa Fis Shahihain" (3/344) karya Syaikh kami Al-Wadi'i Rahimahullah, dan beliau berkata tentang hadits ini: ini hadits hasan.
Aku (syaikh - red) berkata : "Oleh karenanya, Nabi berpoligami dan menyambung hubungan melalui tali pernikahan ke beberapa kabilah, karena kesanggupan beliau untuk melakukan hal tersebut"
Telah diriwayatkan oleh Iman Muslim (No:1006) dari hadits Abu Dzar secara marfu':
" Dan salah seorang kalian bersetubuh adalah sedekah.".
Para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami takkala melampiaskan syahwatnya lalu ia mendapat pahala padanya ? Jawab Nabi : "Bagaimana menurut kalian jika seseorang melampiaskannya dalam perkara yang haram, bukankah dia mendapat dosa?, maka demikian pula jika dia melampiaskannya dalam perkara yang halal, maka dia mendapat pahala".
Dalam kesempatan ini, Fadhilatus Syaikh Washiy Muhammad Abbas memberitakan kepada kami tentang salah seorang Syaikh di Madinah bahwa beliau menikah dengan empat istri dalam keadaan dia telah berumur tua. Tatkala mereka bertanya kepadanya tentang hal itu, maka Syaikh itu menjawab ; " Aku takut air maniku tumpah begitu saja ".
Aku berkata : Oleh karenanya, Allah telah mensyari'atkan poligami dengan menikah lebih dari satu, untuk membuka pintu bagi mereka menuju kepada yang halal. Karena Allah mengetahui kebutuhan sebagian hamba-Nya pada hal tersebut.
Dan banyak dari kalangan sahabat Rasulullah yang berpoligami baik pada masa hidup beliau, maupun setelah meninggalnya. Demikian pula orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kita ini.
Perkara poligami ini belum pernah direspon dalam bentuk pengingkaran, dialog maupun penyampaian dengan sikap yang dingin, kecuali pada masa-masa belakangan ini. Hingga didapatkan sebagian orang yang mendapatkan pengaruh barat menjadikan hal ini termasuk perkara kezaliman. Sehingga dengan menolaknya, itu berarti menyelamatkan wanita dari kezaliman lelaki. Padahal itu semua hanyalah persangkaan mereka belaka.
Lalu kemudian permasalahan ini menjadi sesuatu yang menjijikan di kalangan mayoritas kaum muslimin. Jika salah seorang dari mereka menikah lagi, serasa dunia kiamat dan hilang ketenangan. Semua orang yang ada di sekitarnya mencibirinya kecuali yang dirahmati Allah, dan bumi terasa semakin sempit, sehingga berada di dalam bumi terasa lebih baik dari pada di atas bumi (lebih baik mati daripada harus hidup menanggung malu, pent] karena melihat perubahan ekspresi pada wajah-wajah mereka dan mereka juga melontarkan perkataan-perkataan terhadap sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya seakan-akan orang yang melakukan poligami tersebut telah melakukan perbuatan yang keji, mungkar dan kedustaan.
Barangsiapa yang telah memasuki pintu poligami ini, maka dia akan mengetahui hakekat apa yang dirasakan oleh mereka yang berpoligami berupa pergolakan yang sengit dan peperangan yang berkecamuk. Dan barangsiapa yang belum memasukinya, maka dia akan menyangka bahwa apa yang aku tuliskan ini hanyalah sebuah hayalan dan terlalu berlebihan.
Dengan dilatarbelakangi oleh berbagai perkara ini, maka aku pun bersemangat untuk mengumpulkan beberapa permasalahan yang paling banyak menyebar dan problem-problem yang paling sering terjadi sehubungan dengan permasalahan poligami yang menjadi bahan perdebatan. Hal ini ditujukan untuk membantah berbagai syubhat orang-orang yang menyelisihi dan menepis berbagai persangkaan orang-orang jahil (bodoh) yang berpaling dari syariat Allah dengan berbagai argumen yang batil dan makalah yang tidak bermanfaat serta menjelaskan sebagian apa yang terdapat dalam berpoligami berupa hikmah yang besar dan faedah yang sangat bermanfaat.
Dengan memaparkan permasalahan-permasalahan ini kepada Syaikh yang mulia : Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri - semoga Allah menjaganya-(beliau adalah mantan pengajar di Universitas Islam Madinah) yang berkesempatan untuk menjawab berbagai masalah tersebut dan menjelaskan secara gamblang berbagai problematikanya. Beliau Hafizahullah (semoga Allah senantiasa menjaganya) sangat berpengalaman dalam melihat sisi perubahan yang terjadi di tengah-tengah keluarga dan masyarakat serta banyak menghadapi berbagai problem untuk mendamaikan bangunan pertama di tengah masyarakat yang disebut keluarga. Kemudian, beliau memberi solusi dari munculnya pergolakan yang tajam dan perselisihan yang sengit.
Allah telah memperbaiki berbagai problem keluarga yang berkepanjangan tersebut melalui tangan beliau Hafizahullah. Beliau telah mengkompromikan berbagai pandangan yang berseberangan khususnya yang berhubungan dengan judul pembahasan kita, yaitu masalah poligami.
Semoga Allah memberi taufik Tatkala banyak terjadi keributan di rumah-rumah kaum muslimin karena timbulnya berbagai problem keluarga yang besar dan perselisihan yang dahsyat ketika dimunculkannya permasalahan poligami yang sesungguhnya banyak dari kaum lelaki yang ingin mempraktekkan, sehingga banyak dari kalangan wanita menganggap bahwa ini merupakan permasalahan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan islam, atau minimalnya dalam diri mereka menganggapnya sebagai masalah syar'i, namun mereka tidak ridha dengannya.
Maka beranjak dari apa yang disebutkan terdahulu, muncullah pertanyaan-pertanyaan tentang poligami ini yang kami hadapkan kepada Syaikh kami yang mulia : Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri, Semoga Allah menjaganya - Mantan Dosen di Universitas Madinah.
Semoga Allah menjadikan kumpulan materi beserta jawabannya ini bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin serta mewujudkan tujuannya dalam membentuk keluarga muslim.
I
Soal : Wahai Syaikh kami - semoga Allah menjagamu -, berkata penanya : Apa hukum berpoligami di dalam Islam ?
