Real Count Sampai Scanner

Dewa

New member
menerapkan real count pada Pemilu 2004, bermula dan pemantauan pemilu tahun 1999, Saat itu, Forum Rektor menggandeng Computer Network Research Grnup (CNRG).
CNRG berperan melaporkan hasil perhitungan suara Pemilu 1999 dan berbagai wilayah. Darl 300 ribu TI’S, 9.000 daclikan sebagai sampel.
Dan dan 9.000 TPS tersebut, datanya kemudian dibawa ke sejumlah perguruan tinggi di provinsi, lalu diketik. Kemudian, hasilnya dipublikasikan di internet.
Data-data lu, menijadi rujukan baflyeR pihak untuk menilai pemilu pertama di era reformasi itu. Antara lain Carter Center dan National Democratic Institute (NDI).
“Padahal, Carter Center sempat ngotot pakal faks (untuk melaporkan hash pemilu —Red), kata Basuki Suhardiman, yang saat itu menjadi pemanitau dan Forum Rektor, kepada
Republika, pekan lalu. -
Pengalaman Forum Rektor Itu, kemudan diadopsi oleh KPU pada Pemilu 2014. Tapi, skalanya diperbesar, mencakup 33 provinsi, 440 kabupaten/kota, clan 4.187 kecamatan.
Sekitar 50 ribu relawan —yang terdiri atas mahasiswa, guru, dan siswa SMA— dillbatkan dalam proses pelaporan hasil pemilu secara elektronik mu. Pengirimani data clan TPS, dulakukan dan ting.. kat kecamatan dan langsung masuk ke KPU pusat,
Masuk data center KPU, datanya Remudian ditabulasikan di Pusat Tabulasi Nashonal. Di sana, data tingkat TPS bisa dicek, sehingga hasil itu menjadi second opinion penghitungan manual. “Kalau masyarakat bisa mengecek sampal TPS, masyarakat akan - percaya,” kata Basuki.
Namun, perangkat bernilai ratusan miliar itu, tak digunakan dalam Pernilu. 2009 alu. Pada 2009, perangkat IT
hanya dipasang di 504 t[tlkr yaitu 471 kabupaten dan 33 provmnsi.
Dan, tak seperti Pemilu 2004, RaIl ml, perjalanan data hasil penghitungan sura dan TPS lebih panjang. Dan TPS, data dibawa Re KPU kabupaten/kota. Di sana, formur CI IT dan TS, di-scan. Selanjutnya, dikirim ke KPU dengan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR).
Sialnya, cara ini banyak bermasalah. Formulir dan TPS banyak yang tak bisa discan, antara lain karena terlipat. Serta masalah-masalah lain. Akibatnya, penghitungan suara di Pusat Tabulasi Nasional melambat. Akhirnya, dilientikan.
Sekarang, muncul gagasan untuk menerapkan a-voting, yang memungkinkan suaratenkirim dan TPS lang- sung Re KPU pusat. Keberhasilannya pun diragukan. “Yang dulu 2009 pakai scanner saja gagal total. Padahal, teknologl itu lumayan mature,1’ kata Basuki.


Sumber : republika
 
Back
Top