Jawab : Segala puji milik Allah Rabb Sekalian Alam, Shalawat dan Salam atas Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Amma Ba'du : Sesungguhnya termasuk yang wajib bagi seorang muslim dan muslimah adalah tunduk kepada hukum Allah ‘Azza wa jalla dan hukum Rasul-Nya. Allah berfirman :
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (Q.S. AI-Hasyr: 7)
Dan firman-Nya:
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka". (Q.S. AlAhzab:36)
Dan yang lainnya dari ayat-ayat yang menunjukkan dengan jelas tentang kewajiban setiap muslim dan muslimah agar tunduk kepada apa yang telah menjadi hukum Allah dan Rasul-Nya, dan menyakini bahwa itu adalah kebaikan. Demikian pula telah datang dari sunnah Nabi Salallahu ’alaihi wa ‘alihi wa salam yang menganjurkan kaum muslimin dan muslimat agar mereka tunduk kepada apa yang dibawa oleh Nabi, sama saja apakah hukum tersebut terdapat dalam ayat-ayat Al Qur'an maupun dalam Sunnah Nabi. Dan diantara sunnah yang mutawatir itu adalah apa yang diriwayatkan oleh dua syaikh [Bukhari dan Muslim) dari Anas & dari Nabi bersabda : Perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, maka dia akan merasakan manisnya iman: "Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, dan dia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya melainkan karena Allah, dan dia membenci untuk kembali pada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam api neraka." Diriwayatkan oleh Bukhari (No. 21), Kitabul Iman, bab "Man Kariha an Ya'uda fil Kufri Kamaa Yakrahu an Yulqa fin Naar Minal Iman, dan Muslim (No. 67), Kitab Al Iman, Bab: Bayaan Khisaal Manit Tashafa Bihinna, Wajada Halaawatal Iman".
Maknanya bahwa ia mendahulukan apa yang mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya M di atas ucapan siapa pun. Dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda:
“Akan merasakan manisnya keimanan orang yang ridha Allah menjadi Rabbnya, Islam jadi agamanya, dan Muhammad menjadi Rasul-Nya” Diriwayatkan oleh Muslim, No:56, Kitabul Iman, Bab :"Addalil 'Alaa Anna Man Radhiya Billahi Rabban Wabil Islami Diinan, Wabimuhammadin Rasulan, Fahuwa Mukmin, Wa Inis Takabal Ma'ashiy Al Kabaair, dari hadits Al Abbas bin Abdul Muthalib.
Maka sabda beliau "dan Muhammad Salallahu ’alaihi wa ‘alihi wa salam sebagai Rasul-Nya", ini mengharuskan untuk beriman dengan setiap yang dibawa oleh Muhammad Salallahu ’alaihi wa ‘alihi wa salam, dan bahwasanya itu berasal dari Allah, dan itu kebenaran yang tiada keraguan padanya.
Alangkah baiknya apa yang dikatakan Asy Syafi'i -Rahimahullah- : "Aku beriman kepada Allah dan apa saja yang datang dari Allah menurut kehendak Allah, dan aku beriman kepada Rasulullah dan apa saja yang datang dari Rasulullah menurut kehendak Rasulullah. (Imam Al-Maqdisi -Rahimahullah- menyebutkan dalam kitabnya "Lum'atul 'Itiqad" No.4. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: "Adapun yang dikatakan Asy Syafi'i maka itu adalah benar, wajib bagi setiap muslim untuk meyakininya. Siapa yang meyakininya dan tidak mendatangkan ucapan yang menyelisihinya, maka dia telah menempuh jalan keselamatan di dunia dan akhirat. Demikian disebutkan dalam "Ar Risalah Al Madaniah bersama Fatwa Alhamawiyah (hal:121))
Dan telah sepakat para pemimpin Islam atas apa yang kami sebutkan ini. Jika hal ini telah dipahami, maka sesungguhnya poligami merupakan hukum asal. Ini yang jelas penyebutannya dalam Al Qur'an Al Karim. Allah Ta'aala berfirman :
"Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim." (Q.S. An Nisa : 3)
Yang memperhatikan ayatyang mulia ini, akan jelas bagi kita akan dua hal:
Pertama : Bahwa hukum asal pernikahan adalah poligami, dimana Allah memulai dengannya dan menganjurkannya (angka pertama kali yang disebut oleh Allah adalah dua - red). Barangsiapa yang mengatakan bahwa itu wajib, maka ucapan tersebut memiliki sisi kekuatan, sebab asal perintah hukumnya wajib.
Kedua : Mencukupkan satu istri bagi yang mengkhawatirkan dirinya tidak berbuat adil.
II
Soal : Mengapa Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam melarang Ali untuk menikahi wanita lain setelah menikahi anaknya beliau (Fatimah, Pent). Apakah ucapan Nabi "Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah bagian dariku", ini merupakan kekhususan bagi Nabi?
Jawab : Jawaban atas pertanyaan ini mengandung tiga sisi:
Sisi Pertama:
Bahwa Fatimah Radhiyallahu 'anha adalah pemimpin wanita seluruh alam, berdasarkan nash Rasulullah (Isyarat kepada hadits Aisyah yang panjang, dikeluarkan Muslim dalam shahihnya, no.2450. Kitab Fadhail Shahabah, bab : Fadhail Fatimah Binti An-Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam. Padanya Nabi bersabda :"Wahai Fatimah, tidakkah engkau ridha untuk menjadi pemimpin wanita kaum mukminin atau pemimpin wanita umat ini?" Aisyah berkata: "(Fatimah) tertawa dengan hal itu.") dan berdasarkan ijma' para ulama yang ucapannya diakui. Maka seorang wanita yang demikian kedudukannya sepantasnya untuk tidak dimadu, dan suaminya tidak menikahi yang lainnya tatkala dia masih hidup karena kedudukan ini yaitu sebagai seorang pemimpin wanita seluruh alam.
Sisi Kedua:
Bahwa ini termasuk kekhususan beliau Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam dan bila kita berkata bahwa ini termasuk kekhususan Fatimah Radhiyallahu 'anha, maka tidak jauh (dari kebenaran). Karena Fatimah adalah anak Muhammad. Inilah yang beliau isyaratkan dengan sabdanya : "Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah bagian dariku", yaitu : salah satu bagian dari diriku, sedangkan Nabi wajib untuk dijaga dari kemudharatan meskipun sebagian mudharat tersebut pada selain beliau Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam karena Rasulullah memiliki kekhususan yang diharamkan kepada yang lainnya dari umatnya. Maka menghormati Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam di atas penghormatan yang lain dan mencintai beliau di atas setiap kecintaan.
Berkata An Nawawi Rahimahullah tatkala mengomentari Hadits Mis-war bin Makhramah yang dikeluarkan oleh Imam Muslim (2449), Kitab : Fadhail Ash Shahabah, Bab : Fadhail Fathimah bintu An Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam Marfu'ah " Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dariku, menyakiti aku apa yang menyakitinya".
Berkata para ulama : dalam hadits ini menunjukkan haram-nya menyakiti Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam dalam kondisi dan cara apapun, meskipun munculnya gangguan tersebut dari sesuatu yang asal hukumnya boleh dalam keadaan beliau masih hidup, dan ini berbeda dengan selain beliau. Mereka berkata : Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam telah mengabarkan tentang bolehnya menikahi bintu Abi Jahl bagi Ali dengan sabdanya :"Aku tidak mengharamkan yang halal" namun beliau Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam melarang menggabungkannya (antara Fathimah dengan anak perempuan Abu Jahl) karena sebab yang disebut dalam nash :
Pertama : Bahwa hal itu menyebabkan disakitinya Fathimah sehingga Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam merasa sakit pula ketika itu. Maka menjadi binasa orang yang menyakitinya. Maka beliau melarang hal itu karena kesempurnaan kasih sayang beliau kepada Ali dan Fathimah Radhiyallahu 'anhuma
Kedua : Beliau mengkhawatirkan fitnah atas Fathimah dengan sebab kecemburuan. Adapula yang berkata :"Bukan maksud larangan untuk men-gumpulkan keduanya. Namun maknanya : Bahwa Beliau jg mengetahui dengan keutamaan dari Allah bahwa keduanya tidak mungkin disatukan.
Sisi Ketiga :
Bahwa Ali menikahi wanita lain setelah dia (Fatimah wafat sedangkan para sahabat yang lain, mereka berpoligami di masa hidup Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam dan setelah wafatnya. Demikian pula para tabi'in, mereka berpoligami di masa hidup para sahabat Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam, dan kaum muslimin di atas amalan ini hingga hari ini.
III
Soal : Ada sebagian orang baik dari kalangan laki-laki maupun wanita yang membenci poligami, dalam keadaan sebagian mereka diketahui belum menikah. Apakah ini termasuk membenci sesuatu yang datang dari Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam?
Jawab :
Pertama: Bahwa pemikiran yang dimiliki oleh orang yang anda sebutkan dari kaum laki-laki maupun wanita tersebut memiliki beberapa sebab, diantaranya:
• Kurangnya pengetahuan dia tentang agama Allah. Barangsiapa yang mendalami agama Allah ‘azza wa jalla, maka tentu dia tidak akan membenci syi'ar ini. Dia mengetahui bahwa ini termasuk agama Allah di. Adapaun apakah dia mengamalkan atau tidak mengamalkannya, ini perkara lain. Namun hendaknya dia tidak membencinya, bahkan seharusnya dia meyakini bahwa hal itu merupakan kebaikan untuk Islam dan kaum muslimin. Adapun jika dia tidak senang berpoligami, maka ini perkara lain.
• Pengaruh fanatisme dan kebiasaan satu kabilah (suku). Banyak diantara para pemimpin kabilah dan negeri yang mereka tidak berpoligami, dan pada hakekatnya ini adalah sebuah kesalahan. Ini adalah pengabaian terhadap salah satu syi'ar Islam atau dia telah menanamkan benih kerusakan. Karena efek dari hal ini akan menyebabkan banyaknya para wanita yang melajang dan tidak menikah disebabkan karena kebiasaan suku atau sebuah negeri yang memiliki sifat fanatik.
• Pengaruh pendidikan yang banyak dipublikasikan melalui berbagai media informasi baik yang didengar, dibaca maupun dilihat (Radio, Koran/Majalah, Televisi, dan Iain-lain, Pent) yang mempropagandakan bahwa poligami itu memunculkan berbagai problem serta menyebabkan timbulnya perceraian dan kedengkian. Sehingga mereka sesungguhnya terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Dia orang yang bodoh tentang agama Allah, orientasinya hanyalah menulis, membacakan dan memperdengarkan kepada manusia.
2. Dia adalah musuh sunnah yang telah dipengaruhi oleh pemikiran barat.
Tadi kami telah menjelaskan bahwa wajib bagi kaum muslimin untuk meyakini bahwa ini merupakan salah satu syi'ar Islam, sebagaimana yang telah kami jelaskan pula bahwa hukum asal dari pernikahan adalah poligami (bukan monogami, pent) dan yang berpendapat wajibnya memiliki sisi kebenaran dalil karena asal perintah hukumnya wajib. Maka haram atas mereka untuk mengingkari syi'ar ini. Dan kami nasehatkan kepada kaum muslimin agar hendaklah mereka berpoligami, karena poligami ini memiliki hikmah dan kemaslahatan yang banyak, diantaranya
• Apa yang telah kami isyaratkan, yaitu mengurangi jumlah wanita yang melajang.
Sebagian wanita tidak memiliki wali, atau dia memiliki wali yang zalim, maka dengan poligami, seorang lelaki bisa menyelamatkan wanita tersebut darinya.
• Seorang lelaki tatkala menyambung hubungan ipar kepada beberapa keluarga, maka akan menimbulkankepercayaandiantaramerekaberupa kecintaan dan kasih sayang. Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam melakukukan hal ini, dimana beliau menyambung hubungan ipar kepada beberapa kabilah baik Quraisy maupun di luar Quraisy. Dan yang nampak bahwa berdasarkan apa yang saya ketahui, kebanyakan istri-istri beliau berasal dari luar Quraisy. Saya tidak bisa memastikannya sekarang.
Kami nasehatkan kepada setiap muslimah agar menerima syari'at Allah serta meridhai hukum Allah dan jangan memusuhi suaminya jika dia menikah lagi dengan yang lain, dan jangan pula memusuhi madunya. Adapun keadaan dia yang tidak suka dengan poligami dan dia lebih senang untuk tidak dimadu, maka ini adalah perkara fitrah. Namun sesungguhnya yang dibenci dan dicela adalah tatkala dia menampakkan permusuhan terhadap diri suaminya, hartanya maupun anak-anaknya. Atau dia berbuat zalim terhadap keluarga suaminya dankeluarga madunya. Yang lebih parah lagi adalah kalau sampai dia menampakkan bahwa suaminya adalah seorang yang berbuat aniaya dan zalim, ini adalah haram.
Diantara mereka ada pula yang minta diceraikan karena hal ini. Maka kami peringatkan kepada para wanita muslimah yang telah ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad ft sebagai Rasulnya dari kesengajaan untuk melakukan berbagai tindakan ini, dan mengingat Sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam:
"Siapa saja wanita yang meminta dicerai -yaitu dari suaminya - tanpa ada permasalahan, maka haram baginya untuk mencium bau surga" Dikeluarkan oleh Abu Daud (6/142), Kitab Ath Thalaq (18), Bab "Fil Khulu'. At Tirmidzi (4/433), Kitab Ath Thalaq Wal Li'an (1), bab Maa Jaa' Fil Mukhtali'at. Ibnu Majah, Kitab Ath Thalaq (21), Bab iKarahiyatul Khulu' Lil Mar'ah. Seluruhnya dari jalan Ayyub bin Abi Qilabah dari Abu Asma' Ar Rahabi dari Tsauban: Al Hadits. Dan telah dishahihkan Al Albani sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Al-Irwa' (7/1000), hadits no: 2035.
Lalu Syaikh Hafizahullah berkata : Mungkin masih ada yang tersisa dari pertanyaan ?
Abu Rawahah berkata: Ya, Apakah kebencian mereka terhadap poligami termasuk sikap membenci apa yang datang dari Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam sehingga dapat menjadi pembatal diantara pembatal-pembatal keislaman ?
Syaikh Hafizahullah menjawab dengan mengatakan: "Tidak, tidak sampai menjadi pembatal keislaman, namun ini merupakan kesalahan dan bahaya. Pada hakekatnya ini kembali kepada keyakinannya, namun dikhawatirkan terhadap orang yang membenci poligami ini terjatuh dalam kekafiran karena membenci salah satu syi'ar Allah sebab perkara ini ditetapkan berdasarkan Al Kitab, As Sunnah dan Ijma'."
IV
Soal : Sebagian orang ada yang berkata: Pembagian terhadap istri merupakan hal yang sulit bagi seorang lelaki, sedangkan agama Islam merupakan agama yang lapang. Apakah hukum ucapan ini dan apa pula hal-hal yang wajib dilakukan oleh orang yang berpoligami dalam pembagian tersebut ?
Jawab : Pertanyaan ini terdiri dari 3 susunan kalimat, dimana setiap kalimat membutuhkan jawaban tersendiri.
Kalimat Pertama : Penanya menyebutkan bahwa pembagian diantara isteri-isteri adalah perkara yang sulit, maka kami menjawab :
Sisi pertama : Darimana engkau dapatkan kesimpulan umum seperti ini? Kami mengetahui sekian orang yang tak terhitung banyaknya dari kaum muslimin yang mereka berpoligami, tidak seorang pun dari mereka yang mengeluhkan tentang hal ini.
Sisi kedua : Tidakkah engkau ketahui bahwa pahala itu terkadang didapatkan sesuai kadar kesulitan yang ada. Berapa banyak perkara ketaatan dan pergaulan antara manusia yang seorang muslim tidak melakukannya kecuali dengan kesulitan, sehingga jika dia bersabar dan mengharap ridha Allah, maka dia mendapatkan pahala dari Allah ‘azza wa jalla.
Kalimat Kedua : la bertanya tentang pembagian, melakukan pembagian diantara para istri adalah perkara yang wajib, namun dalam hal yang dia mampu melakukannya. Kewajiban dalam menginap (di rumah para istri), kewajiban tempat tinggal, pakaian dan nafkah, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Maksudnya adalah seorang ibu yang memiliki 10 anak tidak sama dengan ibu yang memiliki 5 anak dalam pemberian nafkah. Ibu 5 anak mendapatkan nafkah yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang memiliki 10 anak. Demikian pula dalam hal tempat tinggal.
Adapun dalam hal urusan hati: Maka tidak ada kewajiban pembagian padanya. Allah ‘azza wa jalla yang Maha Benar telah mengisyaratkan hal ini dalam kitab-Nya :
"Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara isth-istri (mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itujanganlah kamu terlalu condong (kepada yang kamu cintai)" (Q.S. An-Nisa: 129).
Maknanya bahwa kecondongan (pada salah satu istri) terkadang muncul. Namun kecondongan ini jika dilakukan dengan sengaja, maka dia berdosa, dan jika secara tidak sengaja, maka ini merupakan urusan hati yang tidak mampu menguasainya. Bahkan terkadang seseorang merasakan bahwa sebagian istrinya memiliki tempat dalam hatinya melebihi dari yang lain. Dalam hal ini, maka yang demikian ia tidak dicela. Bahkan hal ini bisa dirasakan terhadap anak-anak, baik anak perempuan maupun anak laki-laki.
Terkadang seseorang berkata : "Demi Allah sesungguhnya anakku si fulan lebih aku cintai dari yang lain,". Maka dia tidak disalahkan selama urusannya menyangkut masalah hatinya dan tidak sampai kepada tingkat kezaliman. Namun itu merupakan sesuatu yang muncul dalam hatinya sehingga dia tidak disalahkan.
Masih ada satu hal lagi, yaitu masalah jima', "Apakah wajib baginya menyetubuhi setiap istrinya pada malam gilirannya?"
Jika dia mampu, maka wajib baginya. Tidak boleh baginya meninggalkan istri yang menjadi giliran malamnya terhadap sesuatu yang dia mampu melakukannya. Namun jika muncul sebuah pengaruh jiwa atau suami tersebut dalam keadaan sakit, maka dia tidak dicela karena hal tersebut. Ini menyangkut urusan hati. Seseorang terkadang merasakan hal-hal yang terjadi di luar rumah yang memberi pengaruh terhadapnya sampai ia berada di rumahnya. Namun jika dia meninggalkan seorang istri dan tidak mendatanginya, dan istrinya merasa dirugikan di waktu tersebut, maka wajib baginya untuk berdamai dengannya dengan sesuatu yang menyenangkan dia. Jika ternyata urusan ini sampai ke pengadilan, dan sang istri mengadukan masalahnya, maka hakim (pemerintah) berhak ikut campur., Sebab diantara hikmah dan manfaat pernikahan adalah memelihara dan membentengi diri. Tidaklah seorang lelaki menikahi seorang wanita dan tidaklah seorang wanita menikah dengan seorang lelaki, melainkan masing-masing dari keduanya ingin menjaga kehormatan dan membentengi diri serta memeliharanya.
Maka jika tujuan ini tidak tercapai dimana seorang suami berpaling dari salah seorang istrinya, maka sesungguhnya dia berdosa. Jika dia tidak menyetubuhi istrinya karena dia tidak mampu melakukannya, maka wajib baginya berdamai dengannya, dan jika istri tersebut mengajukan masalah ini ke pengadilan, maka pemerintah berhak ikut campur di dalamnya, dan mungkin saja urusannya sampai pada tingkat dibatalkannya pernikahan.
V
Soal : Apakah disyaratkan izin dari istri jika hendakberpoligami ?, apakah jika mereka memberi syarat bahwa dia tidak boleh menikah lagi. Jika ingin menikahi seorang wanita, apakah ia harus menunaikan syarat tersebut, padahal dia khawatir atas dirinya fitnah dan dosa ?
Jawab : Adapun tentang meminta izin kepada istri, kami telah menjawabnya sehingga tidak perlu untuk mengulanginya. Adapun mempersyaratkan agar lelaki tidak bolehmenikah lagi setelahnya, maka yang benar itu adalah syarat yang batil karena bukan dari kitabullah. Isyarat kepada hadits Aisyah secara marfu': " ada apa dengan orang-orang yang menetapkan syarat-syarat yang tidak ada dalam kitabullah, syarat apa saja yang tidak ada dalam kitabullah maka itu batil, walaupun 100 syarat." Al Hadits. Dikeluarkan Bukhari, No:2729, Kitab Asy Syuruuth, bab: Asy Syuruuth fil falaa'. Muslim (1504), Kitab Al'itq, bab : In-namal Walaa' Liman A'taqa.
mari kita simak pendapat syaikh ubaid bin abdillah bin sulaiman al-jabiri (mantan dosen pengajar universitas islam madinah) dalam kitabnya at taqrir al mu'akkad bil ijabah'alaa tsalatsin su'aaal fi ta'addud
Islam adalah agama yang haq dan sempurna. Setiap muslim yang cinta kepada syariat ini, akan senantiasa berusaha dan berupaya agar hidup dan matinya berjalan diatas tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Poligami merupakan salah satu sunnah yang terang dan jelas pensyariatannya di dalam Islam yang banyak dilupakan oleh kaum muslimin. Maka dengan harapan agar setiap nilai-nilai ajaran Islam itu kembali dipahami dengan benar dan diamalkan diatas tujuan serta maksud yang mulia, Alhamdulillah atas pertolongan dan taufik dari Allah, kami menerbitkan buku kecil ini, yang berisikan pertanyaan-pertanyaan seputar poligami yang dijawab oleh Al-Allamah Asy Syaikh Ubaid Bin Abdillah Bin Sulaiman Al-Jabiri
"maka nikahilah perempuan (lain)yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapijika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki." (Q.S. An Nisa: 3)
Dan para wanita adalah sesuatu yang paling disenangi oleh Nabi kita Muhammad. Telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (2/128), An Nasaai dalam "Isyratun-Nisaa"(7/61), dari jalan Sallam Abul Mundzir dari Tsabit dari Anas berkata : "Bersabda Rasulullah "Telah dijadikan kecintaan kepadaku dari dunia : wanita, wangi-wangian, dan dijadikan penyejuk hatiku di dalam shalat." Hadits ini hasan.
Bahkan disebutkan dalam Sunan An-Nasaai (6/217] dari hadits Anas berkata : "Tidak ada sesuatu yang paling disenangi Rasulullah setelah wanita dari kuda."
Dan hadits ini terdapat dalam "Al-Jami' Ash-Shahih Mimma Laisa Fis Shahihain" (3/344) karya Syaikh kami Al-Wadi'i Rahimahullah, dan beliau berkata tentang hadits ini: ini hadits hasan.
Aku (syaikh - red) berkata : "Oleh karenanya, Nabi berpoligami dan menyambung hubungan melalui tali pernikahan ke beberapa kabilah, karena kesanggupan beliau untuk melakukan hal tersebut"
Telah diriwayatkan oleh Iman Muslim (No:1006) dari hadits Abu Dzar secara marfu':
" Dan salah seorang kalian bersetubuh adalah sedekah.".
Para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami takkala melampiaskan syahwatnya lalu ia mendapat pahala padanya ? Jawab Nabi : "Bagaimana menurut kalian jika seseorang melampiaskannya dalam perkara yang haram, bukankah dia mendapat dosa?, maka demikian pula jika dia melampiaskannya dalam perkara yang halal, maka dia mendapat pahala".
Dalam kesempatan ini, Fadhilatus Syaikh Washiy Muhammad Abbas memberitakan kepada kami tentang salah seorang Syaikh di Madinah bahwa beliau menikah dengan empat istri dalam keadaan dia telah berumur tua. Tatkala mereka bertanya kepadanya tentang hal itu, maka Syaikh itu menjawab ; " Aku takut air maniku tumpah begitu saja ".
Aku berkata : Oleh karenanya, Allah telah mensyari'atkan poligami dengan menikah lebih dari satu, untuk membuka pintu bagi mereka menuju kepada yang halal. Karena Allah mengetahui kebutuhan sebagian hamba-Nya pada hal tersebut.
Dan banyak dari kalangan sahabat Rasulullah yang berpoligami baik pada masa hidup beliau, maupun setelah meninggalnya. Demikian pula orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kita ini.
Perkara poligami ini belum pernah direspon dalam bentuk pengingkaran, dialog maupun penyampaian dengan sikap yang dingin, kecuali pada masa-masa belakangan ini. Hingga didapatkan sebagian orang yang mendapatkan pengaruh barat menjadikan hal ini termasuk perkara kezaliman. Sehingga dengan menolaknya, itu berarti menyelamatkan wanita dari kezaliman lelaki. Padahal itu semua hanyalah persangkaan mereka belaka.
Lalu kemudian permasalahan ini menjadi sesuatu yang menjijikan di kalangan mayoritas kaum muslimin. Jika salah seorang dari mereka menikah lagi, serasa dunia kiamat dan hilang ketenangan. Semua orang yang ada di sekitarnya mencibirinya kecuali yang dirahmati Allah, dan bumi terasa semakin sempit, sehingga berada di dalam bumi terasa lebih baik dari pada di atas bumi (lebih baik mati daripada harus hidup menanggung malu, pent] karena melihat perubahan ekspresi pada wajah-wajah mereka dan mereka juga melontarkan perkataan-perkataan terhadap sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya seakan-akan orang yang melakukan poligami tersebut telah melakukan perbuatan yang keji, mungkar dan kedustaan.
Barangsiapa yang telah memasuki pintu poligami ini, maka dia akan mengetahui hakekat apa yang dirasakan oleh mereka yang berpoligami berupa pergolakan yang sengit dan peperangan yang berkecamuk. Dan barangsiapa yang belum memasukinya, maka dia akan menyangka bahwa apa yang aku tuliskan ini hanyalah sebuah hayalan dan terlalu berlebihan.
Dengan dilatarbelakangi oleh berbagai perkara ini, maka aku pun bersemangat untuk mengumpulkan beberapa permasalahan yang paling banyak menyebar dan problem-problem yang paling sering terjadi sehubungan dengan permasalahan poligami yang menjadi bahan perdebatan. Hal ini ditujukan untuk membantah berbagai syubhat orang-orang yang menyelisihi dan menepis berbagai persangkaan orang-orang jahil (bodoh) yang berpaling dari syariat Allah dengan berbagai argumen yang batil dan makalah yang tidak bermanfaat serta menjelaskan sebagian apa yang terdapat dalam berpoligami berupa hikmah yang besar dan faedah yang sangat bermanfaat.
Dengan memaparkan permasalahan-permasalahan ini kepada Syaikh yang mulia : Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri - semoga Allah menjaganya-(beliau adalah mantan pengajar di Universitas Islam Madinah) yang berkesempatan untuk menjawab berbagai masalah tersebut dan menjelaskan secara gamblang berbagai problematikanya. Beliau Hafizahullah (semoga Allah senantiasa menjaganya) sangat berpengalaman dalam melihat sisi perubahan yang terjadi di tengah-tengah keluarga dan masyarakat serta banyak menghadapi berbagai problem untuk mendamaikan bangunan pertama di tengah masyarakat yang disebut keluarga. Kemudian, beliau memberi solusi dari munculnya pergolakan yang tajam dan perselisihan yang sengit.
Allah telah memperbaiki berbagai problem keluarga yang berkepanjangan tersebut melalui tangan beliau Hafizahullah. Beliau telah mengkompromikan berbagai pandangan yang berseberangan khususnya yang berhubungan dengan judul pembahasan kita, yaitu masalah poligami.
Semoga Allah memberi taufik Tatkala banyak terjadi keributan di rumah-rumah kaum muslimin karena timbulnya berbagai problem keluarga yang besar dan perselisihan yang dahsyat ketika dimunculkannya permasalahan poligami yang sesungguhnya banyak dari kaum lelaki yang ingin mempraktekkan, sehingga banyak dari kalangan wanita menganggap bahwa ini merupakan permasalahan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan islam, atau minimalnya dalam diri mereka menganggapnya sebagai masalah syar'i, namun mereka tidak ridha dengannya.
Maka beranjak dari apa yang disebutkan terdahulu, muncullah pertanyaan-pertanyaan tentang poligami ini yang kami hadapkan kepada Syaikh kami yang mulia : Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri, Semoga Allah menjaganya - Mantan Dosen di Universitas Madinah.
Semoga Allah menjadikan kumpulan materi beserta jawabannya ini bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin serta mewujudkan tujuannya dalam membentuk keluarga muslim.
I
Soal : Wahai Syaikh kami - semoga Allah menjagamu -, berkata penanya : Apa hukum berpoligami di dalam Islam ?
Jawab : Segala puji milik Allah Rabb Sekalian Alam, Shalawat dan Salam atas Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Amma Ba'du : Sesungguhnya termasuk yang wajib bagi seorang muslim dan muslimah adalah tunduk kepada hukum Allah ‘Azza wa jalla dan hukum Rasul-Nya. Allah berfirman :
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (Q.S. AI-Hasyr: 7)
Dan firman-Nya:
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka". (Q.S. AlAhzab:36)
Dan yang lainnya dari ayat-ayat yang menunjukkan dengan jelas tentang kewajiban setiap muslim dan muslimah agar tunduk kepada apa yang telah menjadi hukum Allah dan Rasul-Nya, dan menyakini bahwa itu adalah kebaikan. Demikian pula telah datang dari sunnah Nabi Salallahu ’alaihi wa ‘alihi wa salam yang menganjurkan kaum muslimin dan muslimat agar mereka tunduk kepada apa yang dibawa oleh Nabi, sama saja apakah hukum tersebut terdapat dalam ayat-ayat Al Qur'an maupun dalam Sunnah Nabi. Dan diantara sunnah yang mutawatir itu adalah apa yang diriwayatkan oleh dua syaikh [Bukhari dan Muslim) dari Anas & dari Nabi bersabda : Perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, maka dia akan merasakan manisnya iman: "Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, dan dia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya melainkan karena Allah, dan dia membenci untuk kembali pada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam api neraka." Diriwayatkan oleh Bukhari (No. 21), Kitabul Iman, bab "Man Kariha an Ya'uda fil Kufri Kamaa Yakrahu an Yulqa fin Naar Minal Iman, dan Muslim (No. 67), Kitab Al Iman, Bab: Bayaan Khisaal Manit Tashafa Bihinna, Wajada Halaawatal Iman".
Maknanya bahwa ia mendahulukan apa yang mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya M di atas ucapan siapa pun. Dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda:
“Akan merasakan manisnya keimanan orang yang ridha Allah menjadi Rabbnya, Islam jadi agamanya, dan Muhammad menjadi Rasul-Nya” Diriwayatkan oleh Muslim, No:56, Kitabul Iman, Bab :"Addalil 'Alaa Anna Man Radhiya Billahi Rabban Wabil Islami Diinan, Wabimuhammadin Rasulan, Fahuwa Mukmin, Wa Inis Takabal Ma'ashiy Al Kabaair, dari hadits Al Abbas bin Abdul Muthalib.
Maka sabda beliau "dan Muhammad Salallahu ’alaihi wa ‘alihi wa salam sebagai Rasul-Nya", ini mengharuskan untuk beriman dengan setiap yang dibawa oleh Muhammad Salallahu ’alaihi wa ‘alihi wa salam, dan bahwasanya itu berasal dari Allah, dan itu kebenaran yang tiada keraguan padanya.
Alangkah baiknya apa yang dikatakan Asy Syafi'i -Rahimahullah- : "Aku beriman kepada Allah dan apa saja yang datang dari Allah menurut kehendak Allah, dan aku beriman kepada Rasulullah dan apa saja yang datang dari Rasulullah menurut kehendak Rasulullah. (Imam Al-Maqdisi -Rahimahullah- menyebutkan dalam kitabnya "Lum'atul 'Itiqad" No.4. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: "Adapun yang dikatakan Asy Syafi'i maka itu adalah benar, wajib bagi setiap muslim untuk meyakininya. Siapa yang meyakininya dan tidak mendatangkan ucapan yang menyelisihinya, maka dia telah menempuh jalan keselamatan di dunia dan akhirat. Demikian disebutkan dalam "Ar Risalah Al Madaniah bersama Fatwa Alhamawiyah (hal:121))
Dan telah sepakat para pemimpin Islam atas apa yang kami sebutkan ini. Jika hal ini telah dipahami, maka sesungguhnya poligami merupakan hukum asal. Ini yang jelas penyebutannya dalam Al Qur'an Al Karim. Allah Ta'aala berfirman :
"Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim." (Q.S. An Nisa : 3)
Yang memperhatikan ayatyang mulia ini, akan jelas bagi kita akan dua hal:
Pertama : Bahwa hukum asal pernikahan adalah poligami, dimana Allah memulai dengannya dan menganjurkannya (angka pertama kali yang disebut oleh Allah adalah dua - red). Barangsiapa yang mengatakan bahwa itu wajib, maka ucapan tersebut memiliki sisi kekuatan, sebab asal perintah hukumnya wajib.
Kedua : Mencukupkan satu istri bagi yang mengkhawatirkan dirinya tidak berbuat adil.
II
Soal : Mengapa Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam melarang Ali untuk menikahi wanita lain setelah menikahi anaknya beliau (Fatimah, Pent). Apakah ucapan Nabi "Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah bagian dariku", ini merupakan kekhususan bagi Nabi?
Jawab : Jawaban atas pertanyaan ini mengandung tiga sisi:
Sisi Pertama:
Bahwa Fatimah Radhiyallahu 'anha adalah pemimpin wanita seluruh alam, berdasarkan nash Rasulullah (Isyarat kepada hadits Aisyah yang panjang, dikeluarkan Muslim dalam shahihnya, no.2450. Kitab Fadhail Shahabah, bab : Fadhail Fatimah Binti An-Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam. Padanya Nabi bersabda :"Wahai Fatimah, tidakkah engkau ridha untuk menjadi pemimpin wanita kaum mukminin atau pemimpin wanita umat ini?" Aisyah berkata: "(Fatimah) tertawa dengan hal itu.") dan berdasarkan ijma' para ulama yang ucapannya diakui. Maka seorang wanita yang demikian kedudukannya sepantasnya untuk tidak dimadu, dan suaminya tidak menikahi yang lainnya tatkala dia masih hidup karena kedudukan ini yaitu sebagai seorang pemimpin wanita seluruh alam.
Sisi Kedua:
Bahwa ini termasuk kekhususan beliau Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam dan bila kita berkata bahwa ini termasuk kekhususan Fatimah Radhiyallahu 'anha, maka tidak jauh (dari kebenaran). Karena Fatimah adalah anak Muhammad. Inilah yang beliau isyaratkan dengan sabdanya : "Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah bagian dariku", yaitu : salah satu bagian dari diriku, sedangkan Nabi wajib untuk dijaga dari kemudharatan meskipun sebagian mudharat tersebut pada selain beliau Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam karena Rasulullah memiliki kekhususan yang diharamkan kepada yang lainnya dari umatnya. Maka menghormati Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam di atas penghormatan yang lain dan mencintai beliau di atas setiap kecintaan.
Berkata An Nawawi Rahimahullah tatkala mengomentari Hadits Mis-war bin Makhramah yang dikeluarkan oleh Imam Muslim (2449), Kitab : Fadhail Ash Shahabah, Bab : Fadhail Fathimah bintu An Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam Marfu'ah " Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dariku, menyakiti aku apa yang menyakitinya".
Berkata para ulama : dalam hadits ini menunjukkan haram-nya menyakiti Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam dalam kondisi dan cara apapun, meskipun munculnya gangguan tersebut dari sesuatu yang asal hukumnya boleh dalam keadaan beliau masih hidup, dan ini berbeda dengan selain beliau. Mereka berkata : Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa ‘alihi wa salam telah mengabarkan tentang bolehnya menikahi bintu Abi Jahl bagi Ali dengan sabdanya :"Aku tidak mengharamkan yang halal" namun beliau Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam melarang menggabungkannya (antara Fathimah dengan anak perempuan Abu Jahl) karena sebab yang disebut dalam nash :
Pertama : Bahwa hal itu menyebabkan disakitinya Fathimah sehingga Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam merasa sakit pula ketika itu. Maka menjadi binasa orang yang menyakitinya. Maka beliau melarang hal itu karena kesempurnaan kasih sayang beliau kepada Ali dan Fathimah Radhiyallahu 'anhuma
Kedua : Beliau mengkhawatirkan fitnah atas Fathimah dengan sebab kecemburuan. Adapula yang berkata :"Bukan maksud larangan untuk men-gumpulkan keduanya. Namun maknanya : Bahwa Beliau jg mengetahui dengan keutamaan dari Allah bahwa keduanya tidak mungkin disatukan.
Sisi Ketiga :
Bahwa Ali menikahi wanita lain setelah dia (Fatimah wafat sedangkan para sahabat yang lain, mereka berpoligami di masa hidup Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam dan setelah wafatnya. Demikian pula para tabi'in, mereka berpoligami di masa hidup para sahabat Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam, dan kaum muslimin di atas amalan ini hingga hari ini.
III
Soal : Ada sebagian orang baik dari kalangan laki-laki maupun wanita yang membenci poligami, dalam keadaan sebagian mereka diketahui belum menikah. Apakah ini termasuk membenci sesuatu yang datang dari Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam?
Jawab :
Pertama: Bahwa pemikiran yang dimiliki oleh orang yang anda sebutkan dari kaum laki-laki maupun wanita tersebut memiliki beberapa sebab, diantaranya:
• Kurangnya pengetahuan dia tentang agama Allah. Barangsiapa yang mendalami agama Allah ‘azza wa jalla, maka tentu dia tidak akan membenci syi'ar ini. Dia mengetahui bahwa ini termasuk agama Allah di. Adapaun apakah dia mengamalkan atau tidak mengamalkannya, ini perkara lain. Namun hendaknya dia tidak membencinya, bahkan seharusnya dia meyakini bahwa hal itu merupakan kebaikan untuk Islam dan kaum muslimin. Adapun jika dia tidak senang berpoligami, maka ini perkara lain.
• Pengaruh fanatisme dan kebiasaan satu kabilah (suku). Banyak diantara para pemimpin kabilah dan negeri yang mereka tidak berpoligami, dan pada hakekatnya ini adalah sebuah kesalahan. Ini adalah pengabaian terhadap salah satu syi'ar Islam atau dia telah menanamkan benih kerusakan. Karena efek dari hal ini akan menyebabkan banyaknya para wanita yang melajang dan tidak menikah disebabkan karena kebiasaan suku atau sebuah negeri yang memiliki sifat fanatik.
• Pengaruh pendidikan yang banyak dipublikasikan melalui berbagai media informasi baik yang didengar, dibaca maupun dilihat (Radio, Koran/Majalah, Televisi, dan Iain-lain, Pent) yang mempropagandakan bahwa poligami itu memunculkan berbagai problem serta menyebabkan timbulnya perceraian dan kedengkian. Sehingga mereka sesungguhnya terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Dia orang yang bodoh tentang agama Allah, orientasinya hanyalah menulis, membacakan dan memperdengarkan kepada manusia.
2. Dia adalah musuh sunnah yang telah dipengaruhi oleh pemikiran barat.
Tadi kami telah menjelaskan bahwa wajib bagi kaum muslimin untuk meyakini bahwa ini merupakan salah satu syi'ar Islam, sebagaimana yang telah kami jelaskan pula bahwa hukum asal dari pernikahan adalah poligami (bukan monogami, pent) dan yang berpendapat wajibnya memiliki sisi kebenaran dalil karena asal perintah hukumnya wajib. Maka haram atas mereka untuk mengingkari syi'ar ini. Dan kami nasehatkan kepada kaum muslimin agar hendaklah mereka berpoligami, karena poligami ini memiliki hikmah dan kemaslahatan yang banyak, diantaranya
• Apa yang telah kami isyaratkan, yaitu mengurangi jumlah wanita yang melajang.
Sebagian wanita tidak memiliki wali, atau dia memiliki wali yang zalim, maka dengan poligami, seorang lelaki bisa menyelamatkan wanita tersebut darinya.
• Seorang lelaki tatkala menyambung hubungan ipar kepada beberapa keluarga, maka akan menimbulkankepercayaandiantaramerekaberupa kecintaan dan kasih sayang. Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam melakukukan hal ini, dimana beliau menyambung hubungan ipar kepada beberapa kabilah baik Quraisy maupun di luar Quraisy. Dan yang nampak bahwa berdasarkan apa yang saya ketahui, kebanyakan istri-istri beliau berasal dari luar Quraisy. Saya tidak bisa memastikannya sekarang.
Kami nasehatkan kepada setiap muslimah agar menerima syari'at Allah serta meridhai hukum Allah dan jangan memusuhi suaminya jika dia menikah lagi dengan yang lain, dan jangan pula memusuhi madunya. Adapun keadaan dia yang tidak suka dengan poligami dan dia lebih senang untuk tidak dimadu, maka ini adalah perkara fitrah. Namun sesungguhnya yang dibenci dan dicela adalah tatkala dia menampakkan permusuhan terhadap diri suaminya, hartanya maupun anak-anaknya. Atau dia berbuat zalim terhadap keluarga suaminya dankeluarga madunya. Yang lebih parah lagi adalah kalau sampai dia menampakkan bahwa suaminya adalah seorang yang berbuat aniaya dan zalim, ini adalah haram.
Diantara mereka ada pula yang minta diceraikan karena hal ini. Maka kami peringatkan kepada para wanita muslimah yang telah ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad ft sebagai Rasulnya dari kesengajaan untuk melakukan berbagai tindakan ini, dan mengingat Sabda Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam:
"Siapa saja wanita yang meminta dicerai -yaitu dari suaminya - tanpa ada permasalahan, maka haram baginya untuk mencium bau surga" Dikeluarkan oleh Abu Daud (6/142), Kitab Ath Thalaq (18), Bab "Fil Khulu'. At Tirmidzi (4/433), Kitab Ath Thalaq Wal Li'an (1), bab Maa Jaa' Fil Mukhtali'at. Ibnu Majah, Kitab Ath Thalaq (21), Bab iKarahiyatul Khulu' Lil Mar'ah. Seluruhnya dari jalan Ayyub bin Abi Qilabah dari Abu Asma' Ar Rahabi dari Tsauban: Al Hadits. Dan telah dishahihkan Al Albani sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Al-Irwa' (7/1000), hadits no: 2035.
Lalu Syaikh Hafizahullah berkata : Mungkin masih ada yang tersisa dari pertanyaan ?
Abu Rawahah berkata: Ya, Apakah kebencian mereka terhadap poligami termasuk sikap membenci apa yang datang dari Nabi Salallahu ‘alaihi wa ‘alihiwa salam sehingga dapat menjadi pembatal diantara pembatal-pembatal keislaman ?
Syaikh Hafizahullah menjawab dengan mengatakan: "Tidak, tidak sampai menjadi pembatal keislaman, namun ini merupakan kesalahan dan bahaya. Pada hakekatnya ini kembali kepada keyakinannya, namun dikhawatirkan terhadap orang yang membenci poligami ini terjatuh dalam kekafiran karena membenci salah satu syi'ar Allah sebab perkara ini ditetapkan berdasarkan Al Kitab, As Sunnah dan Ijma'."
IV
Soal : Sebagian orang ada yang berkata: Pembagian terhadap istri merupakan hal yang sulit bagi seorang lelaki, sedangkan agama Islam merupakan agama yang lapang. Apakah hukum ucapan ini dan apa pula hal-hal yang wajib dilakukan oleh orang yang berpoligami dalam pembagian tersebut ?
Jawab : Pertanyaan ini terdiri dari 3 susunan kalimat, dimana setiap kalimat membutuhkan jawaban tersendiri.
Kalimat Pertama : Penanya menyebutkan bahwa pembagian diantara isteri-isteri adalah perkara yang sulit, maka kami menjawab :
Sisi pertama : Darimana engkau dapatkan kesimpulan umum seperti ini? Kami mengetahui sekian orang yang tak terhitung banyaknya dari kaum muslimin yang mereka berpoligami, tidak seorang pun dari mereka yang mengeluhkan tentang hal ini.
Sisi kedua : Tidakkah engkau ketahui bahwa pahala itu terkadang didapatkan sesuai kadar kesulitan yang ada. Berapa banyak perkara ketaatan dan pergaulan antara manusia yang seorang muslim tidak melakukannya kecuali dengan kesulitan, sehingga jika dia bersabar dan mengharap ridha Allah, maka dia mendapatkan pahala dari Allah ‘azza wa jalla.
Kalimat Kedua : la bertanya tentang pembagian, melakukan pembagian diantara para istri adalah perkara yang wajib, namun dalam hal yang dia mampu melakukannya. Kewajiban dalam menginap (di rumah para istri), kewajiban tempat tinggal, pakaian dan nafkah, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Maksudnya adalah seorang ibu yang memiliki 10 anak tidak sama dengan ibu yang memiliki 5 anak dalam pemberian nafkah. Ibu 5 anak mendapatkan nafkah yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang memiliki 10 anak. Demikian pula dalam hal tempat tinggal.
Adapun dalam hal urusan hati: Maka tidak ada kewajiban pembagian padanya. Allah ‘azza wa jalla yang Maha Benar telah mengisyaratkan hal ini dalam kitab-Nya :
"Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara isth-istri (mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itujanganlah kamu terlalu condong (kepada yang kamu cintai)" (Q.S. An-Nisa: 129).
Maknanya bahwa kecondongan (pada salah satu istri) terkadang muncul. Namun kecondongan ini jika dilakukan dengan sengaja, maka dia berdosa, dan jika secara tidak sengaja, maka ini merupakan urusan hati yang tidak mampu menguasainya. Bahkan terkadang seseorang merasakan bahwa sebagian istrinya memiliki tempat dalam hatinya melebihi dari yang lain. Dalam hal ini, maka yang demikian ia tidak dicela. Bahkan hal ini bisa dirasakan terhadap anak-anak, baik anak perempuan maupun anak laki-laki.
Terkadang seseorang berkata : "Demi Allah sesungguhnya anakku si fulan lebih aku cintai dari yang lain,". Maka dia tidak disalahkan selama urusannya menyangkut masalah hatinya dan tidak sampai kepada tingkat kezaliman. Namun itu merupakan sesuatu yang muncul dalam hatinya sehingga dia tidak disalahkan.
Masih ada satu hal lagi, yaitu masalah jima', "Apakah wajib baginya menyetubuhi setiap istrinya pada malam gilirannya?"
Jika dia mampu, maka wajib baginya. Tidak boleh baginya meninggalkan istri yang menjadi giliran malamnya terhadap sesuatu yang dia mampu melakukannya. Namun jika muncul sebuah pengaruh jiwa atau suami tersebut dalam keadaan sakit, maka dia tidak dicela karena hal tersebut. Ini menyangkut urusan hati. Seseorang terkadang merasakan hal-hal yang terjadi di luar rumah yang memberi pengaruh terhadapnya sampai ia berada di rumahnya. Namun jika dia meninggalkan seorang istri dan tidak mendatanginya, dan istrinya merasa dirugikan di waktu tersebut, maka wajib baginya untuk berdamai dengannya dengan sesuatu yang menyenangkan dia. Jika ternyata urusan ini sampai ke pengadilan, dan sang istri mengadukan masalahnya, maka hakim (pemerintah) berhak ikut campur., Sebab diantara hikmah dan manfaat pernikahan adalah memelihara dan membentengi diri. Tidaklah seorang lelaki menikahi seorang wanita dan tidaklah seorang wanita menikah dengan seorang lelaki, melainkan masing-masing dari keduanya ingin menjaga kehormatan dan membentengi diri serta memeliharanya.
Maka jika tujuan ini tidak tercapai dimana seorang suami berpaling dari salah seorang istrinya, maka sesungguhnya dia berdosa. Jika dia tidak menyetubuhi istrinya karena dia tidak mampu melakukannya, maka wajib baginya berdamai dengannya, dan jika istri tersebut mengajukan masalah ini ke pengadilan, maka pemerintah berhak ikut campur di dalamnya, dan mungkin saja urusannya sampai pada tingkat dibatalkannya pernikahan.
V
Soal : Apakah disyaratkan izin dari istri jika hendakberpoligami ?, apakah jika mereka memberi syarat bahwa dia tidak boleh menikah lagi. Jika ingin menikahi seorang wanita, apakah ia harus menunaikan syarat tersebut, padahal dia khawatir atas dirinya fitnah dan dosa ?
Jawab : Adapun tentang meminta izin kepada istri, kami telah menjawabnya sehingga tidak perlu untuk mengulanginya. Adapun mempersyaratkan agar lelaki tidak bolehmenikah lagi setelahnya, maka yang benar itu adalah syarat yang batil karena bukan dari kitabullah. Isyarat kepada hadits Aisyah secara marfu': " ada apa dengan orang-orang yang menetapkan syarat-syarat yang tidak ada dalam kitabullah, syarat apa saja yang tidak ada dalam kitabullah maka itu batil, walaupun 100 syarat." Al Hadits. Dikeluarkan Bukhari, No:2729, Kitab Asy Syuruuth, bab: Asy Syuruuth fil falaa'. Muslim (1504), Kitab Al'itq, bab : In-namal Walaa' Liman A'taqa.
Last edited: